Komnas HAM: PTPN III Lakukan Pelanggaran HAM dalam Sengketa Lahan di Pematang Siantar
Komnas HAM simpulkan adanya pelanggaran HAM oleh PT Perkebunan Nusantara III terhadap warga Kampung Baru, Pematang Siantar, terkait okupasi lahan sengketa. PTPN III disebut menghilangkan mata pencarian dan tempat tinggal
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyimpulkan adanya pelanggaran HAM oleh PT Perkebunan Nusantara III terhadap warga Kampung Baru, Kota Pematang Siantar, terkait upaya okupasi lahan sengketa. PTPN III disebut melakukan okupasi secara sepihak, padahal sengketa masih berporses hukum. Warga juga kehilangan mata pencarian dan tempat tinggal.
”Mobilisasi aparat keamanan dalam jumlah besar dan patroli rutin yang disertai tindakan intimidasi dan kekerasan fisik merupakan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan hak untuk tidak diperlakukan secara tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia,” kata Komisioner Pengaduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hari Kurniawan, Jumat (21/4/2023).
Berdasarkan temuan faktual tersebut, Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM oleh PTPN III terhadap warga Kampung Baru terkait upaya okupasi lahan sengketa.
Hari menyebut, sebelum mengambil kesimpulan tersebut, Komnas HAM sudah menerima pengaduan, memantau situasi HAM, melakukan pendalaman keterangan, dan memantau kondisi lapangan. Komnas HAM juga meminta keterangan dari sejumlah pihak, baik secara langsung maupun melalui surat.
Dia mengatakan, PTPN III mengklaim lahan seluas 126,59 hektar di Kampung Baru, Kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, adalah hak guna usaha aktif badan usaha milik negara itu. Pihak perusahaan berupaya menguasai kembali lahan tersebut sejak Oktober 2022 setelah ditempati warga sejak 2004.
Pengambilan kembali lahan itu, kata Hari, dilakukan dengan okupasi lahan dan penggusuran warga dengan tawaran uang tali asih. Hal itu dilakukan dengan melibatkan aparat dari unsur TNI, Polri, dan organisasi kemasyarakatan. Komnas HAM juga menyoroti tindakan PT Perusahaan Listrik Negara yang memutus sambungan listrik di daerah itu secara sepihak.
”Ditemukan juga adanya tindakan intimidasi dan ancaman terhadap warga, baik verbal, melalui plang, dan surat perintah pengosongan. Tindakan lainnya seperti pematokan paksa dan patroli rutin aparat keamanan di permukiman warga,” ujarnya.
Tindakan kekerasan
Komnas HAM juga menemukan dugaan tindakan kekerasan terhadap warga, terutama pada perempuan yang mencoba menghalangi proses okupasi dan penggusuran. Kelompok rentan, terutama perempuan dan anak, mengalami trauma psikis karena melihat langsung mobilisasi aparat keamanan dan alat berat dalam merobohkan rumah dan merusak ladang mereka.
”Berdasarkan temuan faktual tersebut, Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM oleh PTPN III terhadap warga Kampung Baru terkait upaya okupasi lahan sengketa,” kata Hari.
Komnas HAM meminta Direksi PTPN III menghentikan segala bentuk okupasi di kawasan Kampung Baru. Komisi juga meminta perusahaan menghormati proses hukum sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sekretaris Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) Komter Sihaloho mengatakan, mereka belum menerima kesimpulan dari Komnas HAM tersebut. ”Kalau memang disimpulkan ada pelanggaran HAM, mudah-mudahan hal itu bisa menjadi kekuatan baru bagi kami dalam mempertahankan tanah kami,” ujar Komter.
Komter mengatakan, warga menggarap lahan seluas 129,59 hektar sejak HGU PTPN III di Kelurahan Gurilla tersebut habis pada 2004. Futasi pun menjadi organisasi persatuan warga yang menggarap lahan tersebut. Di lahan itu, warga bertani dan bermukim. Mereka juga sudah mempunyai KTP di alamat itu.
Hingga saat ini, kata Komter, masih ada sekitar 90 keluarga yang bertahan di lahan tersebut. Namun, mereka tidak bisa lagi bertani karena lahan pertanian mereka diambil alih oleh PTPN III. Sebagian warga pun memilih mengambil tali asih dari PTPN III dan rumahnya sudah dirobohkan.
Humas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Kebun Bangun Doni Manurung belum menjawab panggilan telepon dan pesan singkat yang dikirim Kompas terkait kesimpulan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM itu.
Sebelumnya, Doni mengatakan, lahan itu merupakan HGU aktif PTPN III tahun 2005-2029. Lahan itu merupakan bagian dari HGU kebun bangun seluas sekitar 700 hektar.
HGU itu awalnya berakhir pada Desember 2004. Menurut Doni, mereka sudah mengurus perpanjangan HGU tiga tahun sebelum berakhir dan kemudian terbit HGU baru tahun 2005-2029. Namun, sekitar 126 hektar di antaranya kemudian dikuasai oleh masyarakat penggarap.
Doni menyebut, mereka mengambil alih lahan tersebut untuk menyelamatkan aset perusahaan dan akan ditanami kembali dengan sawit.