Misteri Tumpukan Dokumen Saat KPK Geledah Balai Kota Yogyakarta
KPK menggeledah Balai Kota Yogyakarta terkait kasus suap pada eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. Dalam penggeledahan itu, sempat terlihat sejumlah berkas yang diduga dokumen IMB beberapa hotel di Yogyakarta.
Oleh
HARIS FIRDAUS, NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah Balai Kota Yogyakarta terkait kasus suap terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. Dalam penggeledahan itu, sejumlah berkas yang diduga dokumen izin mendirikan bangunan beberapa hotel di Yogyakarta terlihat dikumpulkan di sebuah ruangan. Apakah ini tanda KPK akan mengembangkan penyidikan terkait perizinan hotel di Yogyakarta?
Pintu menuju ruang kerja Wali Kota Yogyakarta tampak tertutup rapat, Selasa (7/6/2022) siang. Seorang polisi yang membawa senjata laras panjang terlihat duduk di kursi di depan ruangan tersebut. Tak lama kemudian, seorang pria dengan rompi bertuliskan ”KPK” tampak keluar dari ruangan Wali Kota Yogyakarta.
Sejumlah petugas KPK mendatangi Balai Kota Yogyakarta untuk menggeledah beberapa ruangan, siang itu. Salah satu ruangan yang digeledah adalah ruang kerja Wali Kota Yogyakarta. Selain itu, KPK juga menggeledah ruangan di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta serta Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, para petugas KPK yang melakukan penggeledahan itu datang ke Balai Kota Yogyakarta sekitar pukul 12.00. Sebagian petugas itu kemudian masuk ke dalam ruang kerja Wali Kota Yogyakarta. Setelah itu, mereka berpindah ke ruang Kepala DPMPTSP.
Setelah itu, sekitar pukul 16.00, sejumlah petugas KPK berpindah ke kantor DPUPKP. Beberapa petugas tersebut baru keluar dari kantor DPUPKP sekitar pukul 18.00. Saat itu, seorang petugas terlihat membawa sebuah koper berwarna silver (perak). Sesudah dari kantor DPUPKP, para petugas KPK kembali mendatangi ruangan kerja Wali Kota Yogyakarta.
Proses penggeledahan itu baru selesai sekitar pukul 20.00 atau 8 jam setelah para petugas KPK datang ke Balai Kota Yogyakarta. Saat meninggalkan ruang kerja Wali Kota Yogyakarta, para petugas itu terlihat membawa dua koper, yakni satu koper warna hitam dan satu koper warna hijau. Dua koper itu lalu dinaikkan ke mobil yang membawa para petugas KPK meninggalkan kompleks Balai Kota Yogyakarta.
Penggeledahan di Balai Kota Yogyakarta itu terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang dilakukan KPK pada Kamis (2/6/2022). Haryadi bersama tiga orang lain kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Yogyakarta.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan tim KPK telah menggeledah sejumlah ruangan di Yogyakarta dan Jakarta. Pada Selasa, tim penyidik menggeledah beberapa tempat yang berada di wilayah Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.
”Beberapa tempat dimaksud adalah lokasi yang sesaat setelah dilakukan tangkap tangan oleh tim KPK langsung dilakukan pemasangan stiker segel KPK,” ujar Ali.
Terkait penggeledahan di Jakarta, Ali mengungkapkan, penggeledahan tersebut dilakukan tim penyidik pada Senin (6/6/2022). Penggeledahan dilakukan di wilayah Jakarta Timur, yaitu kantor PT Summarecon Agung Tbk.
Tim penyidik menggeledah beberapa tempat yang berada di wilayah Kota Yogyakarta. Salah satunya adalah ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.
Di lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai bukti, antara lain dokumen dan sejumlah uang. Bukti-bukti tersebut saat ini masih dilakukan penghitungan yang diduga kuat berkaitan dengan perkara.
”Bukti-bukti tersebut akan dianalisis kembali dan disita untuk melengkapi berkas perkara dari para tersangka,” kata Ali.
Berdasarkan pantauan Kompas, saat penggeledahan di ruang Kepala DPMPTSP Kota Yogyakarta, seorang petugas KPK juga tampak mendatangi ruangan Seksi Data dan Informasi DPMPTSP. Petugas yang masuk ke ruangan itu terlihat mencopot rompi KPK yang dipakainya. Dia lalu tampak berbincang dengan seorang pegawai Pemkot Yogyakarta di ruangan itu.
Saat itu, di ruangan Seksi Data dan Informasi DPMPTSP terlihat tumpukan dokumen yang diletakkan di lantai. Sebagian dokumen tersebut baru saja dibawa masuk ke ruangan itu oleh pegawai Pemkot Yogyakarta. Beberapa dokumen itu dimasukkan ke dalam map berwarna merah muda dengan tulisan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Di beberapa map tersebut juga terlihat kertas berisi tulisan sejumlah data. Di sebagian kertas, tampak tulisan nama beberapa hotel di Yogyakarta beserta alamat. Oleh karena itu, berkas-berkas tersebut diduga merupakan dokumen IMB sejumlah hotel di Yogyakarta. Namun, belum diketahui pasti apakah dokumen-dokumen tersebut ikut dibawa petugas KPK atau tidak.
