Minyakita Langka di Jateng, Pemerintah Diminta Utamakan Kebutuhan Dalam Negeri
Minyak goreng kemasan sederhana, Minyakita, langka di Jateng. Padahal, selama ini, produk minyak goreng itu menjadi primadona di masyarakat karena dijual dengan harga lebih murah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pedagang pasar dan masyarakat di sejumlah wilayah Jawa Tengah mengeluhkan kelangkaan minyak goreng kemasan sederhana Minyakita sebulan terakhir. Selain langka di pasaran, harga Minyakita juga melambung. Pedagang pasar berharap pemerintah mengutamakan pemenuhan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dibandingkan ekspor.
Minyakita merupakan minyak goreng kemasan yang menjadi bagian dari program Minyak Goreng Rakyat dari Kementerian Perdagangan. Produk itu diluncurkan pada pertengahan tahun 2022 untuk mengendalikan kenaikan harga minyak goreng.
Sejak beredar di pasaran, Minyakita menjadi primadona bagi para pedagang dan masyarakat di Jateng. Hal itu karena harga eceran tertingginya cukup terjangkau, yakni Rp 14.000 per liter. Harga Minyakita tersebut jauh lebih rendah daripada harga minyak goreng kemasan yang umumnya Rp 16.000 hingga Rp 18.000 per liter.
Di Kota Semarang, Minyakita disebut mulai langka selama sebulan terakhir. Sejumlah pedagang mengatakan tidak tahu penyebab pasti kelangkaan Minyakita.
”Saya tidak diberi tahu detail apa penyebab kelangkaannya. Setiap kami bertanya, supplier-nya selalu bilang kalau stoknya masih kosong. Sementara itu, setiap hari ada saja pembeli yang menanyakan kapan Minyakita ada lagi,” ucap Jumiati (42), pedagang di Pasar Peterongan, Kecamatan Semarang Selatan, Rabu (8/2/2023).
Kelangkaan Minyakita juga dikeluhkan oleh pedagang dan masyarakat di Kabupaten Batang. Tak hanya langka, harga Minyakita di wilayah itu juga naik, melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
”Sudah hampir sebulan saya kesusahan mendapatkan Minyakita, baik di pasar tradisional maupun di swalayan-swalayan. Pekan lalu saya sempat mendapatkan satu bungkus Minyakita di pasar, tapi harganya lebih mahal dari biasanya. Harganya menjadi Rp 14.500 per liter,” kata Novi Rochmawati (27), warga Kecamatan Batang.
Selama stok Minyakita langka, Novi terpaksa beralih membeli minyak goreng curah. Untuk mendapatkan 1 liter minyak goreng curah, Novi harus merogoh kocek hingga Rp 17.000 per liter. Novi berharap Minyakita yang memiliki harga lebih murah bisa segera kembali tersedia di pasaran.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil dan Mikro Batang Endang Rahmawati menyebut, kebutuhan minyak goreng di wilayahnya mencapai 28.000 liter per hari. Kendati tak menyebut detail jumlah stoknya, Endang meyakini suplai Minyakita dari pemerintah sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Batang.
”Kebanyakan masyarakat lebih memilih untuk membeli minyak goreng bersubsidi karena harganya yang lebih murah. Sebenarnya, kalau masyarakat yang mampu mau membeli minyak yang nonsubsidi, stoknya pasti mencukupi,” ujar Endang.
Kelangkaan Minyakita disesalkan oleh Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jateng. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah APPSI Jateng Suwanto menduga, kelangkaan Minyakita disebabkan oleh banyaknya minyak kelapa sawit mentah yang diekspor. Kondisi itu membuat stok minyak dalam negeri terbatas.
”Minyak kelapa sawit mentah yang diekspor sampai 80 persen, sisanya sebesar 20 persen untuk jatah dalam negeri. Sebelum ekspor harus dipastikan dulu kebutuhan dalam negeri terpenuhi,” kata Suwanto.
Selain membatasi ekspor, Suwanto berharap pemerintah juga bisa memberlakukan pajak untuk ekspor minyak kelapa sawit mentah. Pajak itu nantinya bisa dialokasikan untuk tambahan subsidi minyak goreng di pasaran. Dengan begitu, harganya bisa lebih terjangkau untuk masyarakat.
Sejak beredar di pasaran, Minyakita menjadi primadona bagi para pedagang dan masyarakat di Jateng.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam akun Instagram resminya, menyebut ada sejumlah penyebab kenaikan harga minyak goreng, termasuk Minyakita. Pertama, terjadi pergeseran konsumsi minyak goreng. Masyarakat yang terbiasa membeli minyak goreng premium beralih membeli Minyakita (Kompas.id, 7/2/2023).
Kedua, kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) minyak goreng berkurang, terutama untuk Minyakita. Tingginya hak ekspor menjadi disinsentif untuk memenuhi DMO di tengah perlambatan permintaan ekspor.
”Selain kedua faktor itu, kenaikan harga minyak goreng juga terjadi akibat proses distribusi. Hal itu diindikasikan oleh adanya penumpukan stok dan pelanggaran terhadap penetapan harga eceran tertinggi,” kata Luhut.
Luhut menambahkan, dalam rapat koordinasi pemerintah bersama produsen minyak goreng, disepakati pasokan minyak goreng di dalam negeri ditingkatkan sebanyak 50 persen hingga memasuki masa Lebaran. Pemerintah juga memutuskan mendepositokan 66 persen hak ekspor yang dimiliki eksportir saat ini untuk sementara waktu.