Alih fungsi lahan gambut juga membuat satwa lindung kehilangan habitat, terutama orangutan. Kehilangan pohon membuat stok pakan alami orangutan juga berkurang. Anak-anak orangutan bahkan ditemukan kritis di kebun sawit.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Luas lahan gambut di kawasan Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, Aceh, menyusut karena ekspansi penanaman kelapa sawit. Penyusutan lahan gambut berdampak pada kehilangan sumber daya alam nonhutan, satwa kehilangan habitat, dan memicu pemanasan global.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nasir di dalam diskusi ”Suara untuk Rawa Tripa” di Banda Aceh, Rabu (30/11/2022), menuturkan, awalnya luas lahan gambut Rawa Tripa 62.000 hektar, tetapi kini diperkirakan hanya tersisa separuhnya. Diskusi digelar oleh Aceh Wetland Foundation.
Mengutip data Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) diperkirakan luas lahan gambut Rawa Tripa yang tersisa hanya 31.410 hektar.
Menurut Nasir ekspansi penanaman kelapa sawit baik oleh warga maupun perusahaan mengorbankan lahan gambut Rawa Tripa. “Rawa Tripa jadi sasaran utama perluasan perkebunan sawit, baik secara ilegal maupun legal,” kata Nasir.
Nasir mengatakan kawasan lahan gambut Rawa Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya kini banyak dialihkan menjadi perkebunan sawit. Lahan gambut yang masuk dalam status lindung pun tidak luput dari perambahan. Di samping itu, tidak sedikit lahan gambut telah diserahkan kepada perusahaan melalui izin hak guna usaha (HGU).
“Beberapa lokasi lahan gambut kelihatan masih bagus, padahal statusnya adalah HGU. Hanya menunggu waktu dialihkan menjadi perkebunan sawit,” ujar Nasir.
Nasir menyebutkan di Nagan Raya terdapat 11 pabrik kelapa sawit (PKS). Sebagian PKS menampung buah sawit dari kawasan yang tidak berizin atau ilegal.
Nasir mengatakan kebakaran lahan gambut Rawa Tripa pada 2011-2012 seluas 1.000 hektar menjadi salah satu contoh pengrusakan lahan gambut. Pengadilan menjatuhkan sanksi bersalah perusahaan pembakar lahan itu, tetapi hingga kini pemulihan belum dilakukan.
Pengadilan menjatuhkan sanksi bersalah perusahaan pembakar lahan itu, tetapi hingga kini pemulihan belum dilakukan.
Terus meningkat
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, pada 2010 luas penanaman kelapa sawit di Nagan Raya 27.443 hektar, tetapi pada tahun 2022 meningkat menjadi 52.145 hektar. Hasil observasi Walhi Aceh, sebagian perluasan berada dalam lahan gambut.
Peneliti lahan gambut dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Monalisa mengatakan lahan gambut yang masih alami hanya tersisa sedikit. “Tahun 2010 saat pertama saya ke Rawa Tripa saya melihat pohon-pohon besar, kini telah berganti dengan sawit,” kata Monalisa yang menyelesaikan disertasi doktoralnya dengan penelitian di Rawa Tripa. Lebih satu dekade Monalisa melakukan kajian dan pendampingan warga yang tinggal di kawasan Rawa Tripa.
Kehilangan lahan gambut, lanjut Monalisa, membuat kekayaan alam non hutan seperti ikan limbek (sejenis ikan gabus) dan madu hutan telah raib. “Ikan limbek hanya bertelur di bawah akar pohon besar,” kata Monalisa.
Alih fungsi lahan gambut juga membuat satwa lindung kehilangan habitat, terutama orangutan. Kehilangan pohon membuat stok pakan alami bagi orangutan juga berkurang. Beberapa kali anak orangutan ditemukan dalam kondisi kritis di perkebunan sawit.
Dalam jangka waktu yang lama, kerusakan lahan gambut membuat laju perubahan iklim kian cepat. Gambut dinilai sebagai habitat lahan basah yang mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar sehingga dapat mencegah larinya gas rumah kaca ke atmosfer bumi yang dapat berdampak terhadap perubahan iklim.
Monalisa berharap lahan gambut dikelola sesuai fungsinya agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. “Tidak selamanya tanaman monokultur (perkebunan sawit) baik buat alam,” kata Monalisa.
Direktur Aceh Wetland Foundation Yusmadi mengatakan isu penyelamatan lahan gambut Rawa Tripa perlu dikampanyekan lebih masif agar para pihak terdorong untuk terlibat dalam aksi perlindungan.