Menteri Bintang: Pencegahan Kekerasan pada Anak Tanggung Jawab Bersama
Pengasuhan dalam keluarga perlu ditingkatkan kualitasnya demi mencegah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Tak hanya keluarga, perlindungan anak dan perempuan juga menjadi tanggung jawab bersama.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Perlindungan anak dan perempuan menjadi tanggung jawab bersama, baik keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat maupun pemerintah. Penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tidak cukup diselesaikan di hilir, tapi juga dari hulu. Selain itu, upaya pencegahan kekerasan juga perlu digiatkan lewat peningkatan kualitas pengasuhan dalam keluarga.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion bertema ”Upaya Perlindungan Khusus Anak yang Berhadapan dengan Hukum” yang diinisiasi wartawan senior Andy F Noya dan dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati di White House De Noyas di Banyumas. Pemerintah pun menggencarkan pembentukan pusat pembelajaran keluarga yang disingkat Puspaga. Puspaga Banyumas diresmikan pada Sabtu (15/4/2023) ini dan merupakan Puspaga ke 258 se-Indonesia.
”Pencegahan akan menjadi penting supaya di hilirnya bisa kita minimalisasi. Puspaga adalah pusat pembelajaran keluarga untuk melakukan konsultasi keluarga untuk mencegah isu-isu kekerasan yang menimpa anak-anak kita,” kata Bintang di Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.
Dalam diskusi itu, Bintang dan sejumlah narasumber hadir memberikan pandangan, masukan, dan gagasan untuk membahas isu tersebut. ”Kasus yang terungkap meningkat ini tidak terlepas daripada: satu, masyarakat yang sudah berani bicara. Kedua, sudah tidak menganggap aib lagi kasus-kasus itu. Yang ketiga ini tidak terlepas dari dampak media sosial,” kata Bintang.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar menyampaikan, dari 79 juta anak di Indonesia, 4,76 persen anak tidak diasuh oleh orangtuanya. ”Setiap anak berhak diasuh orangtuanya. Tetapi faktanya 4,76 persen anak di Indonesia tidak diasuh kedua orangtuanya,” kata Nahar.
Nahar menyebutkan, bukan berarti mereka yang tidak diasuh orangtuanya memiliki masalah, melainkan anak-anak yang diasuh oleh orangtuanya pun memilik masalah. Berdasarkan data, anak yang berkonflik dengan hukum itu ada 5.237 (pelaku), anak korban tindak pidana ada 4.980 anak, dan 4.243 anak menjadi saksi.
Ada siswa SMP di Manado itu meninggal setelah dihukum keliling lapangan karena terlambat masuk sekolah. Keliling lapangannya 20 kali. Bagaimana sekolah justru mendidik bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak-anak kita. ( Retno Listyarti)
Pemerhati Anak Retno Listyarti menyampaikan kritiknya terhadap sekolah dan pendidik yang memberikan hukuman berupa kekerasan yang tidak ada unsur mendidiknya sama sekali. Misalnya ada kasus seorang anak lupa tidak membawa kompos, tapi justru dihukum untuk menjilat WC. Sang anak pun menjadi trauma untuk berangkat sekolah. Ada juga hukuman fisik yang justru membuat anak didik lumpuh, bahkan meninggal.
”Ada siswa SMP di Manado itu meninggal setelah dihukum keliling lapangan karena terlambat masuk sekolah. Keliling lapangannya 20 kali. Bagaimana sekolah justru mendidik bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak-anak kita,” kata Retno.
Dalam diskusi tersebut, juga dibahas nasib seorang siswi SMP di Banyumas yang diperkosa sejumlah orang lansia. Kemudian karena kini hamil 6 bulan, maka tidak lagi masuk sekolah. Sang anak ingin tetap sekolah, tapi justru disodorkan surat pengunduran diri. Sang anak pun mengikuti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat untuk melanjutkan studinya. Bupati Banyumas Achmad Husein yang juga hadir dalam diskusi itu memastikan sang anak tersebut tetap bisa sekolah. Tidak harus di sekolah yang lama, tapi bisa di sekolah yang berbeda asal dekat dengan rumahnya.
Andy F Noya menyampaikan, berdasarkan pengalamannya mengasuh tiga anak, pelukan kepada anak-anak ternyata bisa membuat anak merasa dikasihi dan berkembang dengan lebih baik. Atas pengalaman itu, Menteri Bintang juga menegaskan agar orangtua di rumah tidak hanya memeluk anak-anaknya, tetapi juga sering mengecup serta mengelus anak-anaknya supaya tercipta bonding atau ikatan yang kuat antaranak dan orangtua demi masa depan anak yang lebih baik.