Meski Tertutup, Dukun Pengganda Uang Dikenal Ramah dan Suka Ganti Mobil
Di mata tetangga, Slamet Tohari dukun pengganda uang sekaligus pembunuh berantai, dikenal jarang kelihatan, tertutup, tapi ramah. Mereka kaget saat mengetahui Slamet jadi tersangka kasus pembunuhan berencana 12 korban.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Sejumlah truk pengangkut sayur parkir berderet di tepi jalan raya Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (3/4/2023) siang. Di jalan yang merupakan penghubung antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Pekalongan itu, warga berkumpul di pinggir jalan. Mereka ramai mempergunjingkan Mbah Slamet alias Tohari, dukun pengganda uang yang diduga membunuh setidaknya 12 warga dari luar desa.
”Cilikane (saat kecil dia) mbejing. Mbejing itu nakal. Saya kelas 1 SD dan dia kelas 3 SD,” kata Mahmudin (43), tetangga Tohari di Desa Balun. Meski sinar mentari tengah hari cukup terik menyilaukan mata, kebanyakan warga mengenakan jaket karena desa yang berada di ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut itu berhawa dingin.
Menurut Mahmudin, yang juga pemilik warung dan penjual bensin di Desa Balun itu, Slamet Tohari dikenal tertutup kepada warga. Namun meski ia jarang kelihatan, orangnya ramah. ”Dia itu jarang kelihatan di sini. Kadang sebulan atau dua bulan baru kelihatan. Kalau beli bensin dan rokok di sini di atas pukul 21.00. Dengan teman-teman, dia orangnya enakan. Kadang ngasih rokok atau uang,” papar dia.
Maman (55), tetangga yang lain yang sudah tinggal di Desa Balun belasan tahun, juga mengenal Slamet Tohari sebagai sosok yang murah hati atau dalam bahasa Jawa dikenal nyah-nyoh (mudah memberi sesuatu). Bahkan kepada sesama temannya yang suka minuman beralkohol atau karaoke, Tohari sesekali mentraktirnya. ”Yang suka minum ya dikasih minum. Pernah juga menanggap lengger, dia yang ngebosin,” kata Maman. Ia juga menyebutkan bahwa Tohari sering berganti mobil.
Ketika ditanya mengenai pekerjaan Slamet Tohari, warga menyebutkan memang banyak tamu dari luar kota yang menyebutnya sebagai dukun pengganda uang. Kepada tamu tersebut, warga menyebutnya sebagai pasien Mbah Slamet. Meski demikian, warga sekitar justru tidak memercayai sama sekali kemampuan Slamet untuk menggandakan uang itu.
”Kalau soal menipu uang, sudah dengar dari dulu, tapi kami tidak bisa apa-apa. Kami kaget kalau ada kasus pembunuhan,” kata Mahmudin.
Kalau soal menipu uang, sudah dengar dari dulu, tapi kami tidak bisa apa-apa. Kami kaget kalau ada kasus pembunuhan. (Mahmudin)
Hal itu sejalan dengan keterangan Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Hendri Yulianto yang mengatakan, Slamet Tohari pernah menjadi residivis kasus uang palsu di Pekalongan pada 2019. Namun, Hendri tidak menyampaikan berapa nominal uang palsu yang ditemukan.
Maman mengisahkan pula bahwa pernah ada tamu yang datang ke desa itu untuk menagih janji Mbah Slamet, tapi tidak juga membuahkan hasil. Ada juga yang pernah cerita mau dibunuh. ”Ada tamu dari Blora nangis-nangis. Juga ada tamu dua orang cerita bahwa mau dibunuh Tohari. Mereka kehabisan uang dan minta tolong diantar pulang dan nanti dibayar kalau sudah sampai rumah,” katanya.
Seneh (49), istri Slamet Tohari, mengatakan, dirinya sudah menikah dengan Tohari selama 25 hari dan dikaruniai 2 anak. Namun, ia mengaku tidak tahu-menahu apa saja yang dilakukan suaminya terkait penggandaan uang. ”Pekerjaan Bapak itu serabutanlah. Tidak jelas. Saya tidak tahu (dukun) itu. Memang ada tamu berkunjung, tapi kalau sudah saya buatkan minum, lalu ngobrol dengan Bapak,” kata Seneh saat ditemui di rumahnya di RT 017 RW 004.
