Penantian Rakyat Jambi untuk Pulihnya Sang Primadona
Hari Ulang Tahun Ke-66 Provinsi Jambi, Jumat (6/1/2023), menjadi momentum untuk mengembalikan lagi kejayaan aneka komoditas unggulan di negeri ”sepucuk Jambi sembilan lurah” itu.
Kenaikan harga batubara dunia telah memicu eksploitasi besar-besaran tambang di Jambi. Kondisi itu mengancam rusaknya 700.000 hektar kebun karet, sawit, dan tanaman pangan yang merupakan komoditas primadona Jambi.
Batubara dari Jambi di masa lalu dinilai kurang bagus kualitasnya karena masih muda. Seiring meningkatnya harga dunia, investor makin melirik batubara Jambi. Dari 2,5 juta hektar kawasan nonhutan di wilayah itu, 700.000 hektar beralih menjadi areal izin usaha pertambangan (IUP) batubara. Luas tersebut merupakan 30 persen daratan nonhutan yang dikelola rakyat. Kini beralih untuk tambang.
Krisis energi dunia belakangan mendorong pemanfaatan lebih besar pada energi batubara. Sebab, harganya ekonomis. ”Kondisi itu akan memicu eksploitasi besar-besaran di Jambi,” ujar Rudi Syaf, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Kamis (5/1/2023).
Baca juga: Kemacetan Berlarut dan Capaian Rendah Produksi Batubara Jambi
Rudi khawatir dampak bencana yang mungkin terjadi jika seluruh areal IUP itu habis dikeruk seiring harga dunia yang terus naik. ”Yang tadinya kebun-kebun karet rakyat dan tanaman pangan, bakal menyisakan lahan-lahan tandus bekas tambang. Ini mengancam bencana lingkungan,” katanya.
Batubara Jambi yang baru dilirik sepuluh tahun terakhir tumpang tindih pula dengan kebun sawit rakyat dan swasta. Analisis citra yang diolah tim pemetaan KKI Warsi menunjukkan, ada 238.293 hekta lahan yang tumpang tindih. Rinciannya, tumpang tindih dengan kebun sawit rakyat seluas 195.791 hektar dan 42.502 hektar tumpang tindih dengan kebuh swasta. Kondisi itu berpotensi memunculkan konflik-konflik baru di kemudian hari.
Baca juga: Tertibkan Pengangkutan Batubara dari Hulu hingga Hilir
Tak hanya menggusur lahan kelola rakyat, sektor itu pun bermasalah di jalur pengangkutan. Ada ribuan angkutan hasil tambangnya yang setiap hari membuat macet jalan publik di Jambi.
Dalam sejumlah kesempatan, Gubernur Jambi Al Haris menekankan bahwa sektor batubara tetap perlu didukung. Sektor itu dinilai telah menyerap banyak tenaga kerja. Salah satu bentuk dukungan Pemerintah Provinsi Jambi adalah mengupayakan percepatan pembangunan jalan khusus.
Namun, Ketua Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Jalan Khusus Batubara Apani mengatakan, jalan khusus batubara diperkirakan baru akan selesai pada 2024. ”Proses pembangunan akan memakan waktu 18 bulan sejak September lalu,” katanya. Lamanya waktu pembangunan disebabkan pihaknya baru selesai membuat kesepahaman dengan investor.
Kontribusi pembangunan
Hadirnya tambang batubara memunculkan situasi berbeda sepuluh tahun terakhir. Sebelumnya, masyarakat di Provinsi Jambi mengandalkan beragam komoditas hasil kebun dan tanaman pangan. Salah satunya adalah komoditas karet yang membawa nama Jambi mendunia.
Dalam sejarah pembangunan Jambi, komoditas karet juga memberi kontribusi besar di tingkat daerah dan nasional hampir seabad lamanya. Hasil penjualan karet, misalnya, menyumbang dana besar untuk mendukung perjuangan TNI di era kemerdekaan. Keuntungan dari hasil karet dipakai membangun Jembatan Beatrix di Sarolangun serta membuka sejumlah akses antarwilayah.
Hasil penjualan karet pun menyejahterakan rakyat. Satu kilogram getah karet bernilai 7 kg beras. Masa-masa kejayaan karet telah memunculkan istilah ”oedjan emas” atau hujan emas bagi rakyat Jambi, sebagaimana ditulis oleh peneliti sejarah dari Universitas Andalas, Lindayanty, dalam bukunya berjudul Jambi dalam Sejarah, 1500-1942.
