Target 1 Juta Ton Gabah, Sumsel Dibayangi Ancaman Anomali Cuaca
Sumsel menargetkan penambahan produksi gabah dari 2,76 juta ton gabah kering giling (GKG) di tahun 2022 menjadi 3,94 juta ton di tahun ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah menambah target produksi gabah di Sumatera Selatan hingga 1 juta ton pada tahun ini. Hanya saja, beragam ancaman lingkungan dan tidak lancarnya penyaluran pupuk masih membayangi. Penambahan luas tanam dan pengembangan infrastruktur pertanian terus diperkuat untuk menangkal ancaman tersebut.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Ilfantria, Jumat (3/2/2023) di Palembang mengatakan, Sumsel menargetkan penambahan produksi gabah dari 2,76 juta ton gabah kering giling (GKG) di tahun 2022 menjadi 3,94 juta ton di tahun 20.
Prediksi penambahan ini didasari atas bertambahnya luas lahan baku sawah dan penyaluran pupuk subsidi di Sumsel dibanding tahun sebelumnya.
Ilfantria menuturkan, saat ini total luas lahan baku sawah di Sumsel mencapai 472.000 hektar. Namun dari hasil pemeriksaan di lapangan ada tambahan luas baku sawah sekitar 138.000 hektar. "Penambahan luas lahan itu juga disertai dengan data poligon," ujarnya.
Penambahan ini juga sebagai upaya untuk mempersiapkan langkah Badan Pertanahan Nasional yang akan memverifikasi luas lahan baku sawah se-Indonesia dalam waktu dekat.
Dengan penambahan ini diharapkan sejumlah bantuan dari pemerintah pusat dapat diterima utamanya bantuan pupuk bersubsidi dan sarana pertanian dapat berdampak pada bertambahnya produksi gabah di Sumsel.
Hanya saja, ada beberapa kendala yang bisa menjadi penghambat tercapainya target tersebut. Misalnya anomali cuaca yang tidak bisa diprediksi. "Badan meteorologi,klimatologi, dan geofisika memperkirakan Sumsel akan mengalami kemarau kering tahun ini. Prediksi tersebut tentu patut menjadi perhatian," ucapnya.
Ada beberapa lahan yang tidak bisa digunakan untuk persawahan karena kering. "Berkaca pada tahun sebelumnya, ketika musim kemarau panjang, embung di persawahan warga saja bisa ikut kering," ujar Ilfantria.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, bisa saja petani menanami lahan mereka dengan komoditas yang bisa tumbuh di musim kemarau seperti jagung. Di sisi lain, ketika musim kemarau panjang melanda, sawah lebak dalam masih berpotensi untuk ditanami padi.
"Ketika cuaca normal lahan (sawah lebak) selalu tergenang, tetapi ketika kering, lahan ini masih basah dan bisa ditanami padi," ucapnya.
Ilfantria menuturkan sistem pertanian di Sumsel sangat bergantung pada lingkungan sehingga petani harus pintar-pintar membaca musim. "Lahan pertanian sumsel belum memiliki sistem tata kelola air pertanian yang memadai sehingga musim tanam selalu melihat kondisi alam," ucapnya.
Seperti tahun ini, di sejumlah daerah sedang mengalami musim panen. Hal itu terjadi karena mereka baru memulai musim tanam pada November-Desember 2022, mundur dari musim tanam biasanya yakni pada September-Oktober. Itu karena beberapa lahan sawah masih terendam air akibat panjangnya musim hujan.
Kondisi ini terjadi karena sarana dan prasarana pertanian di Sumsel belum sebaik di Jawa. Terkait fasilitas tata kelola air misalnya, banyak lahan sawah di Sumsel belum memiliki tanggul atau pintu air yang memadai untuk mengatur keluar-masuknya air ke sawah. Anggaran yang disediakan untuk pembangunan infrastruktur tersebut juga belum mencukupi.
"Anggaran untuk pembuatan tanggul hanya tersedia sekitar Rp 3,4 juta per hektar. Sedangkan untuk membuat tanggul yang memadai membutuhkan dana sekitar Rp 20 juta per hektar," ungkap Ilfantria.
Belum lagi, masih banyak warga yang menolak lahannya dijadikan tanggul karena bisa mengurangi luas lahan sawah mereka. "Pola pikir inilah yang secara perlahan dikikis agar pembangunan sarana untuk tata kelola air bisa diterapkan," ujar Ilfantria.
Tata kelola air
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sahrul berpendapat, tata kelola air yang baik terutama di lahan rawa berpotensi menambah produktivitas lahan. Apalagi potensi lahan rawa di OKI cukup besar yakni mencapai 65.000 hektar.
Karena itu, pihaknya meminta dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai VIII untuk perbaikan saluran pedesaan dan saluran drainase utama (SDU) untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Jika skema pertanian ini terus berjalan, ia meyakini keberlanjutan padi di Kabupaten OKI bisa terus dipertahankan untuk menjaga dan mendukung lumbung pangan Sumatera Selatan.
"Kita jaga wilayah lumbung pangan lokal yang tersebar di tiga kecamatan dengan produktivitas 5-6 ton per hektar yang mampu mendukung ketersediaan pangan Sumatera Selatan dan penyangga pangan nasional," kata dia.
Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy mengatakan, Sumsel menjadi salah satu daerah yang merupakan lumbung pangan nasional. "Selain untuk untuk kebutuhan daerah, Sumsel juga menjadi penyalur bahan pangan untuk daerah terdekat," ujarnya.
Karena itu, beragam upaya terus dilakukan agar, Indonesia memiliki sistem ketahanan pangan yang kokoh. Untuk beras, ujar Sarwo, Indonesia tergolong cukup aman karena pasokan hingga akhir 2023 diperkirakan mencapai 6,3 juta ton.
Berkaca pada tahun sebelumnya, ketika musim kemarau panjang, embung di persawahan warga saja bisa ikut kering
Pemerintah tinggal memastikan bahwa bahan pangan yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan terjangkau. Karena itu, daerah yang surplus bahan pangan harus menyalurkan komoditas tersebut kepada daerah yang defisit.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru meyakini Sumsel akan tetap menjadi daerah lumbung pangan nasional karena memang upaya untuk meningkatkan produksi bahan pangan terus dilakukan. "Untuk kebutuhan lokal, saya yakin bisa terpenuhi, tinggal bagaimana beras yang kita hasilkan juga dapat membantu daerah lain yang kekurangan," ucap Herman.