Di Tengah Penolakan Warga, PTPN III Akan Tetap Tertibkan HGU di Pematang Siantar
PT Perkebunan Nusantara III menyebut akan tetap menertibkan lahan HGU-nya di Kota Pematang Siantar dengan upaya hukum atau pengusiran secara paksa. Ratusan keluarga yang menggarap lahan selama 18 tahun tetap bertahan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
PEMATANG SIANTAR, KOMPAS — PT Perkebunan Nusantara III menyebut akan tetap melakukan penertiban lahan hak guna usaha (HGU) mereka di Kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Ratusan keluarga yang menggarap dan hidup dari lahan itu selama 18 tahun menolak meninggalkan lahan.
”Kami mempertimbangkan beberapa langkah jika masyarakat tidak mau meninggalkan HGU kami, padahal kami juga memberikan tali asih. Bisa jadi, kami lakukan upaya mengusir secara paksa atau dengan upaya hukum,” kata Humas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Kebun Bangun Doni Manurung, Senin (28/11/2022).
Doni mengatakan, lahan itu merupakan HGU aktif PTPN III tahun 2005- 2029. HGU kebun Bangun seluas sekitar 700 hektar awalnya berakhir pada Desember 2004. Menurut Doni, mereka sudah mengurus perpanjangan HGU tiga tahun sebelum berakhir dan kemudian terbit HGU baru tahun 2005-2029. Namun, sekitar 126 hektar di antaranya kemudian dikuasai oleh masyarakat penggarap.
Sebagian area yang digarap itu pun telah dimanfaatkan untuk pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan jalan lingkar luar kota sehingga saat ini tersisa sekitar 66 hektar. Doni menyebut, mereka akan mengambil alih lahan tersebut untuk menyelamatkan aset perusahaan dan akan ditanami kembali dengan sawit.
Doni mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir ini, mereka membangun dialog dengan masyarakat agar penertiban lahan bisa berjalan dengan lancar. Perusahaan pun menyiapkan uang tali asih kepada masyarakat penggarap, total Rp 5 miliar.
Sebanyak 60 rumah pun sudah dirobohkan dari area itu yang sebagian dibongkar sendiri oleh masyarakat penggarap yang sudah menerima tali asih. Namun, masyarakat lainnya masih menduduki lahan dan menolak menerima uang tali asih.
Sekretaris Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) Komter Sihaloho mengatakan, sebanyak 170 keluarga masih menduduki lahan tersebut dan menolak menerima uang tali asih dari perusahaan. Sebanyak 95 di antaranya mempunyai rumah di area itu dan selebihnya berladang. ”Kami akan berjuang terus mempertahankan lahan yang sudah 18 tahun menghidupi kami. Kami sudah punya KTP di alamat ini, dan semua administrasi kami menggunakan alamat ini,” kata Komter.
Futasi yang merupakan perkumpulan masyarakat penggarap lahan tersebut juga berunjuk rasa ke Kantor Wali Kota dan DPRD Pematang Siantar, Senin. Namun, wali kota tidak menerima mereka. Sementara dari DPRD menyebut, mereka menerima laporan dari masyarakat dan akan membicarakannya dalam rapat di DPRD.
Komter menyebut, sepengetahuan mereka, lahan PTPN III di Kelurahan Gurilla berakhir HGU-nya pada 2004. Sejak saat ini, masyarakat menggarap lahan tersebut karena PTPN III pun tidak mengusahakan lagi lahan itu. Ia menyebut, pernah pada tahun 2010 terjadi konflik dengan perusahaan. ”Namun, karena perusahaan tidak bisa menunjukkan perpanjangan HGU-nya, konflik itu berhenti,” kata Komter.
Komter menyebut, dalam sebulan terakhir ini hampir setiap hari petugas dari PTPN III membawa belasan alat berat berupa ekskavator untuk merobohkan rumah dan merusak tanaman warga. Beberapa rumah di antaranya roboh, tetapi yang lain tidak bisa dirobohkan karena alat berat yang petugas gunakan dihadang warga. Beberapa kali terjadi aksi saling dorong antara petugas dan masyarakat.
Komter menyebut, masyarakat sangat trauma melihat aksi perusakan rumah dan tanaman mereka. Mereka selama ini hidup dari hasil pertanian, seperti menanam jagung, ubi, dan serai. Mereka juga sudah memanen hasil dari tanaman keras, seperti durian, pinang, dan avokad.