Hingga Desember 2022 itu, lahan yang tersisa hanya 840 hektar lagi. Ini harus segera diselamatkan dengan menjadikan kawasan yang tersisa itu menjadi taman hutan rakyat.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
DOK YAYASAN HUTAN ALAM LINGKUNGAN ACEH
Tutupan hutan terlihat sangat padat di lahan gambut Rawa Tripa di kawasan Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Foto tersebut direkam melalui kamera udara oleh Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh pada Desember 2022.
Lahan gambut 1.605 hektar bekas izin usaha perkebunan perusahaan di wilayah Rawa Tripa Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, harus diselamatkan agar tidak terus dirambah untuk perkebunan kelapa sawit. Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh mengusulkan kawasan itu menjadi taman hutan raya, langkah untuk menjaga lahan gambut yang tersisa.
Lahan gambut Rawa Tripa terletak di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Sebagian besar lahan telah bersalin menjadi perkebunan kelapa sawit, baik untuk konsesi perusahaan maupun oleh warga, termasuk di antaranya oleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Kallista Alam. Penyusutan lahan gambut dikhawatirkan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem dan memicu bencana alam.
”Dari luas 1.605 hektar bekas Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT Kallista Alam (KA) 800 hektar telah dirambah. Jika tidak diselamatkan seluruhnya akan kembali menjadi kebun sawit,” ujar Manajer Senior Non-Litigasi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan (HAkA), Jehalim Bangun, dalam pertemuan dengan Penjabat Bupati Nagan Raya, Fitriany Farhas, Kamis (16/2/2023).
Jehalim mendorong Pemkab Nagan Raya melindungi lahan gambut Rawa Tripa seluas 1.605 hektar tersebut dengan menjadikannya kawasan lindung taman hutan raya atau tahura. ”Kami memantau melalui drone dan satelit, masih ada kawasan yang tutupan hutan cukup padat, jangan sampai semua berubah menjadi lahan perkebunan,” kata Jehalim.
Lahan gambut itu awalnya adalah lahan IUP PT KA. Saat itu perusahaan membuka lahan dengan cara membakar. Kasus itu berakhir di pengadilan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggugat perusahaan atas tuduhan membakar lahan.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Suasana di areal konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Kallista Alam, di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Selasa (22/12/2022). PT Kallista Alam divonis bersalah membakar lahan gambut dan wajib membayar Rp 366 miliar.
Pada 2015 Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh Barat, mengabulkan gugatan itu. Selain menghukum perusahaan wajib membayar denda, izin konsesi dicabut, artinya lahan itu kembali ke negara.
Namun, belakangan lahan gambut bekas konsesi itu justru dirambah oleh warga untuk ditanami sawit. Jika tidak diproteksi lahan yang dibuka akan semakin meluas.
Lahan gambut Tripa merupakan satu dari tiga hutan rawa yang berada di pantai barat Pulau Sumatera dengan luas mencapai 61.803 hektar. Secara administratif, 60 persen luas rawa Tripa berada di kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya.
Staf Advokasi Yayasan HAkA Crisna Akbar menuturkan lahan gambut Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir. ”Tsunami 2004, Nagan Raya selamat dari terjangan ombak karena ada lahan gambut yang membentengi,” ujar Crisna.
Lahan gambut Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur udara yang berperan positif bagi produksi pertanian warga sekitar.
Hutan rawa gambut Tripa kaya biodiversiti. Pohon-pohon yang tumbuh menjulang menjadi rumah bagi satwa lindung orangutan sumatera. Saat kebakaran lahan terjadi pada 2010-2012 ribuan ekor orangutan sumatera dan ular mati.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Manajer Senior Non-Litigasi Yayasan HAkA Jehalim Bangun saat memaparkan kawasan lahan gambut yang akan diusulkan menjadi taman hutan raya (tahura), Kamis (16/2/2023).
