Duka Keluarga Paryanto, Korban Dukun Pengganda Uang di Banjarnegara
Jenazah Paryanto, korban pembunuhan seorang dukun pengganda uang di Banjarnegara, dijemput keluarga dan dikuburkan di Sukabumi.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
SUKABUMI, KOMPAS — Jenazah Paryanto (53), korban pembunuhan Mbah Slamet alias Tohari, dukun pengganda uang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, dijemput pihak keluarga. Keluarga menguburkan jasad laki-laki itu di kampung halamannya di Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (4/4/2023).
Seusai jenazah Paryanto ditemukan Senin (27/3/2023), pihak keluarga langsung mengupayakan agar jenazah Paryanto bisa dipulangkan ke Sukabumi. Anak dan mantan istri Paryanto turut menjemput ke Banjarnegara setelah proses otopsi dari kepolisian selesai.
Di rumah duka, mantan istri dan dua dari tiga anak Paryanto berkumpul seusai pemakaman pukul 09.00. Bertempat di rumah mantan mertua Paryanto, beberapa kerabat turut melayat di sana.
”Sudah seminggu jenazah korban (sejak ditemukan). Kami hanya ingin menguburkan dengan layak,” kata Iko Nurfikoh (55), mantan mertua Paryanto.
Anak bungsu Paryanto yang juga anak lelaki satu-satunya, Glidas Esa (15), yang masih duduk di bangku kelas IX SMP, tak bisa menyembunyikan rasa sedih dan kehilangan.
Salzabila Redho (22), anak kedua Paryanto, mengungkapkan, Glidas merupakan sosok yang paling dekat dengan Paryanto. Glidas juga kerap menemani Paryanto menemui Mbah Slamet di Banjarnegara.
”Ayah itu hanya dekat dengan anak-anaknya, terutama dengan Glidas. Makanya saat saya beri tahu ayah dalam ancaman, dia langsung berangkat ke Banjarnegara,” ujar Salzabila.
Kedekatan ini yang membuat Glidas memberanikan diri berangkat ke Banjarnegara dan membuat laporan di kepolisian. Kedekatan itu juga terlihat dari pengakuan Glidas kepada keluarga bahwa ayahnya selalu menceritakan tentang ritual yang dilakukan bersama Mbah Slamet.
Rasa kesal dan emosi tampak terpancar dari kerabat Paryanto lainnya. Mereka tidak habis pikir dengan perlakuan Mbah Slamet yang tega menghabisi nyawa Paryanto dengan cara dikubur dalam keadaan hidup.
”Ini sudah keterlaluan. Sudah seharusnya Tohari (Mbah Slamet) dihukum sesuai perbuatannya,” kata Teguh (21), kerabat mantan istri Paryanto yang menemani Glidas ke Banjarnegara.
Sosok yang tertutup
Menurut Salzabila, almarhum Paryanto jarang bergaul di masyarakat. Sehari-hari ayahnya menghabiskan waktu di kontrakannya di daerah Cisaat, Sukabumi.
”Sejak dulu ayah adalah orang yang tidak pernah bergaul, bahkan dengan tetangga. Apalagi sejak bercerai, ayah semakin menyendiri. Makanya, saya sering menyuruh Glidas untuk menemani ayah,” ucapnya.
Sudah sejak lama dia (Paryanto) juga kerap berpindah-pindah karena masalah ekonomi.
Iko mengamini bahwa mantan menantunya itu sosok yang tertutup, bahkan sejak dia menikahi putrinya, Nuning Tresna (36), pada 2006.
Iko mengenal Paryanto sebagai pengusaha batuan antik yang awalnya tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke Sukabumi saat mempersunting Nuning. ”Sudah sejak lama dia (Paryanto) juga kerap berpindah-pindah karena masalah ekonomi,” kata Iko.
Seusai bercerai pada 2019, Paryanto akhirnya kembali ke Jakarta, sembari terus berbisnis batuan antik. Namun, karena permintaan dari anak-anaknya, pada awal 2022, Paryanto kembali ke Sukabumi dan tinggal di sebuah rumah kontrakan.
Di rumah kontrakan tersebut, Paryanto kerap menghabiskan waktunya, sembari sesekali kembali ke Jakarta untuk bisnis batuan antiknya.