Semua debit air bendungan di NTT melimpas keluar. Curah hujan sejak Oktober sampai saat ini membuat daya tampung kolam bendungan penuh.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Pada musim hujan ini, debit air untuk empat bendungan yang sudah beroperasi di Nusa Tenggara Timur melimpas. Kelimpahan air bendungan diharapkan bisa mencukupi kebutuhan air baku dan irigasi pertanian.
Empat bendungan yang sudah beroperasi itu meliputi Bendungan Tilong dan Raknamo di Kabupaten Kupang, Rotiklot di Belu, dan Napung Gete di Kabupaten Sikka. Selain itu, ada empat bendungan yang masih dalam proses pembangunan, meliputi Temef di perbatasan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara, Manikin di Kabupaten Kupang, Mbay di Kabupaten Nageko, dan Kolhua di Kota Kupang. Tujuh bendungan dibangun pada era Presiden Joko Widodo dan satu bendungan, yakni Tilong, dibangun Presiden Megawati Sukarnoputri (2001-2004).
Pengamatan di Bendungan Tilong, Dusun Tilong, Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Senin (20/2/2023), air bendungan itu melimpas melewati batas kolam genangan. Kondisi ini berbeda dengan periode yang sama 2022, yakni air bendungan tidak mencapai batas tengah kolam genangan bendungan.
Bendungan Tilong pun ditata semakin baik, lengkap dengan pelampung, rumah jaga, dan beberapa penataan lain. Lumpur di dasar kolam itu dibersihkan Juni-Agustus 2022 sebelum musim hujan tiba.
Total luas genangan Bendungan Tilong mencapai 154,90 hektar, semuanya terisi sampai melimpas keluar kolam. Total kapasitas tampungan 19,07 juta meter kubik.
Musim hujan tahun ini terjadi sejak Oktober dan diprediksi sampai Maret 2023. Air hujan bakal terus mengalir begitu saja, melewati batas tampungan.
Satuan Kerja Balai Wilayah Nusa Tenggara 2,Frengki Welkis, mengatakan, selain Tilong, Bendungan Raknamo, Rotiklot, dan Napung Gete pun melimpas. Musim hujan tahun ini, semua bendungan di NTT terisi penuh air hujan. Kapasitas airmelewati titik batas tampungan yang disiapkan sampai meluber keluar.
Tahun ini Bendungan Tilong diprediksi bisa menyuplai air baku bagi 530.000 warga Kota Kupang sampai akhir November 2023. Pada 2020-2022 Tilong menyuplai air baku hanya sampai Agustus. Namun,masih ada sumber-sumber air baku lain yang mencukupi kebutuhan warga. Saat itu, curah hujan tidak merata dan jarang terjadi di sekitar Kabupaten Kupang.
Kini, Kota dan Kabupaten Kupang memiliki empat bendungan, yakni Tilong, Raknamo, Manikin, dan Kolhua. Manikin sedang dalam proses pembangunan. Kolhua masih dalam proses negosiasi lahan dengan warga.
Jika keempat bendungan ini terbangun, Kota dan Kabupaten Kupang tidak kesulitan air baku. Air irigasi hanya bagi petani di dataran rendah di sekitar bendungan. Lahan pertanian yang berada di ketinggian dari posisi bendungan tidak bisa memanfaatkan air bendungan itu.
Kelimpahan air bendungan tahun ini merupakan kesempatan bagi para petani sekitar bendungan menggarap sawah, tanaman hortikultura, jagung, dan umbi-umbian secara leluasa. Mereka tidak perlu khawatir akan air irigasi.
Sampai puncak kemarau pun bendungan masih bisa melayani air baku bagi warga, dan untuk kepentingan irigasi. Warga sekitar bendungan tidak kesulitan stok makanan sampai akhir tahun 2023 ini.
Kawasan sekitar bendungan bisa menjadi kawasan lumbung pangan baru. Lewat pasar-pasar tradisional, mereka bisa menyuplai beras, jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan dalam jumlah yang cukup untuk masyarakat lain.
Dulu, petani berebut air sehingga beberapa petani terpaksa membuat sumur bor di atas lahan miliknya. Ada pula beberapa petani bergabung membangun sumur bor sendiri. Tetapi, tahun ini, kelihatan petani tidak kesulitan air irigasi. Ini terlihat dari aliran air yang masuk ke lahan warga.(Maksi Sano)
Air bendungan yang melimpah, diakui Maksi Sano (52), anggota kelompok tani Salamanda di Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang. Saat ditemui, Senin, ia sedang membersihkan rerumputan di antara tanaman padi.
”Dulu, petani berebut air sehingga beberapa petani terpaksa membuat sumur bor di atas lahan miliknya. Ada pula beberapa petani bergabung membangun sumur bor sendiri. Tetapi, tahun ini, kelihatan petani tidak kesulitan air irigasi. Ini, terlihat dari aliran air yang masuk ke lahan warga,” kata Sano.
Ayah empat anak inimemiliki 10.000 meter persegi lahan sawah, warisan orangtua. Ia baru menggarap 5.000 meter persegi karena keterbatasan traktor tangan. Traktor itu ia pinjam dari saudaranya yang juga petani di Oesao, sekitar 20 kilometer dari Noelbaki. Traktor tersebut sedang digunakan saudaranya untuk membajak.
Belum semua petani menggarap lahan seluas sekitar 150 hektar di wilayah itu. Beberapa tahun terakhir ini mereka selalu gagal panen karena keterbatasan air irigasi dari Bendungan Tilong.
Selain milik petani, juga sejumlah pejabat yang ada di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Sawah-sawah itu biasanya diserahkan ke penggarap dengan sistem bagi hasil atau sistem kontrak.
Selain Noelbaki, beberapa petani di Desa Mata Air, desa tetangga Noelbaki, juga memanfaatkan air Bendungan Tilong untuk lahan sawah dan tanaman hortikultura. Namun, luas lahan sawah dan hortikultura di Mata Air hanya 25 hektar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kupang Amin Djuaria mengatakan, petani sudah tahu masa persiapan lahan, dan masa tanam. Saat ini sebagian petani sedang menanam, sebagian lagi menyiapkan lahan. Ada pula sawah yang telah ditanami padi dan berusia 2-3 pekan.
Pemerintah Kabupaten Kupang fokus mengatur irigasi bagi semua petani yang tersebar di 24 kecamatan, tidak hanya petani sekitar bendungan. Sementara jumlah tenaga lapangan terbatas. Mereka mendampingi petani secara bergilir.
”Tentu kita dorong petani agar memanfaatkan air irigasi dari dua bendungan yang sudah beroperasi di Kabupaten Kupang secara baik. Pemerintah menyiapkan bibit, pupuk, dan fasilitas pendukung lain bagi petani yang membutuhkan,” katanya.