Menyoal Atribut Partai Masuk Masjid di Cirebon Sebelum Masa Kampanye
Tempat ibadah bukan tempat memuaskan nafsu politik. Regulasi lebih ketat diperlukan untuk menekan potensi hal itu terjadi.
Pembentangan bendera partai di Masjid At-Taqwa, Kota Cirebon, Jawa Barat, awal tahun 2023 memicu polemik. Namun, penyelenggara pemilihan umum tidak dapat berkutik karena tahapan kampanye Pemilu 2024 belum berjalan. Diperlukan regulasi agar kejadian tersebut tak berulang.
Sekitar 100 pengurus dewan kemakmuran masjid (DKM) di Kota Cirebon berkumpul di Islamic Center Kota Cirebon, Jumat (13/1/2023). Bersama Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu setempat, mereka membahas antisipasi kampanye jelang Pemilu 2024 di rumah ibadah.
Pertemuan itu berlangsung setelah sejumlah kader Partai Ummat membentangkan bendera partai di Masjid At-Taqwa, Minggu (1/1/2023) sore. Awalnya, mereka menggelar sujud syukur di masjid karena partai berlogo perisai bintang emas itu dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Foto pembentangan bendera partai itu pun viral di media sosial dan sejumlah media massa. ”Apakah DKM At-Taqwa mengizinkan kampanye? Tentu tidak ada! Supaya tidak terjadi fitnah, yuksedia payung sebelum hujan,” ujar Ketua Harian Pengurus At-Taqwa Center Ahmad Yani.
Yani menuturkan, kala itu pengurus Partai Ummat hanya meminta izin secara lisan untuk menggelar sujud syukur. Siapa saja boleh melakukan sujud syukur sebagai bagian dari ibadah, katanya. Namun, ia kaget dan keberatan ketika mengetahui atribut partai masuk ke masjid.
Ia meminta publik berpikiran jernih melihat peristiwa itu. ”Misalnya ada orang shalat di masjid, terus pulang ambil helm. Apakah yang diperkarakan pengurus DKM? Niat orang ke masjid memang susah dideteksi. Makanya, butuh regulasi agar ke depan tidak terjadi lagi,” katanya.
Baca juga : Lolos Jadi Peserta Pemilu, Partai Ummat Ajak Parpol Bangun Politik Bermartabat
Wakil Ketua I Bidang Pembinaan Organisasi dan Keanggotaan DPD Partai Ummat Kota Cirebon Shobirin mengklaim pembentangan bendera partai adalah spontanitas dan tidak terkait kampanye. Sebab, hanya pengurus dan kader partai yang hadir dalam kegiatan internal itu.
”Teman-teman mungkin euforia, merasa senang, dan melakukan sesi foto. Foto (pembentangan bendera partai) itu untuk dokumentasi internal, bukan untuk disebarkan ke publik. Foto itu sifatnya spontanitas sebenarnya,” ujar Shobirin. Pihaknya pun meminta maaf atas kejadian itu.
Sesuai Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ada aturan melarang kampanye di tempat ibadah, sarana pendidikan, dan fasilitas pemerintah. Jika terbukti ada pihak yang melanggar pasal tersebut, KPU dapat membatalkan penetapan calon anggota peserta pemilu.
Namun, dalam peristiwa pembentangan bendera itu, KPU dan Bawaslu tidak bisa berbuat banyak. Sebab, belum ada regulasi yang mengatur perihal sosialisasi bakal calon peserta Pemilu 2024 sebelum masa kampanye. Bawaslu setempat pun hanya menegur Partai Ummat.
Adapun masa kampanye baru dimulai pada 28 November mendatang hingga 10 Februari 2024 atau sepuluh bulan lagi. Meskipun pembentangan bendera partai di masjid baru pertama kali terjadi di Kota Cirebon, bukan tidak mungkin peristiwa itu terulang kembali jelang tahun politik.
