Mempercepat Pencegahan, Tiga Alat Deteksi Dini ASF Hadir di NTT
Untuk mencegah penyebaran demam babi Afrika di NTT, tiga alat deteksi dini ASF disumbangkan PRISMA dan AIHSP untuk provinsi ini dan ditempatkan di tiga pulau besar.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
CEO PRISMA Indonesia Nina Fitzsimons (kanan) dan Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT drh Melky Angsar bersama-sama memegang alat deteksi dini ASF mobile, di Kupang, Selasa (7/2/2023). Tiga alat ini disumbangkan PRISMA Indonesia bersama AIHSP, kemitraan Australia-Indonesia untuk ketahanan kesehatan.
KUPANG, KOMPAS – Tiga alat pendeteksi dini demam babi Afrika (ASF) hadir di Nusa Tenggara Timur. Loop Mediated Isothermal Amplification Diagnestic Tool merupakan alat yang disumbangkan PRISMA Indonesia dan AIHSP untuk mencegah penyebaran demam babi Afrika di daerah itu.
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Joseph Nai Soe, ketika menerima bantuan Loop Mediated Isothermal Amplification (Lamp) Diagnostic Tool di Kupang, Selasa (7/2/2023), mengatakan, sudah lebih dari tiga tahun NTT bergelut mencegah penyebaran demam babi Afrika. Virus ini muncul kemudian menghilang, dan muncul lagi di saat kondisi fisik babi melemah.
Dikatakan, dengan kehadiran tiga alat Lamp Diagnostic Tool ini, peternak dan pemerintah kabupaten dan kota terbantu. Alat ini sebagai upaya pencegahan dini ASF yang tersebar di 22 kabupaten/kota.
Satu alat ditempatkan di Kota Kupang untuk pemeriksaan ternak babi seluruh daratan Timor barat, satu unit di Waingapu untuk empat kabupaten di Pulau Sumba, dan satu unit di Maumere untuk sembilan kabupaten di Flores-Lembata.
Lamp Diagnostic Tool bantuan dari Promoting RuralIncomes Through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) Indonesia, bekerja sama dengan Program Kemitraan Indonesia-Australia untuk ketahanan kesehatan atau AIHSP.
Turut hadir perwakilan Departemen of Foreign Affairs and Trade, Lulu Wardhani, Kadis Pertanian Sikka Satriawan Sadipun, Kadis Peternakan Sumba Timur drh Yohanis Anggung Praing, Kepala Balai Karantina Pertanian Kupang drh Yulius Hunggar, serta tim PRISMA dan tim AIHSP.
Ia mengatakan, populasi babi di NTT terbesar di Indonesia. Babi tidak hanya untuk kebutuhan ketahanan ekonomi rumah tangga, tetapi juga sebagai ekspresi budaya dari dahulu kala. Setiap kegiatan adat di kalangan masyarakat, darah babi harus tumpah dan diteteskan, simbol pemersatu manusia dengan Tuhan dan lingkungan sekitar.
Kehadiran alat ini sangat membantu peternak dan pemda dalam mengatasi penyebaran virus ASF. Peternak bisa memastikan, apakah ASF ini sudah punah dari NTT atau masih berkembang biak pada ternak. ”Tentu dapat terpantau dengan cepat sehingga segera diambil tindakan,” ujarnya.
Alat ini bisa melakukan tes ASF secara cepat, andal, dan hemat biaya serta bisa dilakukan di lapangan.
Nae Soi juga meminta AIHSP dan PRISMA Indonesiamembantu studi banding soal cara beternak babi yang sehat dan efisien di Australia.
”Kalau tahap pertama 10 peternak yang dikirim juga baik. Mereka pulang akan menelurkan pengetahuan itu ke kelompok peternak lain. Peternak, kalau melihat langsung, itu jauh lebih termotivasi,” tuturnya.