Meski demikian, tumpukan dokumen yang terlihat saat penggeledahan itu bisa jadi merupakan indikasi bahwa KPK juga menyelidiki kemungkinan Haryadi Suyuti menerima suap terkait proyek selain Apartemen Royal Kedhaton.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi menyatakan, dalam penggeledahan sejumlah ruangan di Balai Kota Yogyakarta pada Selasa kemarin, petugas KPK membawa sejumlah berkas terkait kasus suap yang menjerat Haryadi Suyuti. Kebanyakan berkas yang dibawa petugas KPK itu berasal dari kantor DPMPTSP.
”Ada berkas-berkas yang diambil rekan-rekan dari KPK. Berkas-berkas itu berkaitan dengan kasus kemarin yang OTT itu. Prinsipnya, kami dari Pemkot Yogyakarta bekerja sama dengan baik terhadap apa-apa yang dilakukan aparat penegak hukum,” kata Sumadi, Rabu (8/6/2022).
Sumadi menambahkan, petugas KPK juga membawa sejumlah berkas perizinan proyek yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Haryadi. Berkas perizinan yang dibawa KPK itu kemungkinan tidak hanya terkait dengan Apartemen Royal Kedhaton, tetapi juga beberapa proyek lainnya.
”Saya belum tahu detailnya (berkas yang disita), tapi berkaitan dengan proses-proses yang kemarin di apartemen dan beberapa perizinan. Mungkin juga termasuk perizinan-perizinan yang diterbitkan sebelum kejadian yang kemarin, tetapi masih di bawah kewenangan beliau (Haryadi Suyuti),” ungkap Sumadi.
Penerbitan IMB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, selain terkait penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton, Haryadi diduga juga menerima suap dari penerbitan IMB proyek lain.
”Selain penerimaan tersebut, HS (Haryadi Suyuti) juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik,” kata Alexander dalam konferensi pers, Jumat (3/6/2022).
Oleh karena itu, Alexander menyatakan, KPK akan memeriksa perizinan proyek lain yang terbit semasa Haryadi menjabat sebagai Wali Kota Yogyakarta. Haryadi menjabat sebagai Wali Kota selama dua periode, yakni tahun 2011-2016 serta 2017-2022.
”Kita tahu bersama bahwa Yogyakarta itu kota pariwisata dan pembangunan hotel ataupun apartemen di sana sangat marak. Ini juga menjadi perhatian kami di KPK, apakah dalam proses perizinan-perizinan sebelumnya itu juga ada deal-deal (kesepakatan-kesepakatan) seperti ini,” kata Alexander.
Selama Haryadi Suyuti menjabat sebagai wali kota sejak Desember 2011 hingga Mei 2022, jumlah hotel di Yogyakarta memang meningkat signifikan. Peningkatan itu terutama terjadi untuk hotel berbintang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2011, jumlah hotel berbintang di Yogyakarta hanya 24 unit dan hotel nonbintang sebanyak 344 unit.
Sementara itu, pada tahun 2021, jumlah hotel berbintang di Yogyakarta sebanyak 101 unit dan hotel nonbintang sebanyak 536 unit. Artinya, dalam kurun 10 tahun, jumlah hotel berbintang di Yogyakarta meningkat 320 persen atau empat kali lipat lebih. Adapun jumlah hotel nonbintang meningkat sekitar 55 persen.
Aktivis Jogja Corruption Watch, Baharuddin Kamba, menyatakan, kasus suap dalam penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton menunjukkan adanya problem serius dalam mekanisme perizinan di Yogyakarta. Oleh karena itu, KPK didorong segera menyelidiki izin proyek-proyek lain di Yogyakarta yang terbit semasa kepemimpinan Haryadi Suyuti.
Di sisi lain, Baharuddin mengingatkan, kasus tersebut juga menunjukkan perlunya pembenahan terhadap proses perizinan bangunan komersial di Yogyakarta. ”Kasus ini membuktikan adanya problem serius dalam proses penerbitan IMB terhadap bangunan komersil di Kota Yogyakarta. Ini harus segera dibenahi dari berbagai aspek,” ujarnya.
Menurut Baharuddin, pembenahan itu harus dilakukan terkait proses pengajuan izin, pemeriksaan kelengkapan dan syarat perizinan, serta pengawasan saat bangunan komersial sudah jadi. Selain itu, lembaga inspektorat selaku pengawas internal pemerintahan perlu diperkuat peran, fungsi, dan kewenangannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan.