Paryanto yang menekuni bisnis barang antik adalah sosok bertanggung jawab dan dekat dengan keluarganya. Kegemarannya pada praktik spiritual membuat dia terjerat dan menjadi korban Mbah Slamet.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·5 menit baca
Kepolisian Resor Banjarnegara mengungkap kasus pembunuhan dengan korban sedikitnya 12 orang yang dilakukan Slamet Tohari alias Mbah Slamet, dukun penipu dengan modus pengganda uang di Banjarnegara, Jawa Tengah. Hal keji tersebut terungkap seusai Mbah Slamet melancarkan aksi terakhirnya kepada Paryanto (53), warga Sukabumi, Jawa Tengah.
Dari keterangan Polres Banjarnegara, kasus ini terungkap berawal dari laporan hilangnya korban Paryanto. Korban sempat mengirim pesan kepada anaknya tentang keberadaannya di rumah Slamet. Menindaklanjuti informasi dalam pesan itu, polisi menemukan jenazah korban yang dibunuh Slamet dengan cara diracun dan sudah dikubur di kebun. Dari situ ditemukan pula 11 korban lain yang sebelumnya dibunuh Slamet.
Berdasarkan kesaksian Slamet, dia meminta sejumlah uang kepada masing-masing korban, dengan mengiming-imingi akan digantikan berkali-kali lipat. Kepada Paryanto, Slamet meminta uang hingga Rp 70 juta, yang diberikan secara berkala dan dijanjikan hingga Rp 1,5 miliar.
Dari perkiraan keluarga, angka yang diberikan Paryanto kemungkinan lebih besar lagi. Menurut mantan istri Paryanto, Nuning Tresna Ningrum (36), angkanya yang terlihat dari bukti transaksi yang dikirim Paryanto kepada anaknya ditaksir berjumlah sekitar Rp 90 juta.
”Bisa jadi angkanya hingga Rp 100 juta lebih. Kita enggak bisa tahu jumlah pastinya, apalagi HP (Paryanto) dibuang ke sungai oleh Tohari sehingga bukti mutasi tidak bisa terlihat,” ujar Nuning.
Keluarga menduga pembunuhan tersebut sudah direncanakan Slamet. Sama seperti korban-korban sebelumnya, kemungkinan Slamet melihat Paryanto mulai curiga karena uang tak kunjung berlipat meskipun sudah melakukan ritual sejak Juni 2022.
Penggemar barang antik
Dari penuturan Nuning, sosok Paryanto, pria kelahiran Jakarta tersebut, merupakan seorang pengoleksi benda antik, hewan langka, hingga penyalur batuan antik. Pekerjaan itu telah dilakoni Paryanto sejak umur 20-an tahun bisa menghasilkan transaksi hingga ratusan juta rupiah dalam sebulan.
Paryanto gemar membeli barang antik, mulai dari sepeda, sepeda motor, mobil, aksesori antik, hingga berbagai jenis hewan langka. Selain itu dia, juga menjadi penyalur batuan antik yang dipasarkan di Jakarta dan sekitarnya.
Seusai berpisah dengan istri pertamanya dan menikahi Nuning pada 2006 serta berpindah domisili di Sukabumi, Paryanto tetap melanjutkan usahanya sebagai penyalur batuan antik.
”Ia selalu rutin kembali ke Jakarta untuk mencari batuan kemudian dijual kembali ke rekannya yang menjadi penyalur besar. Kalau jualan biasanya (Paryanto) sudah punya kenalan untuk barangnya, kemudian langsung diberikan kepada penyalur utamanya,” kata Nuning.
Menurut anak kedua Paryanto, Salzabila Redho (22), ia diberi tahu rekan bisnis ayahnya bahwa bisnis mereka sedang menanjak. Bahkan, dalam empat bulan terakhir, uang yang diterima Paryanto menyentuh angka Rp 1 miliar lebih.
”Kemarin saya telpon teman kerja ayah (Paryanto) dan ngasih tahu soal kejadian ini. Dia kaget. Padahal bisnis mereka sedang bagus,” ucap Salzabila.
Hampir 20 tahun di Sukabumi. Paryanto kerap berpindah-pindah rumah sebanyak 6-7 kali. Dari segilintir informasi, Paryanto memang tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan warga di Sukabumi. Apalagi Paryanto sering bepergian ke Jakarta sehingga hanya berkomunikasi dengan warga samping atau depan rumahnya.