”Sangat rawan (kampanye di tempat ibadah). Caleg (calon legislatif) ini, kan, punya kepentingan masuk ranah publik, seperti madrasah, masjid, dan pesantren,” ujar Kepala Seksi Pembinaan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Cirebon Rizky Riyadu Taufiq.
Baju partai
Terlebih lagi, belum ada rambu-rambu tentang apa yang boleh dan dilarang menjelang tahapan kampanye. Sejumlah pengurus DKM, misalnya, mempertanyakan soal jemaah yang mengenakan baju partai di masjid atau pemasangan spanduk politisi di dekat rumah ibadah.
”Kalau ada yang pakai baju partai setiap shalat di masjid, harus dilihat dulu. Apakah itu kampanye atau memang enggak punya baju lain? Tapi, kalau ada ramai-ramai pakai baju partai itu kegiatan dengan atribut partai,” ujar Ketua Bawaslu Kota Cirebon Mohamad Joharudin.
Menurut Johar, sapaannya, kampanye mengandung unsur ajakan. Misalnya, spanduk ucapan selamat Natal, tetapi di bagian bawahnya terdapat tulisan agar publik memilih calon peserta pemilu. Ia mendorong pengurus rumah ibadah tidak mengizinkan pemasangan spanduk serupa.
”Kalau Bapak izinkan (pemasangan alat peraga kampanye), maka partai lain juga mau,” ucapnya. Menurut dia, penempelan reklame, termasuk tentang partai, di pohon, tiang listrik, dan lainnya melanggar Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 13 Tahun 2019 terkait ketertiban umum.
Johar mengusulkan agar pengurus DKM membuat aturan lebih teknis untuk mengantisipasi masjid jadi tempat kampanye. Misalnya, larangan mendirikan spanduk berbau kampanye di sekitar masjid. ”Kami juga sedang menunggu aturan sosialisasi dari KPU pusat,” ucapnya.
Ketua KPU Kota Cirebon Didi Nursidi mengatakan, regulasi terkait sosialisasi sebelum kampanye akan terbit secara bertahap. Namun, pihaknya belum bisa memastikan waktunya. ”Sebelum aturannya keluar, perlu ada kesantunan menjaga kebersamaan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, KPU dan Bawaslu masih menyamakan persepsi terkait regulasi seputar sosialisasi bakal calon peserta Pemilu 2024 sebelum masa kampanye pemilu. Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Sosialisasi itu ditargetkan tuntas akhir bulan ini (Kompas, 17/1/2023).
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Cirebon Didi Sunardi berharap regulasi yang mengatur sosialisasi sebelum tahapan kampanye segera terbit. Pihaknya juga akan membuat imbauan kepada DKM di sekitar 300 masjid setempat untuk waspada jelang pemilu.
Pihaknya meminta pengurus DKM melaporkan dugaan tindakan kampanye di masjid kepada petugas Bawaslu dan KPU setempat. ”Pengurus masjid punya hak politik. Tetapi, jangan berkampanye di dalam dan sekitar masjid. Masjid harus jadi tempat kesejukan,” ungkapnya.
Ratusan tahun silam, Sunan Gunung Jati, pemimpin Cirebon abad ke-15, menjadikan masjid sebagai tempat mendidik umat. Salah satu pesannya adalah ingsun titip tajug lan fakir miskin, yang terjemahan bebasnya ’saya titipkan tajug (masjid/mushala) dan fakir miskin’.
Mustaqim Asteja, pengamat sejarah Cirebon, dalam bukunya Pustaka Cirebon menilai, Sunan Gunung Jati menjadikan masjid sebagai strategi pembangunan umat. Tujuannya, agar warga terhindar dari kemiskinan politik, sosial, sejarah, mekonomi, dan lainnya.
”Maka, harus memberdayakan tajug (masjid) untuk menata umat dan mendapatkan solusi atas berbagai masalah,” tulisnya. Jadi, sejak dulu masjid menjadi tempat memecahkan beragam persoalan, bukan malah menimbulkan polemik, apalagi tempat kampanye.
Baca juga : Sidang Dugaan Kecurangan Pemilu Bakal Digelar Terbuka