Dua Warga Tewas Tersambar Petir di Cirebon, Waspadai Cuaca Ekstrem
Dua warga tewas dan dua orang lainnya menderita luka berat setelah tersambar petir di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (1/4/2023). Masyarakat perlu waspada seiring adanya cuaca ekstrem.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Dua warga tewas dan dua orang lainnya menderita luka berat setelah tersambar petir di lokasi berbeda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (1/4/2023). Masyarakat perlu waspada karena sambaran petir masih mengancam seiring cuaca ekstrem.
Berdasarkan data yang dihimpun, petir menyambar sebuah warung Empal Gentong di pinggir jalur pantai utara, Desa Klangenan, Kecamatan Klangenan, sekitar pukul 13.00. Bangunan semipermanen berdinding bambu itu berada di bawah pohon. Saat kejadian, hujan deras mendera.
Kepala Kepolisian Sektor Klangenan Ajun Komisaris Ade Subandi mengatakan, sambaran petir itu diduga menewaskan pemilik warung, Kholifah (45), warga Desa Panembahan, Kecamatan Plered. Petugas telah membawa korban ke Rumah Sakit Daerah Gunung Jati, Kota Cirebon.
Dua warga yang sedang berada di warung juga menderita luka berat. Mereka adalah Ahmad Halim (44), warga Desa Bodesari, Kecamatan Plumbon; serta Adi Kurniawan (33), warga Kesambi, Kota Cirebon. ”Keduanya dibawa ke RS Mitra Plumbon untuk ditangani,” ucap Ade.
Video pasca-kejadian itu sempat tersebar di media sosial. Dalam video berdurasi 13 detik itu, tampak jasad Kholifah terkapar kaku di pinggir jalan, tepat di depan warungnya. Sejumlah pengendara sepeda motor dan warga terlihat menepi. Polisi pun mengatur arus lalu lintas.
Sekitar 5 kilometer dari tempat kejadian, seorang warga juga diduga meninggal dunia karena tersambar petir di area persawahan Desa Winong, Kecamatan Gempol, sekitar pukul 13.00. Warga menemukan jenazah pria yang belum diketahui identitasnya itu terbujur kaku di sawah.
”Saat kejadian, korban lagi ngambil bekas panen padi. Kami juga belum tahu identitas korban,” ucap Kepala Polsek Gempol Komisaris Munawan. Pihaknya telah mengevakuasi korban ke RSUD Arjawinangun dan telah menginformasikan kepada aparat di sejumlah desa di Gempol.
Ahmad Faa Izyin, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati, mengatakan, wilayah Cirebon saat ini memasuki masa pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke kemarau. ”Potensi cuaca ekstrem pun akan meningkat,” katanya.
Cuaca ekstrem, lanjutnya, ditandai dengan petir, hujan deras tiba-tiba, angin kencang, serta puting beliung. Berdasarkan data BMKG Stasiun Klimatologi Jabar, hujan disertai kilat dan petir berpotensi terjadi di wilayah Cirebon dan sekitarnya pada Sabtu hingga Senin (3/4/2023) mendatang.
Hujan kerap berlangsung merata di wilayah Cirebon pada siang hingga malam hari. Pihaknya mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap cuaca ekstrem yang masih berlanjut hingga Mei. ”Masa peralihan diperkirakan bulan April dan awal masuk kemarau bulan Mei,” ujarnya.
Ahmad meminta warga mengantisipasi dampak cuaca ekstrem, terutama petir. Ketika mendengar guntur, misalnya, warga harus segera masuk dalam ruangan atau mobil. ”Jika berada di kolam renang, segeralah naik dan menjauh karena petir dapat menghantarkan energi ke air,” katanya.
Jika berada di luar ruangan atau jalan, pengendara sebaiknya menghindari berlindung di bawah pohon karena pohon yang tersambar petir bisa mengalirkan energi ke tubuh. Warga juga harus menjauhi tiang listrik, menara, atau sesuatu yang tinggi dan mudah tersambar petir.
Pengendara sepeda motor juga sebaiknya mencari ruangan untuk berlindung saat terjadi cuaca ekstrem. Ketika berteduh, warga pun harus mengatur jarak 3-5 meter. ”Jangan berada di sawah, lapangan, atau taman karena petir mencari tanah untuk melepaskan energinya,” ucapnya.
Sambaran petir yang menewaskan warga di Cirebon sudah terjadi beberapa kali. Pada awal Maret 2019 lalu, dua warga Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, meninggal dunia karena tersambar petir saat menggembala kerbau. Keduanya pun sempat terpental beberapa meter.