Mursil merupakan eks Bupati Aceh Tamiang, tetapi kasus yang menjeratnya terjadi pada 2009 saat dia masih menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional Aceh.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022, Mursil telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penguasaan tanah negara secara ilegal. Mursil diduga terlibat dalam kasus itu karena mengeluarkan sertifikat dan sejumlah dokumen tidak sesuai prosedur.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis dihubungi pada Kamis (13/4/2023) mengatakan, proses hukum berlangsung secara bertahap. ”Saat ini baru tahapan penetapan tersangka,” kata Ali.
Mursil merupakan eks Bupati Aceh Tamiang, tetapi kasus yang menjeratnya terjadi pada 2009 saat dia masih menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Tamiang. Sebagai pengambil kebijakan di BPN Aceh, Mursil diduga telah keliru mengeluarkan sertifikat dan dokumen atas tanah negara kepada pengusul atau pribadi.
Selain Mursil, penyidik juga menetapkan dua tersangka lain, yakni TR dan TY. Penyidik masih mendalami keterlibatan masing-masing tersangka sehingga ketiganya belum ditahan.
Penetapan tersangka dilakukan seusai beberapa kali sekelompok mahasiswa melakukan aksi di depan kantor Kejati Aceh. Mereka mendesak agar kasus itu ditangani cepat.
Kasus ini bermula saat Mursil mengeluarkan sertifikat kepemilikan tanah kepada TR. Padahal, tanah yang diajukan sertifikat oleh TR merupakan tanah negara. Tidak lama setelah sertifikat itu keluar, tanah tersebut ditetapkan sebagai lokasi pembangunan markas Komando Distrik Militer (Kodim) Aceh Tamiang.
Namun, karena tanah itu telah berpindah kepemilikan, Pemerintah Aceh Tamiang harus membayar ganti rugi kepada penguasa tanah sekitar Rp 64 miliar. Pemerintah jelas mengalami kerugian karena membayar tanah milik negara.
Ali menjelaskan, TR merupakan penerima ganti rugi, sedangkan TY berperan sebagai pihak yang bermusyawarah dengan panitia pengadaan tanah. Aliran dana dari kasus itu masih ditelusuri.
Ketua Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi Mahmud Padang mengatakan, langkah Kejati Aceh menetapkan tersangka sudah tepat mengingat kasus itu telah bergulir cukup lama. ”Kami apresiasi terhadap penetapan tersangka. Kami berharap mafia tanah harus diberantas,” kata Mahmud.
Mahmud menambahkan mereka akan terus mengawal proses hukum kasus itu sampai tuntas. Menurut Mahmud nilai kerugian negara cukup besar.
”Kami berharap tersangka segera ditahan agar tidak melarikan diri,” kata Mahmud.
Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh (GeRAK) Aceh Askhalani mengatakan, sebaiknya para tersangka langsung ditahan agar tidak ada potensi menghilangkan barang bukti.
Menurut Askalani, kasus korupsi tersebut termasuk kejahatan luar biasa karena tanah negara dikuasai secara pribadi kemudian dijual kembali kepada negara. Selain nilai kerugian yang besar aktornya merupakan pejabat negara.
Askalani mengatakan, patut diduga para tersangka memang sejak awal telah melakukan mufakat jahat. Askalani juga mendesak penyidik menelusuri aliran dana dan aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus itu.
Mafia tanah harus kita hajar sampai habis.
Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto saat melakukan kunjungan ke Palembang, Sumatera Selatan, mengatakan, ulah mafia tanah dapat menghalangi upaya pemerintah untuk melakukan pendataan bidang tanah menuju Indonesia lengkap. Karena itu, komitmen bersama dari semua pihak sangat dibutuhkan guna memberantas mafia tanah yang masih merajalela.
”Mafia tanah harus kita hajar sampai habis,” kata Hadi, Kompas.id (Rabu, 12/4/2023).