Kota Lama Banyumas terus berbenah dan kian bergairah. Aneka acara digelar pada akhir pekan untuk semarakkan kawasan ini.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Sorot lampu menari-nari di langit Banyumas. Riuh-rendah keceriaan warga tidak hanya terpancar dari kawasan Alun-alun Banyumas, tapi juga dari kompleks kantor Kecamatan Banyumas. Di antara bangunan-bangunan tua itu terasa atmosfer kreativitas, nuansa nostalgia, juga perpaduan seni budaya berbalut teknologi. Sajian tari lengger yang diiringi suara gelombang ultrasonik dari luar angkasa menambah unik suasana.
Selepas maghrib, seperti biasa pada akhir pekan, ribuan warga dan pedagang membanjiri Alun-alun Banyumas. Pasar malam dengan bianglala, kora-kora, juga tong setan kian menyemarakkan alun-alun yang ada di sebelah selatan Sungai Serayu itu.
Sekitar 200 meter sebelah utara alun-alun, kompleks perkantoran Kecamatan Banyumas yang biasanya sepi dan lengang, setahun terakhir mulai jadi tempat baru untuk beraktivitas, mulai dari kesenian, berjualan produk usaha menengah, kecil, mikro (UMKM), hingga forum diskusi.
Sabtu (25/2/2023) malam itu belasan pencinta sepeda antik tampak beristirahat sekaligus bercengkerama di depan pendopo utama. Deretan mobil terparkir memenuhi halaman depan perkantoran kecamatan ini yang biasanya hanya dipakai untuk memarkir sejumlah bus sekolah dan bus pariwisata.
Melangkah ke halaman belakang, belasan lapak jadi wadah para pelaku usaha UMKM untuk menggelar dan menjajakan dagangannya di gelaran ”Peken Banyumas” alias pasar Banyumas. Ada yang menjual kopi, dimsum, burger, dan soto.
Ada pula yang menjual kerajinan tangan atau kriya, lukisan, karikatur, hingga koin-koin dan uang lawas. ”Alhamdulillah biasanya bisa menjual 300 biji atau sekitar 60 porsi dimsum,” kata Sani (32) penjual Dimsum KD asal Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
Di sudut lain, Rido (32) asal Karangklesem, Purwokerto Selatan, juga menggelar aneka mata uang lawas juga kertas-kertas bergambar wayang yang biasa dimainkan anak-anak pada zaman dulu. ”Saya sudah koleksi barang-barang ini sejak 2014. Biasanya dijual online, tapi juga sering ikut event bertema tempo doeloe,” tutur Rido, pemilik Dapur Nostalgia.
Gelombang ultrasonik
Ajang Peken Banyumas malam itu kian ramai karena dimeriahkan oleh rangkaian Dies Natalis Ke-21 Institut Teknologi Telkom (ITT) Purwokerto. Mereka bekerja sama dengan Pegiat Space Art Venzha Christ dan Rumah Lengger menampilkan atraksi tari lengger dengan tema ”Meramu Lengger Signal Angkasa”.
Dosen Desain Komunikasi Visual IT Telkom, Arsita Pinandita, yang juga koordinator acara ini, mengatakan, ajang tari dengan signal angkasa ini sebagai perayaan pengetahuan, teknologi, dan budaya. Di pergelaran ini, suara gelombang frekuensi dari luar bumi dipadukan dengan tarian lengger. ”Tarian lengger di sini mengambil gelombang ultrasonik yang ada di luar bumi. Gelombang itu ada yang masuk ke bumi dan itu yang yang dipantulkan oleh mahkota para penari lengger,” katanya.
Venzha menyiapkan alat bernama DIY Radio Astronomi, sebuah sebuah alat untuk mendeteksi frekuensi suara di luar angkasa. ”Kalau teleskop untuk melihat fenomena atau benda-benda langit yang sangat jauh, sedangkan radio itu untuk mendeteksi adanya frekuensi. Misalnya di luar angkasa atau jarak antara bumi dengan benda langit yang sangat jauh ada semacam wave atau gelombang,” papar Venzha.
Keenam penari lengger putri tampak anggun sekaligus futuristik.
Suara ultrasonik yang terdengar di sekitar panggung mirip dengan suara deru baling-baling helikopter yang hendak mendarat. Sesekali terselip suara gemresek seperti radio lawas yang kesulitan menangkap gelombang siaran. Dengan panggung gelap, keenam penari lengger putri tampak anggun sekaligus futuristik karena mengenakan mahkota atau antena yang kelap-kelip memancarkan warna hijau-ungu di kepala.
Dalam dua menit di awal tarian, iringan sinyal angkasa dan gemulai lembut para penari yang menaburkan bunga melahirkan kesan yang mistis sekaligus misterius. Suasana malam itu seperti halnya menonton film bertema luar angkasa seolah akan datang alien ke bumi.
Setelah berkubang dalam nuansa luar bumi, tabuhan calung dan gamelan tradisional menyelinap perlahan dan kemudian kuat mengentak. Di sana, para penari pun kian enerjik dan sesekali bergerak erotik. Riuh rendah dan tepuk tangan para penonton pun menutup pergelaran tari berdurasi sekitar 15 menit ini.
Beragam acara, khususnya pada akhir pekan, digelar untuk menggairahkan kawasan Kota Lama Banyumas ini. Sepenggal malam di Kota Lama Banyumas kali ini mencoba menawarkan rasa dan nuansa unik lewat perpaduan seni dan teknologi. Kiranya seni tradisi kian lestari dan ekonomi warga kian berseri.