Aturan Nol Sampah Anorganik di Yogyakarta Berlaku Hari Ini
Setiap harinya pada 2022, sebanyak 700 ton sampah masuk ke TPST Piyungan. Untuk memperpanjang usia TPST Piyungan, mulai 2023 Pemerintah Kota Yogyakarta melarang pembuangan sampah anorganik di depo sampah.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan aturan nol sampah anorganik di Kota Yogyakarta berlaku hari ini, Minggu (1/1/2023). Masyarakat diminta untuk memilah dan mengelola sampah anorganiknya masing-masing. Langkah ini dinilai penting untuk memperpanjang usia Tempat Pembuangan Sampah Terpadu atau TPST Piyungan.
Merujuk data Sekretariat Bersama Karmantil yang dilansir dari laman resmi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, volume sampah yang masuk ke TPST Piyungan pada 2022 sekitar 700 ton per hari yang diakumulasi dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Secara spesifik, Kota Yogyakarta menyumbang 270 ton per harinya.
”Piyungan semakin terbatas tempatnya sehingga mengacu pada peraturan yang ada (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah), pengelolaan sampah diserahkan langsung oleh penghasilnya,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kuncoro Cahyo Aji saat dihubungi di Yogyakarta, Sabtu (31/12/2022).
Sehubungan hal teknis, pengelolaan sampah diupayakan sedekat mungkin dengan sumbernya. Pada tingkat kabupaten/kota akan dikelola melalui TPS-3R (reduce, reuse, recycle). Namun, keterbatasan TPS-3R pada Kota Yogyakarta, pengelolaan sampah diserahkan kembali kepada masyarakat.
Mulai 1 Januari 2023, kata Kuncoro, masyarakat harus belajar memilah sampah, minimal anorganik dan organik. Sampah organik akan diantarkan ke TPST Piyungan, sedangkan sampah anorganik dapat diberikan kepada bank sampah atau dijual langsung oleh rumah tangga.
Menurut Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi, kebijakan ini ditempuh agar masyarakat mengubah pola pikir terkait memilah sampah. Salah satu persoalan di TPST Piyungan adalah sampah yang menyatu sehingga daur ulang sampah tidak dapat dilakukan hingga tuntas.
Sejumlah masyarakat masih ada yang menilai langkah pelarangan nol sampah anorganik merupakan suatu kebijakan yang ekstrem.
”Rumah tangga yang tidak memilah sampah tidak akan diambil sampahnya. Silakan (rumah tangga tersebut) mengolah sendiri dan menanggung sendiri baunya,” ujarnya.
Selain rumah tangga, tempat-tempat seperti sekolah, tempat ibadah, kampung-kampung, dan gerai-gerai pun harus mulai memilah sampah. Mulai awal tahun 2023, pihaknya akan berupaya membangun budaya memilah sampah.
Meskipun demikian, sejumlah masyarakat masih ada yang menilai langkah pelarangan nol sampah anorganik merupakan suatu kebijakan yang ekstrem. Warga Tegalrejo, Adi Rahardjo (42), menilai kebijakan tersebut masih belum matang karena lahan setiap rumah dan akses ke tempat sampah anorganik sangat terbatas.
Kebijakan ini juga dinilai menimbulkan kebingungan dan berpotensi meningkatkan keinginan masyarakat untuk membuang sampah sembarangan. ”Kebijakannya baik, tetapi masih perlu dimatangkan dari segi sistem dan teknisnya,” ujar warga Yogyakarta lainnya, Bagas Pratomo (34).
Pascapesta kembang api di sejumlah wilayah seperti Titik 0 KM dan Tugu Yogyakarta, dengan mudah ditemui sampah-sampah yang berserakan. Sampah itu ditinggalkan masyarakat usai mendatangi pusat keramaian tersebut. Mulai sisa kembang api, plastik alas duduk, bungkus rokok, makanan, dan minuman, dengan mudah ditemui bertebaran.
Hanya segelintir pengunjung yang memunguti sampah dan membuangnya ke tempat sampah. Tempat sampah yang tersedia juga telah penuh dan tidak muat menampung sampah lainnya. Sampah yang dibuang juga masih bercampur, tidak teratur sesuai tulisan yang tertera, yakni organik dan anorganik.
Sumadi menjelaskan, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah menyiapkan 3-4 truk untuk mengangkut sampah yang ditinggalkan di sepanjang Jalan Malioboro. Walakin, sampah-sampah tersebut masih belum bisa dipilah dengan baik. ”(Hal ini) Karena yang ingin diubah itu mindset masyarakat dari tingkat rumah tangga untuk memilah sampah dengan baik,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian LHK Novrizal Tahar mengutarakan, pengelolaan sampah periode Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 diserahkan langsung kepada pemerintah daerah masing-masing. Langkah teknisnya sudah diatur dalam Surat Edaran Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengendalian Sampah Perayaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.
”Untuk itu, pengendalian sampahnya harus intensif, efektif, dan efisien di semua lokasi yang berpotensi menghasilkan sampah seperti tempat wisata, rest area, tempat ibadah, dan tempat strategis lainnya,” tutur Novrizal.