Fakta Baru, Eks Wali Kota Yogyakarta Juga Didakwa Terima Suap IMB Hotel
Sidang perdana kasus korupsi dengan terdakwa bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengungkap fakta baru. Selain terkait IMB Apartemen Royal Kedhaton, Haryadi juga didakwa menerima suap terkait penerbitan IMB hotel.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sidang perdana kasus korupsi dengan terdakwa bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Rabu (19/10/2022), mengungkap fakta baru. Dalam sidang itu, Haryadi tak hanya didakwa menerima suap terkait dengan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton yang sudah banyak diketahui. Namun, dia juga didakwa menerima suap terkait penerbitan IMB sebuah hotel di Yogyakarta.
Sidang perdana kasus korupsi yang melibatkan Haryadi itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta secara hibrida dengan dipimpin Djauhar Setyadi selaku Ketua Majelis Hakim. Majelis hakim, tim jaksa penuntut umum (JPU), dan tim penasihat hukum Haryadi hadir langsung di ruang sidang. Adapun Haryadi selaku terdakwa mengikuti sidang secara daring.
Dalam dakwaannya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ferdian Adi Nugroho, mengatakan, Haryadi Suyuti diduga menerima suap terkait penerbitan IMB dua proyek di Kota Yogyakarta, yakni Apartemen Royal Kedhaton serta Hotel Iki Wae atau disebut juga dengan nama Hotel Aston Malioboro.
Suap terkait IMB Apartemen Royal Kedhaton sudah banyak diketahui publik karena telah disampaikan oleh pimpinan KPK dalam konferensi pers pada 3 Juni 2022 atau sehari setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Haryadi. Namun, dugaan suap terkait IMB Hotel Iki Wae atau Aston Malioboro baru terungkap dalam sidang perdana ini.
Pemberian suap terkait dua kasus itu juga melibatkan bekas Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidihartana serta Triyanto Budi Yuwono yang merupakan sekretaris pribadi Haryadi. Sama seperti Haryadi, keduanya telah ditangkap KPK.
Ferdian memaparkan, dalam penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton, Haryadi diduga menerima suap dari Oon Nusihono yang waktu itu menjabat Head of Government Relation PT Summarecon Agung Tbk serta Dandan Jaya Kartika yang menjabat Direktur PT Java Orient Property (JOP).
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Haryadi diduga menerima suap dalam bentuk uang dan barang untuk memuluskan penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton. Terkait proyek tersebut, Haryadi diduga menerima suap berupa uang 20.450 dollar AS, uang Rp 20 juta, satu unit mobil Volkswagen Scirocco, serta satu unit sepeda elektrik merek Specialized Levo FSR.
Sementara itu, terkait penerbitan IMB Hotel Iki Wae atau Aston Malioboro, Haryadi diduga menerima suap sebesar Rp 150 juta. Uang suap itu diberikan oleh Direktur PT Guyub Sengini Group Sentanu Wahyudi melalui Triyanto Budi Yuwono. Total uang yang diberikan Sentanu kepada Triyanto sebenarnya berjumlah Rp 200 juta. Namun, sebesar Rp 50 juta diambil oleh Nurwidihartana.
Perkembangan penyidikan
Ferdian menyatakan, pada mulanya penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Haryadi Suyuti memang hanya terkait IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan oleh PT JOP. Namun, dalam perkembangan penyidikan kasus itu, ditemukan dugaan bahwa Haryadi juga menerima suap dari PT Guyub Sengini Group terkait IMB Hotel Iki Wae atau Aston Malioboro.
”Ternyata, dalam proses penyidikan, Pak Haryadi diduga tidak hanya menerima dari PT JOP. Ada penerimaan dari yang lain, yaitu PT Guyub Sengini Group, terkait dengan pengurusan IMB juga,” tutur Ferdian saat ditemui seusai sidang.
Ferdian memaparkan, saat menjalani pemeriksaan, Haryadi tidak mengakui menerima uang dari PT Guyub Sengini Group. Namun, pemberian uang tersebut tetap dimasukkan ke dalam dakwaan karena ada keterangan dari Nurwidihartana dan Triyanto Budi Yuwono.
”Dakwaan kami seperti itu, nanti akan kita uji faktanya di persidangan seperti apa karena, kan, Pak Haryadi Suyuti terkait hal ini dia tidak mengakui. Kami menggunakan keterangan Triyanto Budi Yuwono dan Nurwidihartana,” ungkap Ferdian.
Ferdian menambahkan, sampai sekarang Sentanu Wahyudi sebagai pihak yang diduga memberi suap kepada Haryadi masih berstatus sebagai saksi. ”Ke depan, kami enggak tahu statusnya seperti apa, tapi yang pasti sekarang statusnya masih saksi. Belum ada pengembangan dari penyidik untuk tersangka baru terkait pemberi suap,” katanya.
Sementara itu, dalam dakwaan JPU KPK, Haryadi dijerat dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001. Pasal lain yang digunakan untuk menjerat Haryadi adalah Pasal 11 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.
Ternyata, dalam proses penyidikan, Pak Haryadi diduga tidak hanya menerima dari PT JOP .
Ancaman hukuman untuk Haryadi adalah pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim, Haryadi mengaku sudah mengerti dan memahami dakwaan yang dibacakan JPU KPK. Haryadi juga menyebut tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan terkait dakwaan tersebut. ”Saya tidak mengajukan eksepsi,” katanya.
Penasihat hukum Haryadi Suyuti, Fahri Hasyim, menilai, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi terkait dakwaan yang dibacakan JPU KPK. Namun, dia menyebut masalah tersebut akan dibahas oleh tim penasihat hukum saat pemeriksaan saksi.
”Secara hukum, menurut kami, ada hal-hal yang perlu kita koreksi. Tapi, nanti kita akan bahas atau mengomentarinya pada pemeriksaan saksi,” tutur Fahri.