Rawa Tripa juga menjadi habitat terbaik bagi berbagai jenis ikan air tawar yang memiliki nilai komersial tinggi seperti ikan lele, belut, paitan, dan kerang. Rawa Tripa juga memberikan hasil hutan nonkayu seperti madu lebah dan tumbuhan obat-obatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
”Rawa gambut Tripa merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk perlindungan lingkungan hidup,” ujar Crisna.
Rawa Tripa kini kondisi cukup memprihatinkan karena telah konversi menjadi lahan sawit, baik konsesi perusahaan maupun warga. Berdasarkan data di Dinas Perkebunan Aceh, lebih dari 10 perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di sekitar kawasan ini.
Masyarakat di sekitar perusahaan besar juga ikut membuka lahan perkebunan sawit dengan luasan lahan yang cukup masif. Akibatnya, Rawa Tripa mengalami kehilangan tutupan hutan, dampak dari lahan basah telah berubah menjadi lahan kering.
Pada Desember 2022, tim Geographic Information System (GIS) HAKA melakukan pemetaan pada lahan eks konsesi PT Kalista Alam itu mengalami degradasi akibat pembukaan lahan oleh beberapa oknum masyarakat. Sebagian besar telah dikuasai pihak lain dan dilakukan pembersihan lahan (land clearing)untuk perkebunan sawit.
”Hingga Desember 2022 itu, lahan yang tersisa hanya 840 hektar lagi. Ini harus segera diselamatkan dengan menjadikan kawasan yang tersisa itu menjadi taman hutan rakyat,” kata Crisna. Tahura merupakan kawasan konservasi yang pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Tahura ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penjabat Bupati Nagan Raya Fitriany Farhas menyambut baik wacana pengusulan lahan gambut Rawa Tripa menjadi tahura. Namun, sebelumnya perlu kajian mendalam terhadap ancaman dan potensi Rawa Tripa.
ZULKARNAINI
Petugas memadamkan api di lahan terbakar di Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Kamis, (4/7/2019). Seluas 39,5 hektar lahan gambut terbakar di Aceh.
Gambut itu terbentuk ratusan hingga ribuan tahun, kalau merusaknya hanya butuh sehari. Sebelum kita kehilangan semuanya, lebih baik dijadikan Tahura.
Sebagai langkah awal Pemkab Nagan Raya akan mengeluarkan surat edaran untuk larangan membuka Rawa Tripa bekas konsesi itu sebagai lahan sawit. ”Sebelum kita usulkan, kita amankan dulu yang masih tersisa agar tidak dirambah,” kata Fitriany.
Nagan Raya memiliki kekayaan alam yang melimpah seperti hasil hutan dan tambang. Fitriany menginginkan sumber daya alam itu dikelola dengan tepat sehingga bermanfaat bagi warganya, tetapi tanpa merusak alam.
Fitriany mengatakan di beberapa negara maju, karbon yang dihasilkan oleh hutan menjadi komoditas untuk dijual dengan nilai tinggi. Tidak tertutup kemungkinan karbon yang dihasilkan oleh hutan gambut Tripa suatu saat bisa dikonversi menjadi rupiah.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Penjabat Bupati Nagan Raya, Fitriany Farhas, Kamis (16/2/2023).
Direktur Aliansi Peduli Lingkungan (Apel) Aceh Syukur Tadu menuturkan berdasarkan hasil kajian lapangan yang mereka lakukan, perambahan lahan eks konsesi itu dilakukan oleh warga dan oknum pejabat. Beberapa pelaku dari kalangan elite membuka lahan atas nama warga, padahal dia adalah pemilik sebenarnya.
Syukur mendorong Pemkab Nagan Raya agar bergerak cepat menyelamatkan lahan gambut Rawa Tripa. ”Gambut itu terbentuk ratusan hingga ribuan tahun, kalau merusaknya hanya butuh sehari. Sebelum kita kehilangan semuanya, lebih baik dijadikan Tahura,” kata Syukur.