Bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Dituntut 6,5 Tahun Penjara
Bekas Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, dituntut 6,5 tahun penjara atas kasus dugaan suap izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton dan penerbitan IMB hotel di Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Bekas Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, dituntut 6,5 tahun penjara atas kasus dugaan suap izin mendirikan bangunan Apartemen Royal Kedhaton dan penerbitan IMB hotel di Yogyakarta. Dua terdakwa lain, yaitu Nurwidihartana dan Triyanto Budi Yuwono, dikenai tuntutan lebih rendah. Selain pidana penjara, para terdakwa juga dikenai denda ratusan juta rupiah dan pidana tambahan berupa uang pengganti.
Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi dugaan suap perizinan bangunan yang melibatkan Haryadi, Nurwidihartana, dan Triyanto di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (14/2/2023).
Sidang berlangsung secara hibrida dipimpin Ketua Majelis Hakim Djauhar Setyadi. Majelis hakim, tim jaksa penuntut umum, dan tim penasihat hukum ketiga terdakwa hadir langsung di ruang sidang. Sementara, para terdakwa mengikuti sidang secara daring.
Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum Zaenal Abidin meminta agar Haryadi dikenai pidana penjara selama 6,5 tahun dikurangi semasa terdakwa berada dalam tahanan. Pihaknya juga menuntut denda Rp 300 juta subsider kurungan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Masih ada tuntutan lain berupa pidana tambahan pembayaran uang pengganti sesuai dengan nominal suap yang diterima Haryadi sebesar Rp 390 juta.
“Uang pengganti sebesar Rp 390 juta dikurangkan dengan uang yang telah disita dan disetor ke rekening penampungan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Rp 205 juta sehingga terdakwa masih dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 185 juta,” kata Zaenal.
Zaenal menjelaskan, apabila terdakwa tidak membayarkan uang pengganti dalam satu bulan setelah putusan pengadilan, harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi besaran uang pengganti. Jika nanti juga tidak ada harta benda yang dimiliki, terdakwa akan dipidana penjara selama dua tahun.
Lebih lanjut, Zaenal juga menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Haryadi berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik. Hukuman itu bakal berlaku lima tahun sejak Haryadi rampung menjalani masa pidana pokoknya.
”Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dan negara dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa juga tidak sepenuhnya mengakui perbuatan yang didakwakan,” kata Zaenal, soal hal-hal yang memberatkan Haryadi dalam kasus tersebut.
Dua terdakwa lainnya, yaitu Nurwidihartana dan Triyanto, juga dibacakan tuntutannya dalam sidang tersebut. Dalam kasus itu, Nurwidihartana berposisi sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta, sedangkan Triyanto merupakan sekretaris pribadi Haryadi. Tim jaksa penuntut umum menilai keduanya sama-sama membantu Haryadi melancarkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Nurwidihartana dituntut pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Dia juga dikenai pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 290 juta, sesuai jumlah suap yang diterimanya. Sebanyak Rp 5 juta telah disita dan disetor ke rekening penampungan KPK. Artinya, ia masih dibebani pembayaran uang pengganti sebesar Rp 285 juta.
Surat tuntutan sudah disampaikan. Tentu, setelah ini, para terdakwa diberikan hak untuk pembelaan.
Untuk Triyanto, tuntutan pidana yang dilayangkan adalah 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulang kurungan. Ia tidak dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti seperti dua terdakwa lainnya karena Triyanto sudah mengembalikan semua uang suap yang diterimanya lewat rekening penampungan KPK.
”Hal yang meringankan, para terdakwa (Nurwidihartana dan Triyanto) belum pernah dihukum. Para terdakwa juga memiliki tanggungan keluarga. Nurwidihartana juga mengembalikan sebagian uang yang diterima, sedangkan Triyanto mengembalikan seluruhnya. Kemudian, mereka juga bersikap sopan dan menghargai persidangan,” kata Zaenal.
Ketua Majelis Hakim Djauhar Setyadi menerima semua tuntutan tersebut. Itu disertai dengan ribuan berkas tuntutan berupa bukti-bukti pendukung dalam pemeriksaan kasus. Pihaknya juga mempersilakan para terdakwa mengajukan pembelaan masing-masing. Sidang beragenda pembelaan para terdakwa bakal diadakan, Selasa (21/2/2023) pekan depan.
“Surat tuntutan sudah disampaikan. Tentu, setelah ini, para terdakwa diberikan hak untuk pembelaan. Sesuai yang disepakati, jadwalnya satu minggu setelah ini,” ujar Djauhar dalam persidangan tersebut.
Tim penasihat hukum Haryadi, M Fahri Hasyim, memastikan kliennya akan menyampaikan pembelaan dalam kasus tersebut. Ia menganggap tuntutan yang diberikan masih cukup berat. Sebab, dugaan korupsi dilakukan secara bersama-sama. Terlebih lagi, menurut dia, kliennya juga sudah kooperatif selama persidangan. Namun, pihaknya menyerahkan seluruh mekanisme hukum agar berlaku sebagaimana mestinya.
“Kan, sudah mengaku, sudah mengembalikan. Ini bagian dari kesadaran bahwa manusia juga tidak bisa lepas dari kesalahan seperti kita semua. Tidak ada niat untuk memperkaya diri. Semuanya dikembalikan. Tetapi, waktunya memang bertahap,” kata Fahri, seusai persidangan.