Mantan Wali Kota Kendari Diperiksa sebagai Saksi Kasus Suap Perizinan
Mantan Wali Kota Kendari 2017-2022 Sulkarnain Kadir diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap perizinan gerai ritel modern. Kasus ini telah menyeret Sekda Kendari dan seorang staf ahli di Pemkot Kendari sebagai tersangka.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Kantor Kejati Sultra, di Kendari, Kamis (17/6/2021).
KENDARI, KOMPAS — Mantan Wali Kota Kendari 2017-2022 Sulkarnain Kadir diperiksa dalam kasus suap perizinan gerai ritel modern. Sulkarnain memenuhi panggilan setelah tidak hadir pada panggilan pertama. Kasus ini telah menyeret Sekretaris Daerah Kendari Ridwansyah Taridala dan seorang staf ahli di Pemkot Kendari sebagai tersangka.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra Dody pada Kamis (16/3/2023) petang menuturkan, Sulkarnain diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Wali Kota Kendari 2017-2022. Hal itu untuk menelusuri kasus suap yang telah menjerat dua orang sebelumnya.
”Beliau tiba pukul 09.30 Wita dan langsung diperiksa. Kami sebelumnya memanggil pada Senin (13/3/2023), tetapi baru hadir pada panggilan kedua ini,” kata Dody saat dihubungi dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada Kamis petang, Sulkarnain selesai menjalani pemeriksaan. Menurut Dody, penyidik mencecar dengan 35 pertanyaan, utamanya terkait kasus suap dan gratifikasi izin gerai ritel modern di Kendari. ”Status SK masih sebagai saksi. Untuk pemeriksaan hari ini telah selesai dan akan kembali dilanjutkan pemeriksaan pada Senin (27/3/2023). Total ada sembilan saksi yang telah diperiksa dalam kasus ini,” tambahnya.
Sebelumnya, pada Senin (13/3/2023), Kejati Sultra menetapkan dua tersangka kasus dugaan suap perizinan pembukaan gerai ritel modern PT Midi Utama Indonesia (MUI). Perusahaan ini pemegang lisensi gerai Alfa Midi dan sejumlah gerai dengan nama lokal, yaitu Anoa Mart.
Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Sekretaris Daerah Kendari Ridwansyah Taridala dan seorang staf Tim Percepatan Pembangunan Kota Kota Kendari Syarif Maulana. Keduanya ditersangkakan dengan dugaan suap dan penerimaan gratifikasi. Keduanya juga telah ditahan. Belum ada pihak pemberi suap yang ditetapkan sebagai tersangka.
Dody melanjutkan, saat ini penyidik masih fokus pada pihak yang diduga menerima suap dan gratifikasi. “Semuanya masih dalam proses dan penyidikan. Tentu tidak menutup kemungkinan jika ada pihak lain yang terlibat, akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” katanya.
Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sultra Sugianto Migano menjelaskan, perkara ini diketahui bermula saat PT Midi Utama Indonesia Sultra mengajukan izin pembangunan gerai Alfa Midi di Kendari, Maret 2021. Saat itu, pihak perusahaan bertemu beberapa pihak dari Pemkot Kendari untuk mengurus perizinan.
UTHA UNTUK KOMPAS
Sekretaris Daerah Kota Kendari Ridwansyah Taridala (belakang) dan staf Tim Percepatan Pembangunan Kota Kendari Syarif Maulana (depan) ditahan Kejati Sultra, Senin (13/3/2023).
Menurut Sugianto, sebelum pengurusan izin berlanjut, pihak perusahaan bertemu dengan pejabat Pemkot Kendari, yaitu SK (Sulkarnain Kadir) selaku Wali Kota saat itu dan SM (Syarif Maulana) sebagai staf ahli. Dalam pertemuan tersebut, salah satu pihak sengaja menyalahgunakan kewenangan dengan menunjuk SM untuk membuat regulasi yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Yang kami temukan ada tindakan untuk melakukan pemerasan, di mana jika tidak dibantu memberikan dana CSR Kampung Warna-Warni Bungkutoko, maka perizinannnya akan dihambat. Karena hal tersebut, pihak PT MUI terpaksa memenuhi keinginan pihak tersebut,” kata Sugiatno, dalam rilis di Kejati Sultra, Senin (13/3).
