Lebaran 2022 Kemungkinan Besar Sama
Idul Fitri 1 Syawal 1433 Hijriah kemungkinan besar akan dirayakan bersama pada Senin, 2 Mei 2022. Namun potensi beda tetap ada, terutama jika hilal gagal diamati pada Minggu (1/5/2022) akibat terhalang cuaca.
Meski mengawali Ramadhan berbeda, Idul Fitri 1 Syawal 1443 Hijriah/2022 kemungkinan besar berlangsung sama. Peluang perbedaan tetap ada, terutama jika hilal atau Bulan (moon) sabit tipis yang jadi tanda awal bulan (month) gagal diamati di Indonesia akibat kendala cuaca.
Perhitungan atau hisab Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan konjungsi yang menandai fase Bulan baru terjadi Minggu (1/5/2022) pukul 03.28 WIB. Konjungsi itu terjadi bertepatan dengan tanggal 30 Ramadhan 1443 bagi yang memulai Ramadhan 2 April 2022 atau 29 Ramadhan untuk yang berpuasa mulai 3 April 2022.
Konsekuensinya, saat Matahari terbenam Minggu (1/5/2022) petang, Matahari terbenam lebih dulu dibanding Bulan. Posisi hilal di seluruh Indonesia memiliki tinggi antara 3,79 derajat-5,57 derajat dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari mencapai 4,88 derajat-6,35 derajat, dan umur Bulan mencapai 12,03 jam-15,30 jam.
Dari data hisab itu dan kriteria wujudul hilal atau terbentuknya hilal yang dipedomani Muhammadiyah, 1 Syawal 1443 jatuh pada Senin (2/5/2022). Idul Fitri versi Muhammadiyah itu tidak mungkin mundur jadi Selasa (3/5/2022) karena akan membuat Ramadhan mereka memiliki 31 hari dan tidak bisa maju jadi Minggu (1/5/2022) karena konjungsi baru terjadi setelah Matahari terbenam.
Baca juga: Awal Ramadhan 1443 H Sabtu 2 April atau Minggu 3 April?
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhamamdiyah Agung Danarto, Senin (25/4/2022), menyampaikan putusan Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhamamdiyah yang menetapkan Idul Fitri pada 2 Mei. Pengumuman itu menegaskan apa yang tertuang dalam Maklumat tentang Penetapan Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zuhijah 1443 Hijriah tertanggal 3 Februari 2022.
Sementara bagi Nahdlatul Ulama dan Kementerian Agama yang memedomani kriteria baru imkan rukyat atau kemungkinan terlihatnya hilal Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura (MABIMS), maka pada Minggu (1/5/2022) petang hilal secara teoretis sudah bisa dilihat. Artinya, 1 Syawal 1443 berpeluang jatuh pada Senin (2/5/2022).
Namun, itu baru dari data hisab. NU dan pemerintah selama ini menggunakan rukyat atau pengamatan langsung untuk menentukan awal tiga bulan dalam kalender Hijriah yang terkait dengan ibadah wajib atau haram, yaitu Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Karena itu, ketetapan itu baru akan diputuskan setelah rukyat dilakukan Minggu (1/5/2022) petang.
Setelah hasil rukyat diperoleh, berhasil atau tidak mengamati hilal, NU akan mengabarkan (ikhbar) untuk warganya pada Minggu malam. Sementara pemerintah akan menggelar sidang penetapan (isbat) 1 Syawal 1443 pada Minggu sekitar pukul 19.00 WIB.
Jika ada kesaksian melihat hilal, berarti Idul Fitri akan serentak dirayakan Senin (2/5/2022). Apabila tidak ada laporan melihat hilal akibat tertutup mendung atau hujan, NU dan pemerintah akan menggenapkan (istikmal) panjang bulan Ramadhan menjadi 30 hari dan Idul Fitri jatuh pada Selasa (3/5/2022).
Keputusan nantinya ada pada Menteri Agama yang memimpin sidang isbat. Meski demikian, tim berharap demi kemaslahatan (kebaikan) umat, Idul Fitri tahun ini bisa dirayakan bersama.
Kesaksian hilal
Kriteria baru MABIMS mensyaratkan hilal bisa diamati jika memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi paling kecil 6,4 derajat. Kriteria ini mulai digunakan pemerintah dan diadopsi NU mulai Ramadhan 2022, setelah lebih dari tiga dekade memakai kriteria MABIMS lama yang mensyaratkan hilal bisa diamati pada ketinggian 2 derajat dan elongasi 3 derajat.
”Kedua syarat tinggi dan elongasi ini harus digunakan bersama-sama atau terpenuhi semua,” kata Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional yang juga anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kementerian Agama Thomas Djamaluddin, Minggu (24/4/2022).
Baca juga: Hilal Belum Terlihat, Awal Ramadhan 1443 H Ditetapkan Jatuh pada 3 April
Tinggi hilal adalah parameter untuk menentukan gangguan cahaya senja (syafak). Makin tinggi hilal, kontras antara cahaya Bulan dan cahaya senja makin kuat hingga hilal lebih mudah diamati. Sementara elongasi adalah parameter untuk mengukur ketebalan hilal. Makin kecil nilai elongasi, makin tipis cahaya hilal atau fraksi cahaya Bulan yang bisa dilihat.
Meski sama-sama memakai kriteria baru MABIMS, tetap ada perbedaan. Pemerintah menggunakan elongasi toposentrik yang diukur dari permukaan Bumi dan NU memakai elongasi geosentrik yang diukur dari pusat Bumi.
”Lembaga Falakiyah (LF) NU memakai elongasi geosentrik karena akan menghasilkan jumlah rata-rata hari dalam kalender Hijriah sama dengan panjang satu siklus Bulan, yaitu 29,53 hari. Ketebalan hilal yang ditunjukkan oleh parameter elongasi terkait dengan panjang siklus Bulan,” kata anggota LFNU yang juga pendiri Musholatorium Imah Noong, Hendro Setyanto.
Jika elongasi dihitung pada tempat dan waktu yang sama, nilai elongasi geosentrik akan lebih besar sekitar 0,85 derajat dibanding elongasi toposentrik. Sebagai contoh, nilai elongasi pada Minggu (1/5/2022) di Jakarta dalam perhitungan pemerintah adalah 5,93 derajat, sedang versi NU sudah mencapai 6,78 derajat.
Dengan memakai elongasi geosentrik, maka di seluruh Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan sebagian Sulawesi pada Minggu (1/5/2022) petang sudah mencapai lebih dari 6,4 derajat. Sedang dengan elongasi toposentrik, hanya wilayah ujung barat Aceh yang punya elongasi paling mendekati, yaitu dengan nilai elongasi toposentrik 6,35 derajat.
Data elongasi itu berpengaruh pada diterima atau tidaknya kesaksian melihat hilal, terutama hilal syar'i yang hanya didasarkan pada kesaksian pengamat, tidak ada foto atau video hilal.
Dengan elongasi geosentrik, jika ada kesaksian melihat hilal dari Jawa, khususnya Jawa Timur yang selama ini paling sering melaporkan kesaksian hilal syar'i, pada Minggu (1/5/2022) petang, maka kesaksian itu akan diterima. Dengan demikian, Idul Fitri akan jatuh Senin (2/5/2022).
Sebaliknya, jika memakai elongasi toposentrik, kesaksian melihat hilal dari Jawa akan tertolak karena tidak memenuhi kriteria. Kesaksian hilal yang bisa diterima hanya dari ujung barat Aceh, seperti Sabang, Banda Aceh, Jantho dan Calang. Jika hilal bisa diamati dari wilayah ini, Idul Fitri juga jatuh Senin (2/5/200). Jika tidak terlihat, Idul Fitri jatuh pada Selasa (3/5/2022).
Baca juga: Penentuan Awal Ramadhan dan Idul Fitri, Antara Hisab dan Rukyat
Di sisi lain, ada kendala cuaca yang bisa membuat hilal gagal diamati pada Minggu (1/5/2022) petang. Terlebih, cuaca petang hari di sejumlah wilayah beberapa hari terakhir sering hujan atau diliputi mendung tebal. Jika hal ini terjadi, Idul Fitri jatuh Selasa (3/5/2022).
”Meski secara hisab hilal bisa diamati, namun jika tidak bisa dirukyat, maka usia bulan berjalan akan di-istikmal-kan. NU itu prinsipnya rukyat karena hukumnya fardhu kifayah (kewajiban yang apabila dilakukan satu orang saja, maka gugur kewajiban bagi yang lain). Kalau ada kesaksian melihat hilal dan orang yang melihat berani disumpah, maka kesaksian itu diterima,” tambah Hendro.
Menyikapi pilihan NU memakai kriteria baru MABIMS dengan elongasi geosentrik, Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag mengakomodasi pandangan tersebut. Terlebih saat ini masih dalam masa transisi penggunaan kriteria baru serta kondisi hilal yang ada di dekat ambang batas kriteria baru.
”Nanti akan ada diskusi kembali dengan negara-negara MABIMS terkait pedoman implementasi kriteria baru MABIMS. Secara astronomi, kriteria ini mestinya mudah dipahami, tetapi ternyata ada yang menafsirkan berbeda,” ujar Thomas.
Karena itu, jika pada Minggu (1/5/2022) petang ada kesaksian melihat hilal di Jawa, kesaksian itu kemungkinan besar tetap akan diterima pemerintah.
Kalaupun tidak ada laporan melihat hilal pada Minggu (1/5/2022) petang dan karena secara hisab posisi hilal sudah memenuhi syarat kriteria baru MABIMS, bisa saja pemerintah menetapkan Idul Fitri pada Senin (2/5/2022). Proses ini pernah terjadi pada sidang isbat 1987 berdasar Fatwa Majelis Ulama Indonesia 1 Juli 1981 yang menyebut awal bulan Hijriah bisa ditetapkan sepanjang memenuhi kriteria imkan rukyat meski hilal terhalang.
”Keputusan nantinya ada pada Menteri Agama yang memimpin sidang isbat. Meski demikian, tim berharap demi kemaslahatan (kebaikan) umat, Idul Fitri tahun ini bisa dirayakan bersama,” ujar Thomas.