Dukun Pengganda Uang Beri Potasium Sianida ke Korban Saat Ritual
Satu korban pembunuhan oleh Slamet Tohari (45), dukun pengganda uang di Banjarnegara, dipastikan meninggal karena mengonsumsi potasium sianida. Korban diberi zat beracun itu dalam ritual yang dijalankan sang dukun.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Polisi terus mengembangkan penyidikan kasus pembunuhan oleh Slamet Tohari (45), dukun pengganda uang di Banjarnegara, Jawa Tengah. Berdasar hasil penyidikan, salah seorang korban dipastikan meninggal akibat mengonsumsi potasium sianida. Korban diberi serbuk obat yang mengandung zat beracun itu dalam ritual yang dijalankan sang dukun.
Korban yang meninggal akibat mengonsumsi potasium sianida itu adalah Paryanto (53), warga Sukabumi, Jawa Barat. Dari hasil pemeriksaan kepolisian, didapati dua obat jenis clonidine serta potas atau potasium sianida.
Potas berupa serbuk, sedangkan clonidine berwujud pil. Keduanya digunakan Slamet ketika melancarkan aksi kejinya lewat sebuah ritual yang dilakukan di kebun dekat lokasi penguburan korban.
”Jadi, sebelum korban itu dikasih minuman (potasium) sianida, dia (korban) dites pakai clonidine. Kalau mengantuk, berarti ritualnya gagal. Kalau tidak mengantuk, baru dikasih (potasium) sianida. Itu dari hasil penyidikan,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam jumpa pers, Kamis (6/4/2023), di Kota Surakarta, Jateng.
Kandungan racun itu dibuktikan setelah pemeriksaan toksikologi pada sejumlah organ vital Paryanto. Hasil uji laboratorium menunjukkan organ-organ, seperti lambung, ginjal, paru-paru, otak besar dan kecil, hati, cairan darah, hingga cairan rongga mulut, dinyatakan positif mengandung potasium sianida.
”Kami bekerja maraton hampir tiga malam. Labfor (laboratorium forensik) juga menggunakan metode scientific crime investigation. Itu menghasilkan temuan bahwa meninggalnya korban benar akibat potasium (sianida),” kata Luthfi.
Sebelumnya diberitakan, Polres Banjarnegara membongkar kasus penipuan berkedok penggandaan uang yang berujung pada pembunuhan. Pembunuhan itu dilakukan Slamet Tohari atau biasa dipanggil Mbah Slamet, warga Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara. Polisi telah menemukan 12 jenazah korban yang dibunuh Slamet dan dikubur di lahan perkebunan di Desa Balun.
Kepala Bidang Labfor Polda Jateng Komisaris Besar Slamet Iswanto menjelaskan, potasium sianida tergolong sebagai zat yang sangat mematikan. Efeknya bisa dirasakan manusia dalam waktu beberapa menit saja, apalagi jika dosis yang diberikan berjumlah besar.
”Racun ini efeknya sangat cepat. Jadi, bekerja dalam perusakan sel itu antara satu menit sampai lima menit. Kalau dalam dosis yang lumayan banyak, dia (korban) akan mati dalam hitungan menit,” kata Iswanto.
Sementara itu, Iswanto menambahkan, obat berjenis clonidine hanya memberikan efek samping berupa rasa kantuk. Kondisi itu yang coba dimanfaatkan pelaku untuk mengelabui korbannya. Pelaku mengharuskan korban untuk tidak mengantuk setelah meminum obat tersebut. Jika mengantuk, korban dianggap gagal menjalankan ritualnya.
Kepala Bidang Dokter dan Kesehatan Polda Jateng Komisaris Besar Summy Hastry Purwanti membenarkan adanya kandungan potasium sianida dari sejumlah organ milik Paryanto. Saat ditemukan, korban diduga sudah meninggal selama 10 hari.
Summy pun memastikan, Paryanto meninggal dunia terlebih dahulu sebelum dikubur oleh Slamet. Hal itu terlihat dari ciri-ciri yang tampak pada jasad korban.
Hasil uji laboratorium menunjukkan, organ-organ seperti lambung, ginjal, paru-paru, otak besar dan kecil, hati, cairan darah, hingga cairan rongga mulut dinyatakan positif mengandung potasium sianida.
Kondisi berbeda ditemukan Summy pada 11 jenazah lainnya. Ia mengaku kesulitan untuk memastikan apakah para korban itu sudah meninggal saat dikuburkan oleh pelaku. Dia hanya bisa menyimpulkan semua korban meninggal dalam kondisi tidak wajar.
”Mereka meninggal secara tidak wajar dan mati lemas karena racun. Keadaan tubuhnya sudah dalam pembusukan lanjut,” kata Summy.
Summy menyatakan, sebanyak 11 korban itu diperkirakan meninggal dalam kurun waktu satu bulan hingga dua tahun sebelum ditemukan. Artinya, ada korban yang diperkirakan meninggal sejak tahun 2020.
Hal itu terlihat dari kondisi mayat yang telah berubah menjadi tulang belulang. Di sisi lain, Polda Jateng masih menunggu data ante mortem dari anggota keluarga yang merasa kehilangan supaya proses identifikasi bisa berlangsung lebih cepat.
”Kami harapkan keluarga yang datang membawa data gigi atau minimal foto tersenyum (korban) yang kelihatan giginya. Alhamdulilah, tadi ada yang datang membawa data lengkap dan bisa kami identifikasi. Tetapi, belum bisa dirilis karena masih menunggu data DNA,” kata Summy.