Melanjutkan Perjuangan Kesetaraan Transpuan Setelah Shinta Ratri Berpulang
Shinta Ratri, pemimpin Ponpes Waria Al-Fatah, Yogyakarta, tutup usia dengan meninggalkan jejak panjang perjuangan. Para rekannya bertekad melanjutkan perjuangan Shinta untuk mewujudkan kesetaraan bagi transpuan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Pemimpin Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Shinta Ratri (kiri), mengikuti acara mujahadah atau doa bersama di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (22/7/2022) malam. Acara tersebut juga diikuti oleh ibu-ibu yang tinggal di sekitar Ponpes Waria Al-Fatah.
Tanpa pertanda, tanpa wasiat, dan tanpa amanat terakhir, Shinta Ratri berpulang pada usia 60 tahun, Rabu (1/2/2023). Kepergian pemimpin Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Yogyakarta, itu terasa mendadak bagi banyak orang. Namun, sosok Shinta meninggalkan kenangan dan jejak pesan mendalam tentang kesetaraan untuk kaum transpuan.
Kesan mendalam mengenai sosok Shinta itu terpatri dalam benak Ratna Setianingsih, pendeta sekaligus pendiri Persekutuan Doa Jalan Terang Kasih Tuhan. Ratna menuturkan, selama hidupnya, Shinta selalu memperjuangkan agar para transpuan diperlakukan setara, tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun.
”Bu Shinta menunjukkan bahwa para waria, sama seperti orang lainnya, berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik di hadapan Tuhan,” ujar Ratna.
Perjuangan Shinta diwujudkan dalam keterlibatannya mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Waria Al-Fatah pada tahun 2008. Ponpes itu awalnya berlokasi di wilayah Notoyudan, Kota Yogyakarta, dan dipimpin oleh seorang waria bernama Maryani.
Setelah Maryani meninggal pada 2014, Shinta mengambil alih kepemimpinan ponpes tersebut. Lokasi ponpes kemudian pindah ke rumah peninggalan nenek Shinta di Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Pendeta Ratna Setianingsih menunjukkan fotonya terakhir kali bersama Shinta Ratri, Rabu (1/2/2023). Foto diambil pada Senin (23/1/2023).
Melalui ponpes itu, Shinta getol memperjuangkan hak beribadah bagi para transpuan. Dia mengajak para transpuan Muslim untuk memperdalam ajaran agama, misalnya dengan latihan membaca Al Quran, hafalan surat-surat pendek, dan latihan shalat.
Ponpes Waria Al-Fatah juga rutin menggelar pelatihan keterampilan bagi para waria untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Shinta juga membuat sejumlah inisiatif untuk membantu para waria, misalnya pemulasaraan jenazah waria dan family support group (kelompok pendukung keluarga) bagi transpuan.
Shinta kemudian juga terlibat mendirikan Persekutuan Doa Jalan Terang Kasih Tuhan untuk memfasilitasi para transpuan beragama Kristen dan Katolik. Persekutuan doa itu rutin melakukan ibadat setiap Jumat sore.
Menurut Ratna, Persekutuan Doa Jalan Terang Kasih Tuhan menyelenggarakan ibadat pertamanya pada 23 April 2021. Ketika itu, atas inisiatif Shinta, ibadat pertama dilaksanakan di Ponpes Waria Al-Fatah. Namun, seiring bertambahnya jumlah anggota, pelaksanaan ibadat kemudian digelar di sebuah hotel di Yogyakarta.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Pemimpin Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Shinta Ratri, berfoto di pondok pesantren yang berlokasi di Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (18/7/2022). Ponpes tersebut beranggotakan para waria yang ingin belajar agama Islam.
Ratna menuturkan, inisiatif Shinta untuk mendorong terbentuknya Persekutuan Doa Jalan Terang Kasih Tuhan juga mendorong terjadinya kerja sama dan kolaborasi lintas agama secara terus-menerus selama dua tahun terakhir. Shinta sering terlibat dalam ibadat persekutuan doa, sedangkan para transpuan Kristen dan Katolik juga sering membantu kegiatan-kegiatan keagamaan di Ponpes Waria Al-Fatah.
Ratna mencontohkan, dia dan anggota Persekutuan Doa Jalan Terang Kasih Tuhan ikut membantu memotong-motong daging kurban di ponpes saat hari raya Idul Adha. ”Berkat Bu Shinta, kami sungguh merasakan relasi, interaksi yang sungguh tanpa sekat,” ujarnya.