Di rumah pertama Paryanto, di Karangtengah, Sukabumi, sejumlah terangga mengenal Paryanto sebagai pebisnis jual-beli barang antik. Akan tetapi di rumah yang ditinggali Paryanto sejak 2006-2009, para tetangga tidak mengetahui pasti barang yang dibeli Paryanto. Hal serupa juga diungkapkan tetangga Paryanto di rumah lainnya.
”Kurang tahu, kami juga jarang berbincang hal lain, hanya saling sapa sebagai tetangga. Sepengetahuan saya, dia punya bisnis dan semua dijalankan di Jakarta,” ujar Sugiyatno, Tetangga sekaligus Ketua RT 001 RW 003 Kelurahan Karangtengah. Cibadak, Kabupaten Sukabumi.
Ayah (Paryanto) menjadi tulang punggung keluarga. Setiap bulan bisa kirim uang hingga puluhan juta untuk keluarga saja. (Salzabila)
Hal serupa juga diungkapkan Raymon (39) yang menjadi tetangga di rumah kontrakan terakhir Paryanto, di daerah Rambay, Cisaat. Di rumah kontrakan dengan sewa Rp 500.000 per bulan berukuran 5 x 3 meter tersebut, Paryanto sesekali berkomunikasi dengan salah satu tetangganya jika berpapasan di luar rumah.
Raymon mengenal Paryanto sebagai orang yang punya banyak relasi dengan artis dan politisi.
”Ia (Paryanto) kalau sudah diajak ngobrol, pasti akan terbuka. Ia pernah bilang sering mendapat kiriman uang dari rekan-rekannya tersebut,” kata Raymon (44), yang tinggal tepat di sebelah rumah Paryanto.
Banyak tanggungan
Sebagai pekerja dengan penghasilan besar menjadikan Paryanto menjadi tulang punggung semua anggota keluarganya. Selain tiga anak dan dua mantan istrinya, sejak dulu, ia membiayai kehidupan empat saudaranya serta anak dan cucu mereka.
Hal tersebut telah dilakukan Paryanto sejak dia memulai usaha menjadi penyalur batuan antik. ”Ayah (Paryanto) menjadi tulang punggung keluarga. Setiap bulan bisa kirim uang hingga puluhan juta untuk keluarga saja,” ujar Salzabila.
Meskipun telah berpisah rumah, Paryanto masih tetap memperhatikan keluarganya. Selain membiayai anak-anak serta dua mantan istrinya, Paryanto juga ikut membiayai ”teman hidup” barunya. Hal tersebut diungkapkan anak dan tetangga Paryanto.
”Ayah punya pacar di Bandung, wanita tersebut sering meminta uang kepada ayah. Dari hitungan bukti transferan, dalam sebulan bisa sampai Rp 30 juta,” ujar Salzabila.
Hal senada diungkapkan tetangga kontrakannya di Rambay, Raymon, yang sesekali berkomunikasi dengan Paryanto.
Bahkan, kepada Raymon, Paryanto mengaku belum bercerai dengan satu pun istrinya dan membiayai hidup mereka semua.
”Ia (Paryanto) pernah nunjukin foto istri-istri serta bukti transfer kepada mereka. Ia pernah bilang jumlah istri berjumlah tujuh orang dan semuanya akur. Dalam sebulan itu bisa puluhan juta yang dikirim kepada salah satu istri saja,” kata Raymon.
Ayah itu sudah sering kami beri tahu, penghasilan dari bisnisnya sudah lebih dari cukup, tapi mungkin karena manusia selalu ingin lebih, makanya ia lakukan hal ini terus-menerus. (Salzabila)
Kerap bermain dukun
Sebelum melakukan spiritual dengan Slamet, Paryanto telah melakukan hal serupa dengan orang lain. Bahkan ini juga menjadi alasan Nuning berpisah karena mulai kesal dengan Paryanto yang tidak pernah jera dengan praktik spiritual seperti itu.
”Sejak saya menikah dengannya (Paryanto), ketika berziarah ke beberapa daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, ia sudah melakukan ritual ini. Ia orangnya selalu penasaran, meskipun saya sudah melarang, tapi dia tetap melakukannya,” ucap Nuning.
Nuning juga tidak mengetahui pasti sejak kapan Paryanto melakukan praktik ini. Namun, sepengetahuannya, praktik dengan sejumlah uang, hingga dia kehilangan uang hingga ratusan juta per orang.
Praktik serupa juga terkuak karena Paryanto menceritakan hal ini kepada anak-anaknya. ”Ayah itu sudah sering kami beri tahu, penghasilan dari bisnisnya sudah lebih dari cukup, tapi mungkin karena manusia selalu ingin lebih, makanya ia lakukan hal ini terus-menerus,” kata Salzabila.