Kewaspadaan
Sementara CEO Prisma Indonesia Nina Fitzsimons mengatakan, PRISMA bersama mitra, baik Pemerintah Indonesia maupun swasta, melakukan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, pengetahuan petani, dan pelaku pasarterkait penyakit ASF. Ada kampanye ASF dan pelatihan bagi pelatih (ToT) untuk petugas kesehatan hewan dan penguatan sistem manajemen pada hewan.
Salah satu langkah penting adalah melalui deteksi dini penyakit dan respons cepat tanggap. Untuk itu, PRISMA Indonesia dan AIHSP memberikan dukungan melalui pengadaan alat Lamp Diagnostic Tool.
”Alat ini bisa melakukan tes ASF secara cepat, andal, dan hemat biaya serta bisa dilakukan di lapangan,” kata Nina.
PRISMA dan AIHSP juga memberikan pelatihan ToT, yakni peningkatan kapasitas, uji coba lapangan, kegiatan sosialisasi, dan promosi Lamp. Alat ini dapat memperkuat upaya pemerintah dalam melakukan deteksi dini sehingga dapat membantu otoritas veteriner mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
Bagi peternak dan pengusaha ternak, kehadiran Lamp menjadi alternatif dan terobosan bagi mereka untuk terus berdagang babi hidup, daging babi, dan produk turunannya. Hal ini penting bagi NTT karena babi di NTT sedang dalam pemulihan dari wabah ASF sebelumnya.
Untuk keberlanjutan manfaat dari Lamp ini ke depan, pemerintah dapat menyiapkan sumber daya dan anggaran untuk meningkatkan kapasitas staf laboratorium, pengadaan reagendan test kit, serta melakukan promosi Lamp sehingga makin banyak peternak, pengusaha, dan masyarakat umum yang memahami.
Direktur Program AISHP John Leikgh mengatakan, penanganan ASF butuh kerja sama berbagai pihak. Dengan penyerahan alat deteksi dini virus ini, sekaligus membangun kapasitas petugas lapangan dan teknisi laboratorium. ”Kami ingin membantu NTT memulihkan sektor peternakan secara cepat dan tuntas,” ucapnya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT drh Melky Angsar mengatakan, tiga alat itu bisa dibawa ke mana-mana. Jika kasus di satu kabupaten meningkat, alat di kabupaten lain bisa didatangkan.
Untuk menjaga keberlangsungan alat ini, segera dipersiapkan tenaga khusus dari bidang kesehatan hewan guna mengoperasikan alat tersebut. Tenaga-tenaga itu sudah ada. Mereka perlu belajar sistem kerja alat, pengoperasian, perawatan, dan perbaikan.
”Alat ini baru untuk NTT. Satu kali naik, bisa 90 sampel darah. Bisa satu jam langsung diketahui. Hanya 30 persen pemeriksaan, sudah mewakili populasi ternak di wilayah itu,” ujar Melky.
Sistem kerja alat ini sangat efektif dan efisien. ”Dulu, kita harus kirim sampel ke Denpasar dan menunggu hasil sampai dua pekan. Sekarang, dengan alat ini, hasilnya lebih cepat diketahui. Pencegahan dini pun lebih dini,” tutur Melky.
Jumlah kematian babi akibat ASF sudah mencapai 318 ekor, tersebar di sembilan kabupaten/kota. Kabupaten Kupang terbanyak angka kematian. Namun, bisa saja masih ada peternak yang tidak melaporkan kematian babi mereka.
Konsentrasi utama pemda adalah mengubah cara berpikir peternak. Kebersihan kandang, kebersihan ternak, sistem pembuangan limbah ternak di kandang, dan asupan gizi yang cukup. Pemprov sudah menyiapkan 38.200 lite disinfektan. Namun, pemerintah kabupaten di Pulau Sumba dan Flores belum mengambil.
”Satu liter disinfektan bisa menghasilkan 166 liter larutan. Jadi, kalau ambil 2.000 liter per kabupaten saja sudah cukup. Jika mereka butuh, tentu akan diambil,” katanya.