Pendidikan Jangan Dikelola Sekadar Penuhi Standar Administrasi
Pendidikan di NTT jangan dikelola sekadar memenuhi standar administrasi. Pendidikan NTT harus bisa mencapai mutu nasional dan masuk 200 SMA terbaik nasional.
KUPANG, KOMPAS — Pendidikan di Nusa Tenggara Timur jangan dikelola sekadar memenuhi standar administrasi belaka. Jumlah 200 sekolah menengah atas kategori bermutu di Indonesia, NTT sama sekali tidak ada.
Pemerintah yang mengelola SMA memiliki sasaran dan sarana pendukung sangat memadai dibandingkan sekolah swasta. Mencapai mutu pendidikan yang diinginkan harus berpatok pada delapan standar nasional pendidikan.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat saat mengunjungi kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT di Kupang, Kamis (23/2/2023), mengatakan, mengurus pendidikan di provinsi ini harus dengan cinta, hati tulus, pengorbanan, dan dedikasi tinggi. Tanpa itu, mutu pendidikan tidak akan pernah beranjak dan sekadar melanjutkan apa yang sudah dilakukan pendahulu tahun-tahun sebelumnya.
”Jadi, pendidikan jangan dikelola sekadar memenuhi standar administrasi sekolah. Pendidikan itu harus membawa dampak dari apa yang dihasilkan. Masa depan NTT harus dibangun oleh orang-orang yang cerdas, berkualitas, dan berintegritas. Mereka itu disiapkan dari sekarang, dari bangku pendidikan,” kata Laiskodat.
Hadir pada kesempatan itu para pengawas pendidikan, kepala sekolah se-kota Kupang, perwakilan guru, kepala dinas pendidikan, dan pejabat lain yang terlibat dalam bidang pendidikan. Kunjungan yang sama juga dilakukan di organisasi perangkat daerah lainnya secara bergilir.
Baca juga: Badai Seroja Makin Menurunkan Mutu Pendidikan di NTT
Bahkan, ada pula guru di pedalaman memberi nilai sesuai keinginan orangtua dan siswa, bukan berdasarkan prestasi siswa.Guru itu jarang masuk sekolah. Lebih banyak waktu tinggal di kota. Saat mau ujian kenaikan kelas atau ujian kelulusan, dia datang dan langsung memberi nilai. Takut dimusuhi orangtua dan siswa, guru itu memberi nilai tinggi bagi siswa.
Laiskodat punya target NTT harus bisa masuk 200 SMA/SMK atau sederajat sekolah unggulan terbaik nasional. Namun, target yang diusung sejak menjabat menjadi gubernur itu belum tercapai. Ada sesuatu yang salah dalam mengelola pendidikan.Masih ada kekurangan, tetapi itu bukan alasan utama.
Ia mengatakan, dinas pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan pihak terkait yang terlibat dalam bidang pendidikan tidak bisa lagi bekerja biasa-biasa saja. Bekerja di bidang pendidikan itu harus dengan cinta dan kasih sayang.
Sekolah swasta baru hadir 2-3 tahun sudah tampil menjadi yang terbaik. Dari sisi finansial, sarana dan prasarana sekolah swasta masih banyak kekurangan. Sekolah pemerintah punya uang dan fasilitas pendukung yang cukup memadai, tetapikerja biasa-biasa saja dari tahun ke tahun.
Baca juga: Pendidikan Swasta di NTT Terancam Bubar
Gubernur NTT mengaku, ia berbincang dengan pengawas sekolah, guru yang membidangi kurikulum, dan semua yang terkait dengan infrastruktur penunjang. Beberapa pikiran disampaikan, antara lain minta agar kepala sekolahnya diganti. Tentu ada sesuatu yang perlu dilihat dari usulan itu.
”Namun, itu bukan kewenangan saya. Dinas pendidikan yang mengatur soal kepala sekolah. Saya tidak pernah ikut campur dalam menentukan kedudukan kepala sekolah,” katanya.
Ia mengingatkan agar pengelola pendidikan tidak boleh puas dengan hasil yang didapat saat ini. Hasil yang ada ini hanya sekadar memenuhi standar administrasi,kepuasan guru,orangtua, dan siswa, tetapi belum mencapai posisi mutu terbaik nasional. Buktinya, dari 200 sekolah terbaik nasional, tak satu pun dari NTT.
Paradigma berpikir harus diubah. Tampil menjadi yang terbaik, dengan mengerahkan segala kemampuan sumber daya yang ada, itu harus diemban semua pihak yang terlibat di bidang pendidikan. Bekerja ada target dan mencapai yang terbaik. Terus berinovasi dan berkreasi menjadi yang terdepan.
Semua itu perlu dievaluasi agar berubah dan berbenah. (Simon Riwu Kaho)
Ketua Dewan Pendidikan Guru NTT Simon Riwu Kaho mengatakan, menentukan mutu pendidikan NTT harus melalui survei langsung di lapangan. Survei itu dilakukan langsung dari dinas pendidikan, termasuk para pengawas pendidikan. Lewat survei bisa diketahui kondisi mutu pendidikan saat ini seperti apa.
Baca juga: Semangat Siswa Belajar Daring dari Rumah
Survei
Jika mutu pedidikan itu rendah, juga diketahui melalui survei tadi, misalnya jumlah guru, sarana-prasarana, kurikulum yang diajarkan, gaji guru, dan lainnya terkait pendidikan. Guru-guru itu harus mengikuti diklat tahunan sebagai penyegaran. ”Jangan biarkan guru dengan sumber daya yang tidak pernah diperbarui,” katanya.
Ia mengatakan, ada delapan standarnasional pendidikan, yaitu kompetensi lulusan, standar isi, standar proses lulusan, penilaian pendidikan, sarana dan prasarana, tenaga kependidikan, pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Delapan standar ini harus dipenuhi secara maksimal untuk mencapai mutu pendidikan yang diinginkan atau masuk 200 SMA terbaik nasional.
Jika pendidikan di NTT tidak mencapai delapan standar nasional, jangan harap menghasilkan mutu yang mampu bersaing secara nasional. Delapan standar itu jika dibedah satu per satu, kita bisa lihat. Semua itu sudah terealisasi di NTT atau belum. Jika dianalisis satu per satu, jumlah delapan standar itu tidak ada yang terpenuhi 100 persen secara provinsi.
Disebutkan, kondisi yang ada, setiap 10 ruang kelas diajar dua guru. Gaji guru honor Rp 100.000 per bulan. Gedung sekolah reyot sampai kemasukan air, sementara guru-guru PNS menumpuk di kota. Lebih ironis lagi, siswa ke sekolah tidak pernah sarapan pagi dan tanpa dibekali uang jajan.
Dalam situasi seperti ini, juga dipertanyakan terkait kesempatan guru-guru mengikuti diklat tahunan untuk penyegaran dan penyesuaian kurikulum.
Baca juga: DAU Rp 157 Miliar Telah Ditransfer ke NTT, Ribuan Guru Honor Belum Diakomodasi
Berapa persen alokasi dana untuk sektor pendidikan setiap tahun anggaran dan sejauh mana dana itu dikelola. Juga pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah.
Pengangkatan dan penempatan kepala sekolah berdasarkan kompetensi orang itu atau kepentingan politik tertentu. ”Semua itu perlu dievaluasi agar berubah dan berbenah,” kata Riwu Kaho.