Ratna menambahkan, hubungannya dengan Shinta memberikan kesan mendalam bagi dirinya. Dari interaksi itu, Ratna akhirnya menyadari bahwa diskriminasi bagi transpuan sungguh nyata dan terjadi di mana-mana, termasuk di tempat ibadah.
Hal itulah yang akhirnya menggugah kepedulian Ratna untuk membantu melakukan pendampingan rohani pada transpuan Nasrani di sejumlah tempat. ”Sekarang ini, saya juga melakukan pendekatan, memberikan pendampingan kerohanian pada waria-waria Nasrani yang ada di kota-kota lain, seperti di Surakarta dan Surabaya,” ungkapnya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Seorang pelayat berdoa di depan keranda jenazah Shinta Ratri di rumah orangtuanya di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (1/2/2023).
”Warisan” Shinta
Ketua Ikatan Waria Yogyakarta Kusuma Ayu mengatakan, Shinta memiliki rekam jejak panjang dalam memperjuangkan hak-hak transpuan. Oleh karena itu, para transpuan di Yogyakarta pun bertekad untuk meneruskan perjuangan yang telah dirintis Shinta.
”Warisan” terakhir yang ditinggalkan Shinta adalah Koperasi Al-Fatah Mukti yang baru diresmikan pada Senin (23/1/2023) lalu. Koperasi itu dibentuk untuk memberikan kredit lunak bagi para transpuan yang menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini, koperasi itu beranggotakan 20 transpuan.
Ayu menuturkan, Koperasi Al-Fatah Mukti direncanakan mulai beroperasi pada Februari ini. Dia menyebut, setelah berpulangnya Shinta, koperasi itu akan tetap menjalankan kegiatan seperti yang telah disepakati sebelumnya.
”Koperasi harus tetap ada dan berdampak meningkatkan kesejahteraan bagi rekan-rekan waria pelaku usaha, seperti yang dicita-citakan Bu Shinta sebelumnya,” tuturnya.
Ayu menambahkan, para transpuan juga akan berupaya untuk menjaga kelangsungan Ponpes Waria Al-Fatah. ”Kami akan melakukan rapat bersama rekan-rekan yang lain untuk memutuskan bagaimana pengelolaan ponpes di masa mendatang,” ujarnya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Sejumlah pelayat berdoa di depan jenazah Shinta Ratri di rumah orangtuanya di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (1/2/2023). Shinta adalah pejuang kemanusiaan yang intens memperjuangkan hak-hak kaum transpuan.
Saudara sepupu Shinta, Tina (58), mengatakan, sejak kecil, Shinta dikenal sebagai individu yang berkepribadian baik, peka, dan selalu berusaha menolong orang lain yang kesusahan.
”Dia adalah orang yang selalu peduli dan ringan tangan membantu, mulai dari sekadar memberikan waktu untuk mendengarkan curhat hingga memberikan bantuan atau dukungan finansial,” ujarnya.
Tina juga menyebut, Shinta dikenal sebagai pribadi yang sangat bertanggung jawab pada tugas-tugasnya. Tina menambahkan, dirinya sempat menjenguk Shinta pada Minggu (29/1/2023) atau tiga hari sebelum sepupunya itu berpulang.
Bu Shinta menunjukkan bahwa para waria, sama seperti orang lainnya, berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik di hadapan Tuhan.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Sejumlah warga mengikuti acara mujahadah atau doa bersama di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (22/7/2022) malam.
Saat itu, Shinta sudah dibawa ke rumah sakit karena mengalami sesak napas. Dia pun diminta untuk menjalani rawat inap. Namun, Tina mengatakan, Shinta menolak permintaan itu.
”Dia tidak mau menginap di rumah sakit karena hari Senin (30/1/2023) itu dia harus menerima kunjungan rombongan pondok pesantren dari Surabaya,” ungkap Tina.
Namun, karena kondisi kesehatannya terus menurun, Shinta akhirnya dirawat di rumah sakit sejak Senin lalu. Dari pemeriksaan dokter, Shinta diketahui mengalami masalah di paru-paru.
Selain itu, Shinta juga didiagnosis sakit jantung. Bahkan, pada Rabu (1/2/2023) pukul 08.00, dia dijadwalkan menjalani pemasangan ring jantung. Namun, sebelum tindakan itu bisa dilakukan, Shinta telah berpulang. Meski begitu, jejak perjuangannya akan selalu dikenang dan semoga terus dilanjutkan oleh generasi mendatang.