Hingga 2018, ada 263.583 petani bersandar pada budidaya karet, sesuai data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Namun, kondisinya kini merana akibat kurang perhatian pemerintah di saat harga komoditas itu terus terpuruk. Saat ini, penjualan getah karet hanya bernilai Rp 7.000 per kg. Tak cukup untuk membeli 1 kg beras.
Baca juga: Masa Depan Karet Rakyat Suram Menanti Terobosan
Begitu pula serangan jamur akar putih yang sulit diatasi, membawa persoalan baru lagi. Karena dukungan penyelamatan yang minim itulah, banyak petani nekat melepas kebun karetnya dibeli oleh para investor. Alih fungsinya tersebar di Kabupaten Batanghari, Sarolangun, Tebo, dan Bungo.
Industri mikro
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Junaidi menilai, jika dikembangkan serius, komoditas hasil perkebunan itu bisa menciptakan kemandirian perekonomian di desa dan menyelamatkan masyarakat di tengah krisis ekonomi global.
Agar karet rakyat jangan mati, Pemprov Jambi perlu membangun industri-industri pengolahan skala kecil. ”Hasil riset kami menunjukkan, industri mikro ini bisa dibangun per tiga desa penghasil komoditas perkebunan,” ujarnya.
Sektor industrinya menyesuaikan dengan potensi desa. Ada kelompok desa yang mengembangkan industri pengolahan karet. Ada pula yang mengolah minyak sawit, kopi, atau pinang. Dengan menghasilkan produk-produk jadi dan setengah jadi, kesejahteraan petani bisa lebih baik. Produk memiliki nilai tambah dan nilai jual yang lebih baik. ”Petani tidak perlu lagi terganggu akibat fluktuasi harga bahan baku dunia,” ujarnya.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jambi Suti Masniari Nasution mengatakan, karet rakyat Jambi masih berpeluang pulih. Namun, pemerintah perlu mengambil kebijakan, di antaranya tegas melarang alih fungsi lahan karet.
Selain itu, perlu dibentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Karet (serupa dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) yang bertujuan untuk menghimpun dana pelaku usaha yang kemudian digunakan untuk mengembangkan dan meremajakan karet sehingga hasil karet petani dapat kembali pulih.
Baca juga: Anjloknya Harga Mengancam, Karet Rakyat Kian Ditinggalkan
Suti pun melihat masih ada peluang tumbuhnya kembali karet rakyat seiring terjadinya El Nino yang berisiko mengakibatkan kemarau panjang. Kondisi itu di perkebunan karet justru dapat berdampak positif terhadap meningkatnya produktivitas karet.
Selain itu, pencabutan zero covid policy di China pada akhir 2022 berpotensi mendorong permintaan karet. ”Peluang ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya,” katanya.
Karet rakyat Jambi juga masih berpeluang pulih. Namun, pemerintah perlu mengambil kebijakan. (Suti Masniari Nasution)
Peluang juga bisa diraih petani sawit dengan adanya penetapan Kawasan Industri Kemingking masuk ke dalam 18 Kawasan Industri Pengembangan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. Kebijakan ini menjadi landasan akselerasi pengembangan kawasan ke depan, khususnya untuk menumbuhkan hilirisasi sektor sawit.
Kemingking merupakan kawasan industri pertama di Provinsi Jambi. Memiliki luas lahan 117,27 hektar di Muaro Jambi, kawasan itu strategis. Hanya berjarak 15 kilometer dari Bandara Sultan Thaha dan 17 km ke Kota Jambi. Kawasan Industri Kemingking digadang-gadang mendukung hilirisasi industri berbasis minyak sawit dengan komoditas unggulan oleofood. Pemilihan industri ini didasarkan pada potensi hasil perkebunan wilayah itu.
Saat membuka rapat kerja Asosiasi Pemerintahan Desa di Provinsi Jambi, Kamis (5/1/2023), Gubernur Al Haris menyampaikan, pihaknya tetap berupaya memberi perhatian bagi pembangunan desa. Salah satunya dengan mengupayakan bantuan keuangan bersifat khusus (BKBK) kepada desa sebesar Rp 100 juta per desa pada 2022. Dana tersebut diharapkan membantu 1.399 desa yang ada di Jambi untuk produktif, melesatkan diri agar tak tertinggal.
Desa juga diimbau memaksimalkan peran badan usaha milik desa (BUMDes). Selain itu, potensi alam yang dimiliki agar dikelola untuk mengangkat pariwisata. ”Dengan demikian, desa-desa wisata semakin berkembang untuk mendorong perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya,” katanya.