Aroma Menggoda Kopi Liberika di Tangse
Tahun 1970 hingga 1990 kopi liberika menjadi primadona bagi petani Tangse. Saat harga kakao meroket, petani ramai-ramai menebang kopi untuk menanam kakao. Namun kini, minat menanam kopi tinggi lagi.
Setiap pulang ke Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Hasnanda Putra (44) selalu menyempatkan diri singgah di warung kopi H2E milik Edi Azhari di Kecamatan Tangse. Meski rumahnya di Pulau Sabang "dikepung" oleh kopi arabika dan robusta, Hasnanda tidak bisa meninggalkan kopi liberika.
“Sejak kecil saya penikmat kupi panah,” ujar Hasnanda, Rabu (1/3/2023). Kupi panah atau kopi nangka adalah sebutan untuk kopi liberika karena ada rasa nangka di dalamnya.
Hasnanda lahir di Pidie, tetapi kini menetap di Kota Sabang. Untuk mengobati rasa rindu pada liberika dia selalu menyediakan bubuk kopi liberika tangse. Sebulan dia menghabiskan 500 gram.
“Kopi liberika khusus untuk konsumsi di rumah. Soalnya selain di Pidie tidak ada yang jual kopi liberika,” ujar Hasnanda.
Baca juga : Edi Azhari Memanggungkan Kopi Tangse
Menurut Hasnanda kopi liberika tangse memiliki citarasa yang kuat. Saat pertama minum pahit lebih terasa, tetapi lama-lama akan ditemukan rasa buah nangka.
Warung kopi H2E milik Edi Azhari menjadi salah satu warung yang menyediakan kopi liberika. Edi membeli biji kopi hijau dari petani di Tangse kemudian mengolah menjadi bubuk.
Kabupaten Pidie menjadi satu-satu kawasan di Aceh yang memproduksi kopi liberika. Meski kopi liberika belum setenar kopi arabika dan robusta gayo, tetapi penjualan terus meningkat. Warung H2E hadir bagian dari kampanye kopi liberika tangse.
“Liberika Tangse perlu promosi lebih kencang, supaya orang tahu ternyata di Aceh ada kopi selain arabika dan robusta,” kata Hasnanda.
Edi Azhari menjadi aktor penting dibalik promosi kopi liberika tangse. Dia lahir di Tangse, tetapi sempat kuliah di Yogyakarta. Tahun 2017, setelah kembali ke Tangse, Edi bersama dua teman sepakat membangun warung kopi liberika. Dia ingin kopi produksi Tangse juga dikenal seperti kopi gayo.
Baca juga : Nikmat Kopi Liberika Lahan Gambut
Ditemui di kedai kopi miliknya di Tangse, Kamis (2/2/2023), Edi menuturkan produksi kopi liberika tangse cukup tinggi, tetapi di pasar tidak dijual dengan kopi merek tangse. Kopi tangse ditampung oleh usaha pengolahan bubuk kopi rumahan kemudian dijual dengan merek lain.
“Ada juga yang menjadikan kopi liberika tangse untuk dicampur dengan kopi robusta,” kata Edi. Bagi Edi kondisi ini menyedihkan. Ibaratnya Tangse punya kopi, orang punya nama.
Edi menuturkan kopi liberika tangse awalnya diperkenalkan oleh Belanda sekalian dengan kopi di dataran tinggi gayo. Dengan ketinggian tanah 600 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut, Tangse tidak cocok untuk ditanami arabika.
Tangse merupakan daerah persinggahan pasukan Belanda saat melancarkan serangan kepada pejuang Aceh. Beberapa bangunan peninggalan masih terdapat di Tangse.
Kopi liberika tahan tumbuh di dataran rendah. Warga Tangse menyebutnya kopi bandel karena tanpa perawatan, buahnya tumbuh lebat. Usia pohon bisa mencapai 50 tahun.
Tahun 1970 hingga 1990 kopi liberika menjadi primadona bagi petani Tangse. Namun, saat harga kakao meroket, petani ramai-ramai menebang kopi untuk menanam kakao. Saat kakao diserang penyakit dan harga turun mereka kembali menanam kopi.
Konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI juga membuat kebun kopi di Tangse terbengkalai. Petani tidak berani ke kebun. Kopi-kopi tumbuh dalam kesengsaraan.