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, oknum pejabat Pemkot Kendari ini lalu meminta ke perusahaan untuk menyiapkan enam lokasi gerai ritel modern dengan nama lokal. Di gerai ini, sejumlah pihak tersebut mendapat pembagian keuntungan rutin.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra Seyawan Nur Chaliq menambahkan, penyalahgunaan wewenang lalu berlanjut setelah Syarif dan Ridwansyah Taridala, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bappeda Kendari, membuat rencana anggaran fiktif pembangunan kampung warna-warni Petoaha. Rencana tersebut diajukan ke perusahaan dengan anggaran Rp 721 juta.
SAIFUL RIJAL YUNUS
Wali Kota Kendari (2017-2022) Sulkarnain Kadir saat ditemui di kediamannya, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (22/6/2020).
“Padahal pembangunan itu telah dianggarkan di APBD Kendari, tapi diajukan lagi ke PT MUI. Karena itu, kedua pihak, yaitu RT dan SM, ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 11 dan 12 UU Tindak Pidana Korupsi,” urainya.
Baron Harahap, kuasa hukum Sulkarnain Kadir, mengungkapkan, kliennya mematuhi semua proses hukum yang berlaku dan memenuhi panggilan pihak kejaksaan. Kliennya tidak menghadiri panggilan pertama karena sedang berada di luar kota menjalani studi.
Terkait pemeriksaan hari ini, ia melanjutkan, pertanyaan penyidik lebih banyak bersifat umum dan belum menyentuh pokok materi kasus. Pertanyaan lebih banyak terkait tugas pokok dan fungsi wali kota hingga penyusunan anggaran di APBD.
Yang jelas, klien kami siap mengikuti proses hukum yang ada, termasuk pemeriksaan lanjutan yang dijadwalkan beberapa hari ke depan.
"Kalau terkait kasus suap dan gratifikasi, itu belum masuk ke sana. Jadi, kami sendiri belum tahu betul materi kasus yang sedang terjadi dan ramai dibicarakan ini. Gambaran besar kasusnya kami belum tahu, jadi belum bisa berkomentar banyak," katanya.
Jika pun terkait perizinan, menurut Baron, teknis pelaksanaan saat itu dilakukan secara daring dan berada di dinas teknis. Jabatan wali kota tidak memiliki tugas pokok hingga ke hal teknis tersebut. "Yang jelas, klien kami siap mengikuti proses hukum yang ada, termasuk pemeriksaan lanjutan yang dijadwalkan beberapa hari ke depan," ucapnya.
Kasus korupsi pejabat di lingkup Pemkot Kendari bukan kali ini saja terjadi. Pasangan Sulkarnain Kadir dalam Pilkada 2017 lalu, yakni Adiatma Dwi Putra, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018 lalu. Adiatma ditangkap karena menerima fee dari seorang pengusaha. Sulkarnain, yang saat itu menjabat sebagai wakil wali kota kendari, lalu dilantik menjadi wali kota defenitif pada 2019.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ruang Terbuka Hijau Puday-Lapulu di Kendari, Sultra, Selasa (23/1/2023).
Kisran Makati dari Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuspaHAM) Sultra menjabarkan, kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Kendari merupakan tragedi buruk yang terus berulang. Tindak korupsi yang berulang ini menunjukkan adanya problema besar di tubuh birokrasi di daerah berjuluk "Kota Lulo" ini.
“Kalau terulang terus seperti ini, jangan-jangan perilaku koruptif itu telah terlembagakan. Hal ini yang harus dievaluasi dan memerlukan langkah progresif,” kata Kisran.
Modus korupsi yang terjadi kali ini, ia melanjutkan, bukan merupakan hal yang baru. Pejabat memeras pengusaha untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Oknum pemerintah memanfaatkan kuasa terhadap perizinan dalam pemerintahan.
Di sisi lain, ia menyoroti kasus yang hanya menjerat pejabat pemerintah tanpa adanya dari pengusaha. Sebab, korupsi terjadi karena kesepakatan dua atau beberapa pihak. Seharusnya, pihak pemberi suap juga segera ditersangkakan.
”Dari situ menjadi pintu masuk untuk kasus yang lebih jelas. Jangan-jangan kasus seperti ini bukan hanya terjadi di Kendari, tetapi juga daerah lain di Sultra. Itu yang harus dikejar oleh penegak hukum, dalam hal ini Kejati Sultra,” ujarnya.