Visum Organ Vital Dilakukan Hari Keempat, Pemerkosaan kepada YSA Disebut Nihil
Penyidik baru melakukan visum organ vital dalam kepada YSA pada hari keempat, dan akhirnya menyimpulkan tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual. Pemerkosaan terhadap YSA yang kemudian disimpulkan nihil itu menuai kritik.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penyidik kepolisian menyatakan tidak ada tanda kekerasan seksual kepada YSA (21), ibu muda yang melaporkan dirinya diperkosa sejumlah remaja di kampungnya di Kota Jambi. Namun, visum organ vital dalam kepada YSA baru dilakukan pada hari keempat setelah dugaan kejadian. Pemerkosaan terhadap YSA yang kemudian disimpulkan nihil itu menuai kritik.
Kepala Kepolisian Resor Kota Jambi Komisaris Besar Eko Wahyudi mengatakan, tidak ada tanda kekerasan seksual kepada YSA, sebagaimana dilaporkan YSA kepada penyidik, 15 Februari lalu. ”Sudah kami periksa (visum). Tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada YSA. Dengan artian, tidak ada tanda pemerkosaan,” ujarnya, Jumat (10/3/2023).
Sebelumnya, YSA melaporkan dirinya diperkosa sejumlah remaja di kampungnya di Kota Jambi. Ia pun menunjukkan bekas-bekas luka pada bagian leher, payudara, tangan, dan kaki. Selain itu, ada memar dan bengkak pada bagian bawah punggung. Bekas-bekas luka tersebut disimpulkan oleh penyidik bukan merupakan tanda kekerasan dari terlapor pelaku, melainkan YSA melukai dirinya sendiri.
Visum organ vital bagian dalam diakui penyidik baru dilakukan pada hari keempat. Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polresta Jambi Inspektur Dua Chrisvani Saruksuk mengatakan, alasannya karena dokter obgyn sedang tidak bertugas. ”Karena untuk dokter obgyn, kan, ada jadwalnya,” katanya.
Perihal itu diprotes oleh kuasa hukum YSA, Alendra. Visum organ vital seharusnya dilakukan segera setelah masuknya laporan pemerkosaan. “Seharusnya langsung dilakukan visum organ vital dalam kurun waktu 1 x 24 jam,” ujarnya.
Pihaknya telah melaporkan kejanggalan-kejanggalan penanganan hukum yang dilakukan penyidik kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM; Kepala Polri; dan juga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Pihaknya berharap penanganan yang telah dilakukan oleh penyidik diawasi ketat.
Aktivis Save Our, Sister Wenny Ira, menilai, ada kejanggalan di balik pelaksanaan visum organ vital dalam yang baru dilakukan belakangan. ”Ada apa, mengapa visum organ vital tidak langsung dilakukan setelah laporan masuk dari korban?” ujarnya.
Ia pun mempersoalkan sikap penyidik yang dinilainya berat sebelah. Sebagaimana diketahui, ada dua kasus terkait YSA yang kini tengah berproses. Yang pertama, YSA melaporkan pemerkosaan yang dialaminya ke Polres Kota Jambi. Pelaku yang dilaporkan merupakan anak-anak usia 8 hingga 16 tahun.
Di sisi lain, orangtua anak-anak tersebut melaporkan YSA ke Polda Jambi. YSA balik dilaporkan mencabuli anak-anak itu. Adapun kasus kedua berproses lebih cepat hingga YSA ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Wenny, meskipun ada dua kasus yang berproses, penyidik dinilainya cenderung lebih mendengarkan penjelasan orangtua anak-anak hanya karena jumlahnya lebih banyak. ”Sedangkan YSA, karena telanjur dianggap penjahat, penyidik seperti enggan mendengarkannya,” ujarnya.
Tetangga YSA, Suryati, menceritakan, sehari-hari ia mendapati YSA tidak mengalami kelainan. Di rumah keluarga itu, YSA dan suaminya berjualan makanan dan membuka usaha rental permainan video.
Kalau selama saya mengenalnya, perilakunya (YSA) baik-baik saja. Tidak ada yang aneh,
ucapnya. Ia juga berharap kasus itu dapat diungkap.