Di rumah Slamet yang berdinding beton bertingkat dua itu, terdapat satu bangunan terpisah berukuran 2 meter x 3 meter di sisi depan. Bangunan bercat biru dan putih ini, menurut Seneh, biasa dipakai suaminya untuk berbincang dengan tamunya. ”Di sana paling sebentar, lalu kembali lagi ke ruang tamu untuk ngobrol,” katanya.
Seneh mengaku, setahun terakhir, suaminya jarang pulang karena diduga selingkuh dengan perempuan lain. Menurut Seneh, dirinya juga kadang kala mengalami kekerasan dari suaminya. ”Ya cuma malu wong suaminya jadi pembunuh, tapi ya malu-malu bagaimana karena saya sendiri memang kurang tahu bagaimananya,” kata Seneh.
Seperti diberitakan sebelumnya, tersangka Slamet Tohari mengaku sebagai dukun pengganda uang dan mempromosikan dirinya di media sosial Facebook lewat bantuan Budi Santoso (33). Korban antara lain dijanjikan bisa mendapatkan penggandaan uang dari Rp 70 juta menjadi Rp 5 miliar.
Para korban yang terus menagih kemudian dibunuh dengan cara diracun lewat minuman yang dicampur potas. Korban lalu dikuburkan di kebun singkong milik tersangka yang terletak di areal perkebunan yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari permukiman warga. Dari pusat kota Banjarnegara, jarak lokasi pembunuhan itu sekitar 31 kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu 1 jam.
Untuk mencapai lokasi perkebunan ini, warga harus melalui jalan yang berkelok menanjak. Setelah melewati permukiman, warga kemudian melintasi areal kuburan desa, tebing, dan jurang. Di salah satu tikungan, terdapat jalan setapak menuju kebun singkong. Jalan itu masih bisa dilewati motor. Dari jalan raya, jarak masuk ke lokasi tempat menguburkan 12 jenazah sekitar 500 meter.
Slamet mengatakan, dirinya mengajak korbannya untuk melakukan ritual di tengah kebun sekitar pukul 20.00. Namun, mereka berangkat ke lokasi sejak pukul 16.00 dengan menggunakan sepeda motor.
Gustam (38), salah satu petani kubis yang lahannya berdekatan dengan lokasi penguburan jenazah, mengaku kaget dan tidak tahu bahwa di sana terdapat banyak kuburan. ”Tidak nyangka kok di sini ada kuburan. Saya tahu ada gundukan karena saya sering kencing di sana. Kalau di sini kan terbuka, di sana kan agak gelap. Memang ada gundukan tanah, tapi tidak tahunya ada orangnya di dalam,” kata Gustam.
Kepala Desa Balun Mahbudiono, yang telah menjabat sebagai kades selama dua periode ini, menyebutkan, tersangka jarang bergaul dengan masyarakat sekitar dan juga dikenal sebagai orang yang tertutup. ”Selama ini yang datang ke tempat Tohari itu kan bukan orang desa ini. Tetangga atau warga sekitar tidak kenal,” kata Mahbudiono, Kamis (6/3/2023).
Warga yang melihat kedatangan tamu itu juga bingung mau ngomong apa dan cuek-cuek saja. ”Tidak tahu kepentingannya mau apa karena tidak kenal. Tamu paling datang terus pulang, orang tidak tanya kepentingannya apa. Seandainya ditanya pun tamunya tidak akan jujur mau menggandakan uang,” kata Mahbudiono, Kamis (6/3/2023).
Dengan kejadian ini, Mahbudiono berharap warga lebih memperhatikan satu sama lain sehingga kontrol sosial terbangun.
Camat Wanasaya Sri Wahjuni menyampaikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan para perangkat desa agar lebih memperhatikan orang luar yang berkunjung ke desa. ”Karena selama ini memang desa ini jadi tempat transit jual beli sayuran. Jadi orang dari mana pun itu memang banyak. Ini pusatnya sayuran sehingga banyak tengkulak. Jadi memang kami susah juga, orang yang sudah merapat di sini berapa hari. Ini ke depan mungkin jadi koreksi saya akan menertibkan lagi pemerintah desa,” kata Sri.