Inovasi adalah kunci agar ekosistem kopi selamat. Inovasi bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti memperkuat kanal digital, mengubah ukuran produk, membuat produk turunan, dan mengubah cara penjualan.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Penggemar kopi gelisah menghadapi pembatasan sosial. Akibatnya, petani kopi yang semula bergairah menanam kopi harus gigit jari. Mereka tidak lancar menjual kopi.
Bisnis kopi global dan dalam negeri dilaporkan turun 50-90 persen pada tahun ini. Keadaan ini menyebabkan kopi menumpuk di gudang di sejumlah daerah sekalipun tahun ini produksi kopi turun sekitar 35 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Harga kopi anjlok dan utilitas usaha pengolahan kopi juga turun sekitar 35 persen. Pasar ekspor pun terganggu karena permintaan komoditas ini turun drastis.
Di sisi lain, para pemburu rente terus saja melihat tren dan peluang di pasar kopi dengan cara-cara mudah dan tak peduli dengan masalah sekitar. Mereka mengimpor kopi pada saat produksi di dalam negeri sebenarnya mencukupi. Impor kopi terus meningkat. Tahun 2011, impor kopi sekitar 18.000 ton dan kemudian pada 2018 mencapai 78.800 ton. Tahun ini, dari Januari hingga Juli, impor sudah mencapai 11.218 ton.
Situasi yang rumit bagi mereka yang berada di dalam ekosistem kopi. Berbagai gerakan telah dilakukan untuk menyelamatkan petani, industri, dan juga barista, seperti Barista Asuh, Belift Dogiyai, dan #SatuDalamKopi. Industri juga telah melakukan efisiensi dan kembali ke bisnis awal, yaitu menjual biji kopi dan kopi bubuk. Pemerintah menawarkan skema resi gudang. Kanal digital makin masif dimanfaatkan untuk penjualan.
Di luar upaya itu, sepertinya ekosistem kopi masih perlu melakukan sesuatu agar mereka bisa menghadapi situasi berat ini. Semangat gotong royong sangat jelas tampak di kalangan mereka, tetapi dari berbagai diskusi diketahui semangat ini biasanya muncul di awal krisis.
Oleh karena itu, bentuk baru dari solidaritas, baik oleh konsumen, industri, maupun petani, perlu dimunculkan kembali karena pandemi telah berumur tujuh bulan. Gerakan baru membutuhkan visi, bentuk, dan cara baru.
Di luar itu, belajar dari berbagai kasus bisnis, baik di dalam negeri maupun luar negeri, saat menghadapi tantangan pandemi, inovasi adalah kunci agar ekosistem kopi selamat. Inovasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti memperkuat kanal digital, mengubah ukuran produk, membuat produk turunan, dan mengubah cara penjualan. Semua berujung pada kemampuan mereka memahami perubahan perilaku konsumen.
Ekosistem kopi dari Sabang sampai Merauke merupakan kenyataan baru yang masih bisa digerakkan untuk menumbuhkan kreativitas menghadapi pandemi. Di dalam sejarah sosial sejumlah negara, fenomena warung kopi atau kafe telah menggerakkan perubahan, baik sebagai gerakan ekonomi kreatif maupun sosial.
Kita berharap warung kopi atau kafe tidak lagi sekadar menjadi tempat bisnis kopi semata, tetapi juga menjadi jaringan kreatif dan intelektual. Dengan cara ini, diharapkan warung dan kafe tak hanya menyelamatkan kopi Nusantara, tetapi juga bisa membangun peradaban baru di Indonesia.