Kemacetan Berlarut dan Capaian Rendah Produksi Batubara Jambi

Produksi batubara Jambi hanya mencapai setengah dari target. Rendahnya capaian itu akibat ketidaksiapan di jalur pengangkutan hasil tambang.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Tambang batu bara di Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV, Batanghari, Jambi, Senin (18/10/2021).

Tak sesuai target, produksi batubara Jambi hanya mencapai setengah dari kuota 40 juta ton pada 2022. Rendahnya capaian itu disebabkan nihilnya jalan khusus pengangkitan hasil tambang itu.

Produksi batubara di Provinsi Jambi mencapai 17,3 juta ton hingga November 2022. Volume tersebut di bawah target capaian 40 juta ton sebagaimana ditetapkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

“Realisasi hasil tambang batubara ini sesuai data yang kami terima dari Kementerian ESDM,” ujar Harry Andria, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Senin (2/1/2022). Rendahnya capaian itu disebabkan oleh nihilnya jalan khusus pengangkutan hasil tambang itu.

Rendahnya capaian itu disebabkan oleh nihilnya jalan khusus pengangkutan hasil tambang itu.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi, Junaidi menyebut rendahnya capaian itu akibat ketidaksiapan di jalur pengangkutan hasil tambang. Hingga kini, Jambi belum memiliki jalan khusus batubara.

Pengusaha batubara lalu memaksakan pengangkutan hasil tambangnya lewat jalan umum. Akibatnya, kemacetan parah di jalan umum terjadi hampir setiap hari. Pengangkutan batubara pun ikut tersendat.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Pengemudi angkutan batubara yang distop karena melanggar ketentuan jam operasional menunjukkan surat pesanan batubara dari perusahaan yang menaunginya, di Jalan Lintas Jambi-Muara Sabak, Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (14/6/2022). Nama perusahaan akan dilaporkan Polda Jambi kepada Kementerian ESDM untuk penerapan sanksinya.

Untuk mengatasi kemacetan, kebijakan pembatasan bagi angkutan batubara diberlakukan. Berulang kali Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jambi melarang sementara angkutan batubara menggunakan jalan umum. Hal itu menyebabkan pengusaha mengerem aktivitas tambangnya.

Rentetan masalah

Serbuan ribuan angkutan batubara setiap harinya di jalan publik telah menimbulkan rentetan masalah. Para pengguna jalan ikut terjebak kemacetan. Waktu tempuh dijalan jadi molor. Mereka pun harus menanggung kemahalan biaya bahan bakar.

Baca juga : Tertibkan Pengangkutan Batubara dari Hulu hingga Hilir

Begitu pula negara harus menanggung biaya perbaikan jalan-jalan yang rusak akibat dilewati angkutan-angkutan batubara bermuatan besar. “Dampaknya jadi merembet kemana-mana,” ujarnya.

Inflasi tahunan Jambi sempat mencapai 8,55 persen atau tertinggi di Indonesia pada Agustus lalu. Menurut Junaidi penyebanya tak semata akibat musim hujan. Ia menyebut kemacetan yang terus berulang menyebabkan harga bahan makanan naik dan inflasi tinggi di Jambi.

Sebagian besar komoditas hortikultura yang didatangkan dari luar daerah turut terdampak macet. Ongkos angkut jadi membengkak. Sayuran dan cabe membusuk di perjalanan. Harga jualnya jadi tambah mahal. “Kemacetan akibat angkutan batubara itu jadi salah satu pemicu inflasi tahunan Jambi mencapai rekor tertinggi nasional,” katanya.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Setiap harinya, ratusan hingga ribuan unit angkutan batubara melanggar jam operasional. Sesuai aturan, angkutan batubara dilarang melintas jalan umum dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB. Laporan mengenai pelanggaran tersebut telah dilaporkan Direktorat Lalu Lintas Polda Jambi ke Kementerian ESDM tetapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah pusat hingga kini. Suasana di Jalan Sarolangun-Jambi, angkutan batubara memenuhi jalan sehingga menyebabkan angkutan umum sulit melintas, Kamis (17/11/2022).

Kalau masalah kemacetan itu tetap berlarut, dampaknya akan semakin meluas. Perekonomian warga terpuruk. Termasuk pendapatan pengemudi angkutan batubara jadi merosot karena mereka harus menanggung kemahalan biaya bahan bakar. Waktu tempuh yang semestinya bisa dicapai satu hari dari mulut tambang ke pelabuhan, molor menjadi tiga atau empat hari. Pendapatan sopir dan kernet jadi berkurang.

Hasil tambang batubara selayaknya berdampak luas pada perekonomian daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, nilai ekspor batubara naik 244 persen, memberi kontribusi 14 persen dari total ekspor. Pada Januari hingga November 2022, nilainya mencapai 392 juta dolar AS. Bandingkan dengan periode yang sama tahun 2021, ekspor batubara mencapai 113,9 juta dolar AS.Namun, catatan Kompas, hasil tambang itu hanya memberi kontribusi sebesar Rp 39 miliar bagi Provinsi Jambi pada tahun ini.

Baca juga: Kemacetan Akibat Angkutan Batubara jadi Keprihatinan Publik Jambi

Ketua Pengurus Harian Bersama Pengemudi Angkutan Batubara Jambi, Darmawi Ermanto, menyebut tidak ada pilihan bagi transportir batubara selain menggunakan jalan umum. Mereka tidak bisa memanfaatkan jalan khusus karena jalan yang dimaksud masih nihil.

IRMA TAMBUNAN

Kritik warga Jambi soal ketidaktegasan Pemprov Jambi mengatasi kemacetan akibat membludaknya angkutan batubara menjadi topik hangat di media sosial sepekan terakhir. Tangkapan layar media sosial.

Transportir juga harus menghadapi pembatasan jam operasional. Angkutan diperbolehkan keluar dari mulut tambang mulai pukul 18.00. Operasional di jalan umum dibatasi hingga pukul 05.00. Dengan jumlah angkutan batubara mencapai lebih dari 9.000 unit, bisa dibayangkan perjuangan para sopir untuk dapat melintas. Banyaknya jumlah tersebut menyebabkan kemacetan parah setiap hari. “Penghasilan sopir jadi turun drastis,” ujarnya.

Pemisahan jalur

Tidak ada jalan lain, lanjut Junaidi, pengangkutan batubara harus punya jalur sendiri. Oleh karena belum adanya jalan khusus darat di Jambi, jalur sungai menjadi solusi terbaik pada saat sekarang.

Senada dengan itu, Dewan Penasihat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Provinsi Jambi, Usman Ermulan menyebut jalur air paling efektif dalam pengangkutan batubara. Sebab, kapasitas angkutnya bisa lebih besar. “Sekali angkut bisa memuat 5.000 ton sekaligus di jalur sungai,” katanya.

IRMA TAMBUNAN

Suasana di Pelabuhan Talang Duku, Jambi, Sabtu (14/8/2021).

Apalagi, Jambi telah memiliki 5 pelabuhan di wilayah tengah dan hilir. Pelabuhan itu tersebar di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Jika dioptimalkan pemanfaatannya, pengangkutan batubara seharusnya tak lagi menimbulkan persoalan di Jambi.

Baca juga: Jalan Khusus Batubara Masih Nihil, Macet Kian Meluas di Jambi

Pemisahan jalur distribusi komoditas pangan dan komoditas industri ekstraktif diperlukan. Iring-iringan angkutan batubara jangan sampai mengganggu distribusi bahan makanan. Sebab, hal itu bisa menyebabkan ongkos distribusi membengkak, dan harga-harga kembali naik. Masyarakat pasti tak mau ini terjadi.