Menjaga Kereta Jenazah, Merawat Nostalgia di Kota Lama Banyumas
Kereta jenazah milik perkumpulan kematian warga Tionghoa di Banyumas dititipkan di kompleks Kecamatan Banyumas. Kereta antik ini diharapkan jadi daya tarik sekaligus perawat nostalgia tentang harmoni masa lalu.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
Ari Santoso (73) berlari kecil sambil mendorong sisi belakang sebelah kiri kereta jenazah bersama lima rekannya. Kereta kayu jati yang diperkirakan berusia lebih dari 200 tahun itu dipindahkan dari tempat penyimpanan di sebelah utara Klenteng Boen Tek Bio menuju Tamansari di Kompleks Kecamatan Banyumas yang jadi episentrum Banjoemas Kota Lama. Kereta antik ini diharapkan bisa merawat nostalgia masa lalu sekaligus menambah daya tarik pengunjung ke kota lama ini.
”Dulu kalau kereta ini membawa peti jenazah, orang-orang yang mendorong kereta memakai baju blacu berwarna putih,” kata Santoso yang sudah sejak tahun 1976 menjadi pendorong kereta jenazah milik Perkumpulan Kematian Tee Gie Hwe ini, Senin (23/5/2022).
Santoso berkisah, dahulu kereta ini ditarik oleh 22 orang karena beratnya peti jenazah yang diangkut serta kondisi kontur jalan menuju Bong Kaliori yang menanjak. ”Dulu kan jarang ada mobil atau ambulans, jadi untuk membawa peti mati pakai kereta ini. Kereta ini terakhir dipakai membawa peti jenazah sekitar tahun 1990-an,” ujarnya.
Kereta jenazah berukuran panjang 4 meter; lebar 1,7 meter; dan tinggi 2,35 meter ini pernah disimpan di sejumlah tempat seperti di kompleks luar Klenteng, tempat kremasi di Kaliori, serta dititipkan di sejumlah warga. Ada kisah mistis yang beredar saat kereta ini masih digunakan untuk membawa peti jenazah. “Biasanya kalau kereta ini bunyi goldak-glodak, besoknya pasti dipakai atau ada yang meninggal dan memakai kereta ini,” ujarnya.
Humas Kelenteng Boen Tek Bio Banyumas Sobita Nanda mengatakan, kereta jenazah ini meskipun dimiliki oleh Perkumpulan Kematian Tee Gie Hwe, yaitu perkumpulan kematian warga Tionghoa, kereta ini juga pernah dipakai masyarakat untuk membawa jenazah ke pemakaman desa-desa sekitar serta jadi lambang akulturasi budaya di Banyumas.
”Waktu itu perkumpulan sosial ini bukan hanya masyarakat Tionghoa, tapi juga wedana, lurah, sehingga memang kereta ini untuk membawa jenazah juga ke pemakaman desa,” papar Sobita.
Menurut Sobita, saat ada kematian, tampak sekali keguyuban serta gotong royong keluarga juga masyarakat sekitar. Selain ada yang mendorong kereta, jalan-jalan yang berlubang yang akan dilewati kereta ini juga ditambal secara gotong royong.
”Kekerabatannya luar biasa. Jika ada yang meninggal, keluarga yang mengiringi kereta jenazah tidak boleh memakai alas kaki,” katanya.
Kini, kereta jenazah ini dititipkan di kompleks Tamansari untuk dipajang serta diharapkan jadi daya tarik pengunjung. ”Tujuannya adalah untuk nostalgia. Nanti juga akan dipajang foto-foto masa lalu. Jadi misalnya petugas banyak yang purna atau meninggal, nah kebanyakan mereka tidak punya foto kenangan. Saat foto dipajang dan melihat kereta, mungkin ada keluarga yang melihat, oh ini mbah saya, oh itu mbah buyut kamu. Jadi ini buat kenangan keluarga petugas,” paparnya.
Camat Banyumas Oka Yudhistira menyambut baik penitipan kereta jenazah ini di kompleks Cagar Budaya Banyumas. ”PR besar kami adalah menghidupkan ruangan-ruangan di kompleks kecamatan yang belum dioptimalkan, misalnya di sisi barat. Mudah-mudahan dengan adanya ini bisa jadi penarik para pengunjung sehingga menambah keramaian kecamatan Banyumas,” ujar Oka.
Tujuannya adalah untuk nostalgia. Nanti juga akan dipajang foto-foto masa lalu.
Jika semula hanya enam orang yang mendorong kereta ini dari kelenteng, begitu memasuki area Tamansari dan hendak diparkirkan di selasar Bangunan Pawon di sisi barat kompleks Kecamatan Banyumas, jumlah orang yang ikut mendorong serta mengangkat kereta ini bertambah jadi dua kali lipat. Pasalnya, untuk bisa masuk ke selasar, kereta ini harus diangkat melewati batuan taman serta tanaman hias.
Di tempat barunya ini, kereta jenazah bisa dipandang setiap saat oleh pengunjung. Tinggal dilengkapi dengan infografik serta papan keterangan kisah dan sejarahnya, kereta mistis ini pun bisa menjadi sarana untuk merawat nostalgia tentang kehidupan masa lalu yang penuh gotong royong.