Muhammadiyah: Awal Ramadhan Diprediksi Bersamaan, Idul Fitri Mungkin Berbeda
Muhammadiyah mengumumkan tanggal awal puasa Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha tahun ini. Awal Ramadhan diprediksi bakal sama, tetapi penetapan Idul Fitri dan Idul Adha kemungkinan berbeda.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan tanggal awal puasa Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha pada tahun ini berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal. Berdasarkan hasil perhitungan itu, penetapan awal puasa Ramadhan diprediksi bakal sama. Namun, ada kemungkinan terjadi perbedaan dalam penetapan Idul Fitri dan Idul Adha.
Pengumuman awal puasa Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha itu dilakukan dalam konferensi pers di kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (6/2/2023). Konferensi pers tersebut juga disiarkan secara daring melalui Youtube.
Berdasarkan penetapan PP Muhammadiyah, 1 Ramadhan 1444 Hijriah atau awal puasa Ramadhan tahun ini jatuh pada 23 Maret 2023, sedangkan 1 Syawal 1444 H atau Idul Fitri tahun ini jatuh pada 21 April 2023. Adapun 10 Dzulhijah 1444 H atau Idul Adha jatuh pada 28 Juni 2023.
Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menyatakan, penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha oleh Muhammadiyah tidak dilakukan berdasarkan penampakan, tetapi berdasarkan posisi geometris Matahari, Bumi, dan Bulan. Dia menjelaskan, berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani PP Muhammadiyah, ada beberapa syarat untuk penetapan awal bulan Hijriah.
Syarat pertama adalah terjadinya ijtimak, yakni Bulan telah mengelilingi Bumi dengan satu putaran sinodis. Syarat kedua, ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam. Ketiga, pada saat Matahari terbenam, Bulan masih di atas ufuk atau belum terbenam.
Berdasarkan hitungan PP Muhammadiyah, ijtimak menjelang Ramadhan 1444 H terjadi pada 22 Maret 2023 pukul 00.25 WIB. Pada hari itu, tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Yogyakarta adalah +7 derajat 57 menit 17 detik sehingga hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu, Bulan berada di atas ufuk.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1444 H jatuh pada 23 Maret 2023.
Sementara itu, ijtimak menjelang Syawal 1444 H terjadi pada 20 April 2023 pukul 11.15 WIB. Pada hari itu, tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Yogyakarta adalah +1 derajat 47 menit 58 detik sehingga hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu, Bulan berada di atas ufuk. Dengan demikian, menurut PP Muhammadiyah, Idul Fitri jatuh pada 21 April 2023.
Adapun ijtimak menjelang Dzulhijah 1444 H terjadi pada 18 Juni 2023 pukul 11.39 WIB. Pada hari itu, tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Yogyakarta adalah +1 derajat 0 menit 25 detik sehingga hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu, Bulan berada di atas ufuk. Oleh karena itu, Muhammadiyah menetapkan Idul Adha jatuh pada 28 Juni 2023.
Perbedaan
Syamsul memaparkan, berdasarkan perhitungan itu, penetapan 1 Ramadhan 1444 H kemungkinan sama antara Muhammadiyah dan pemerintah. Artinya, umat Islam di Indonesia kemungkinan mulai menjalankan puasa Ramadhan pada tanggal yang sama.
Namun, untuk penetapan 1 Syawal atau Idul Fitri serta 10 Dzulhijah atau Idul Adha, kemungkinan terjadi perbedaan.
”Untuk Ramadhan besok, menurut perhitungan di atas kertas, insya Allah sama di seluruh Indonesia. Yang kemungkinan berbeda adalah Syawal dan Dzulhijah,” ujar Syamsul.
Perbedaan itu terjadi karena pemerintah menggunakan kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) untuk menentukan awal bulan Hijriah. Berdasarkan kriteria baru Mabims, penetapan awal bulan bisa dilakukan jika ketinggian hilal mencapai 3 derajat dan elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) mencapai 6,4 derajat.
Namun, untuk penetapan 1 Syawal atau Idul Fitri serta 10 Zulhijah atau Idul Adha, kemungkinan terjadi perbedaan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, kemungkinan perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha tahun ini terjadi karena perbedaan metode yang dipakai. Dia menyebut, Muhammadiyah berkomitmen untuk menghargai dan menghormati perbedaan itu.
”Lebih-lebih, kita punya pengalaman berbeda dalam 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Zulhijah sehingga perbedaan itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru. Artinya, kita sudah biasa dengan perbedaan, lalu timbul penghargaan dan kearifan,” ungkap Haedar.
Haedar menambahkan, perbedaan itu juga tidak boleh menjadi sumber perpecahan bagi umat Islam di Indonesia. ”Jangan dianggap sebagai sumber perpecahan. Jangan dianggap sebagai sumber yang membuat umat Islam dan warga bangsa lalu retak. Sebab, ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan dan perjalanan sejarah umat Islam,” tuturnya.