Pasca damai 2005, keamanan Aceh kondusif, aktivitas pertanian di Tangse kembali bergairah. Kebun yang terbengkalai kembali dirawat. Petani menatap hidup dengan penuh harapan.
Harta warisan
Edi kaget melihat kopi liberika yang ditanami kakeknya masih berbuah cukup lebat. Semangatnya membuncah untuk kembali merawat harta warisan itu. Hari-hari selanjutnya dia mulai sibuk di kebun merawat dan memperluas area tanam.
Baca juga : Menyelamatkan Ekosistem Kopi
Sembari merawat kebun dia juga mengelola warung kopi. Meski di kedai H2E juga menyediakan arabika dan robusta, tetapi kedai itu dijadikan etalase kopi liberika.
Edi lahir dari petani kopi, tetapi baru sekarang merasa jatuh cinta sangat dalam pada kopi. Ia mencari referensi sejarah kopi dan belajar ilmu barista ke Aceh Tengah. Untuk urusan ini dia sangat totalitas.
Edi juga mendorong para petani untuk merawat kembali dan memperluas area tanam. Ia pun menampung kopi dari petani dengan harga yang kompetitif, serta membuat merek kopi tangse H2E. Kini, kopi tangse sudah dijual di toko daring. Kopi tangse organik.
Dalam sebulan Edi menjual 500 kilogram bubuk kopi. Uniknya Edi hanya menyediakan kopi liberika original dengan sajian mesin espresso. Padahal biasanya liberika disajikan pola dengan cara disaring.
Data dari Badan Pusat Statistik Pidie, pada 2022, produksi kopi mencapai 3.008 ton jauh meningkat dibandingkan produksi tahun 2014 sebanyak 1.728 ton. Pada 2022, usaha bubuk kopi di Pidie sebanyak 22 unit dan serapan tenaga kerja di sektor ini sebanyak 79 orang. Sedangkan pada 2014 usaha bubuk kopi masih nihil.
Edi ingin kopi liberika naik kelas. Kemasan bubuk kopi dibuat lebih modern. Kopi tangse H2E kian sering ikut pameran kopi. Beberapa kali Edi menjadi dewan juri kompetisi kopi.
Belakangan Edi mendapatkan tawaran ekspor kopi liberika ke Malaysia, tetapi Edi belum mampu memenuhi kuota dan menjamin standar kualitas. “Belum semua petani menerapkan pola pengolahan dengan baik," katanya.
Data dari Badan Pusat Statistik Pidie, pada 2022, produksi kopi mencapai 3.008 ton jauh meningkat dibandingkan produksi tahun 2014 sebanyak 1.728 ton. Pada 2022, usaha bubuk kopi di Pidie sebanyak 22 unit dan serapan tenaga kerja di sektor ini sebanyak 79 orang. Sedangkan pada 2014 usaha bubuk kopi masih nihil.
Baca juga:Nestapa Kopi Nusantara
Seorang petani kopi di Tangse, Nur Islah (46), mengatakan, harga jual biji hijau kopi liberika masih rendah yakni Rp 30.000 per kilogram. Sementara harga arabika mencapai Rp 80.000 per kg dan robusta Rp 35.000 per kilogram.
Namun, Nur optimis suatu waktu harga jual kopi liberika akan meningkat, sebab konsumsi dan permintaan pasar naik.
Nur memiliki kebun kopi tiga hektar, namun belum semua ditanam karena dia kesulitan memperoleh bibit unggul. Petani masih mengandalkan bibit lokal. Nur berharap ada bantuan bibit dan pembukaan akses jalan ke wilayah perkebunan kopi.
Kepala Dinas Industri, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pidie Cut Afrianidar menuturkan pemerintah mendukung penuh pengembangan kopi tangse. Pihaknya terlibat pada bagian hilir atau pemasaran.
Cut mengatakan kopi tangse telah menjadi produk unggulan daerah. Kopi tangse dibawa untuk ikut pameran kopi skala daerah dan nasional.
“Kami mengadakan bazar, lelang komoditas, pengemasan, dan melatih strategi pemasaran. Kopi liberika tangse juga kami jadi souvenir buat tamu dari luar Pidie,” kata Cut.
Bagi anda penikmat kopi cobalah kopi liberika tangse.
Baca juga : Berburu Kedai Kopi Kalosi Toraja