Masuknya penetapan wilayah usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan di areal gambut dalam dan sangat dalam mengancam rawa-rawa gambut yang tersisa. Upaya perlindungan harus lebih serius dilakukan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penetapan wilayah usaha pertambangan dan pencadangan wilayah tambang mengancam rawa-rawa gambut yang tersisa. Pemerintah daerah didorong untuk segera membuat rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di wilayah masing-masing demi mencegah kerusakan kian meluas.
Berdasarkan data yang diolah tim pemetaan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, areal gambut yang masuk ke dalam wilayah izin usaha pertambangan telah seluas 214.674 hektar. Beberapa izin di antaranya berada pada areal gambut berkedalaman 4 meter alias gambut sangat dalam yang semestinya masuk sebagai areal lindung.
“Jika tidak diantisipasi, baik dari sisi wilayah dan kedalaman gambutnya, ini akan mengancam kebakaran berulang di areal gambut,” kata Ade Candra, Manajer Program KKI Warsi, dalam Workshop Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan, Merajut Kontribusi untuk FOLU Net Sink 2030, di Jambi, Kamis (2/2/2023).
Sebagaimana diketahui, gambut mengikat karbon lebih banyak jika dalam kondisi baik tetapi melepaskan emisi sangat besar jika dalam kondisi rusak. Mencegah berulangnya kebakaran gambut, katanya, merupakan langkah penting menurunkan emisi karbon.
Hal itu sejalan dengan target pemerintah pusat dalam pengendalian perubahan iklim menjadi Net Zero Emission tahun 2060. Sejalan pula dengan pencapaian target pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan (FOLU) Net Sink 2030, yang berarti Indonesia akan menyerap sendiri emisi yang dihasilkan dengan sumber penyerap emisi, dalam hal ini hutan.Seluruh kebijakan diharapkan sejalan dengan target tersebut.
Masuknya beragam izin dan aktivitas tambang di areal tambang bisa mengancam pemenuhan target. Karena itu, ia mendorong perlu perencanaan dan penanganan serius. Tiap-tiap daerah agar segera membuat rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG).
“Dipetakan dengan jelas mana-mana saja kawasan yang bisa dibudidayakan, ditambang, dan kawasan yang harus dilindungi. Nantinya RPPEG akan diperkuat ke dalam peraturan daerah,” lanjutnya.
Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Huda Ahsani, mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut telah mengatur perihal pemanfaatan gambut. Pada areal gambut kedalaman 3 meter menjadi area lindung. Karena itu, penetapan wilayah tambang dan pemberian izin usaha pertambangan selayaknya menyesuaikan aturan tersebut.
Hal senada dikemukakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi Sri Argunaini. Ia pun mengusulkan agar usulan izin-izin tambang di lahan gambut peril didiskusikan lebih lanjut dengan instansi di sektor energi. Jangan sampai pemberian izin tak sesuai dengan aturan pemanfaatan gambut.
Ia menyebutkan, total luas areal gambut di Jambi 871.289 hektar. Dari luasan tersebut hanya 1.459 hektar yang kondisi gambutnya tidak rusak. Selebihnya sudah dalam kondisi gambut rusak, mulai dari rusak sangat berat, rusak berat. rusak sedang, dan rusak ringan. Sejauh ini upaya yang dilakukan berupa sosialisasi kepada masyarakat sekitar gambut dan perusahaan agar memanfaatkan lahan tanpa bakar.
Adapun, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Adil Aritonang menyebutkan pemkab telah membuat Rencana Aksi Forum Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung.
Pengalaman yang terdahulu menunjukkan setiap musim kemarau panjang, kebakaran terjadi,
Bupati Tanjung Jabung Timur melalui Surat Keputusan Nomor 280 tahun 2022 tanggal 21 Maret 2022 tentang Itu menjadi sebagai wadah komunikasi dan koordinasi seluruh kegiatan pemberdayaan yang di sekitar kawasan lindung, termasuk gambut. Di dalam surat itu ada rancangan prioritas dalam pengelolaan kawasan.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo, menambahkan masih perlunya pengawasan yang lebih ketat dalam melindungi gambut. Ia pernah menginspeksi langsung 17 perusahaan yang beroperasi di rawa gambut. Secara dokumen, seluruh korporasi menyebut telah memiliki kelengkapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran dan pemadaman. Akan tetapi sewaktu dicek langsung ke lapangan, kelengkapan yang dimaksud nihil. Menurutnya, jangan sampai temuan serupa terjadi di kemudian hari.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, memberi peringatan bahwa tahun ini Indonesia akan memasuki siklus 4 tahunan el nino. Sehingga memungkinkan akan terjadi musim kemarau lebih panjang. Proyek kanalisasi gambut di Jambi telah berdampak menurunkan muka air gambut agar bisa ditanami.
Dari data perizinan, hutan tanaman yang berada di areal gambut Jambi 61.085 hektar. Dari luas ini, 16.013 hektar diantaranya merupakan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter atau terkategori gambut sangat dalam. Sementara itu, kawasan perkebunan di rawa gambut seluas 320.132 hektar, dan 43.808 hektar gambut sangat dalam.“Pengalaman yang terdahulu menunjukkan setiap musim kemarau panjang, kebakaran terjadi,” kata Adi Junedi, Direktur KKI Warsi.