Penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo, Polisi Sebut Ada Salah Laporan
Peristiwa penutupan patung Bunda Maria dengan terpal di sebuah rumah doa di Kabupaten Kulon Progo, DIY, ramai dibicarakan di media sosial. Polisi menyebut, ada kesalahan laporan terkait peristiwa itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
WATES, KOMPAS — Peristiwa penutupan patung Bunda Maria dengan terpal di sebuah rumah doa di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, ramai dibicarakan di media sosial. Berbeda dengan informasi yang beredar, polisi menyebut penutupan itu dilakukan keluarga pemilik rumah doa tanpa adanya paksaan. Polisi juga menyampaikan, ada kesalahan laporan terkait peristiwa itu.
Patung Bunda Maria yang ditutup terpal itu berlokasi di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yacobus di Dusun Degolan, Desa Bumirejo, Kecamatan Lendah, Kulon Progo. Penutupan itu disebut terjadi pada Rabu (22/3/2023).
Kepala Polres Kulon Progo Ajun Komisaris Besar Muharomah Fajarini mengatakan, rumah doa tersebut baru selesai dibangun Desember 2022. Dia menyebut, pihak keluarga yang membangun rumah doa itu baru bersiap melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah desa, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat.
Di tengah kondisi itu, Fajarini menuturkan, pemilik rumah doa menyampaikan kepada adik kandungnya untuk menutup sementara patung Bunda Maria tersebut dengan terpal. Sehari-hari, pemilik rumah doa itu berdomisili di Jakarta, sedangkan sang adik tinggal di Kulon Progo.
”Inisiatif menutup menggunakan terpal tersebut adalah murni dari pemilik rumah doa dan yang melakukan penutupan adalah keluarga, dalam hal ini adik kandung pemilik rumah doa,” kata Fajarini di Markas Polres Kulon Progo, Kamis (23/3/2023) malam.
Fajarini memaparkan, pihak yang memesan terpal untuk penutupan itu adalah pemilik rumah doa yang berdomisili di Jakarta. Terpal tersebut kemudian dikirim ke Yogyakarta menggunakan kereta api.
Terkait informasi yang menyebut penutupan patung Bunda Maria itu dilakukan sebagai tindak lanjut kedatangan organisasi kemasyarakatan (ormas), Fajarini menyatakan, informasi tersebut merupakan kesalahpahaman. Dia menambahkan, hal itu terjadi karena ketidakpahaman anggota kepolisian yang menulis laporan.
”Terhadap berita yang beredar, itu adalah kesalahpahaman, gagal paham dari anggota kami yang menulis laporan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Fajarini pun meminta maaf atas kesalahan anggotanya tersebut. Polres Kulon Progo juga akan melakukan penyelidikan terkait dugaan kesalahan anggota kepolisian itu.
”Kami mohon maaf, anggota salah menulis narasi sehingga seolah-olah penutupan itu karena tekanan dari ormas. Padahal, tidak ada tekanan,” tuturnya.
Sampaikan masukan
Meski begitu, Fajarini mengakui, beberapa waktu sebelummya, pernah ada orang yang mendatangi rumah doa tersebut dan mengaku sebagai anggota ormas. Namun, orang itu disebut hanya menyampaikan masukan warga terkait keberadaan patung Bunda Maria di sana.
”Ada orang yang hadir di sana mengaku dari ormas, tapi menyampaikan masukan warga. Tidak ada tekanan-tekanan kemudian memaksa untuk menutup patung Bunda Maria tersebut, apalagi dengan menggunakan terpal,” paparnya.
Fajarini mengatakan, setelah terjadinya peristiwa tersebut, kondisi lingkungan di sekitar rumah doa itu kondusif. Meski begitu, polisi terus berpatroli di wilayah tersebut.
”Kami imbau warga yang telah mengetahui viralnya pemberitaan ini, kami mohon untuk tidak terprovokasi. Mari kita jaga toleransi dan moderasi beragama, khususnya di Kulon Progo,” katanya.
Terhadap berita yang beredar, itu adalah kesalahpahaman, gagal paham dari anggota kami yang menulis laporan. (Ajun Komisaris Besar Muharomah Fajarini)
Perwakilan keluarga pemilik rumah doa, Sutarno, mengatakan, penutupan patung Bunda Maria itu dilakukan dirinya pada Rabu lalu sekitar pukul 09.00. Dia menyebut, penutupan itu dilakukan atas inisiatif kakaknya selaku pemilik rumah doa.
”Pada Rabu jam 09.00 lebih, saya menutup patung Bunda Maria di rumah doa. Ini atas inisiatif kakak saya,” kata Sutarno di Markas Polres Kulon Progo.
Sutarno memaparkan, penutupan itu akan dilakukan dalam jangka waktu satu bulan. Hal ini dilakukan karena pihak keluarga masih menyelesaikan urusan administrasi pembangunan rumah doa.
”Ditutup jangka waktu kurang lebih satu bulan untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Tidak ada unsur paksaan dari mana pun,” ungkap Sutarno.