Aremania Akan Mengawal Jalannya Sidang Tragedi Kanjuruhan
Aremania akan mengawal jalannya persidangan Tragedi Kanjuruhan meski berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Tujuannya untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Setelah mengetahui tidak ada penambahan tersangka terkait tragedi Kanjuruhan, Aremania akan mengawal dan memantau persidangan. Sidang diperkirakan berlangsung dua hingga tiga pekan mendatang di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.
Sejauh ini ada enam tersangka dalam tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut. Namun, baru lima tersangka yang berkasnya dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
Tersangka yang berkasnya lengkap ialah panitia pelaksana, Abdul Haris; security officer, Suko Sutrisno; Kepala Bagian Operasi dan Samapta Polres Malang Komisaris Wahyu SP dan Ajun Komisaris Bambang SA; serta Komandan Kompi 3 Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarman.
Berkas satu tersangka lainnya, yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) A Hadian Lukita, dikembalikan lagi kepada penyidik.
Anggota tim hukum dari Tim Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky, Kamis (22/12/2022), mengatakan akan memantau jalannya sidang dari awal sampai akhir. Ada tiga tujuan, pertama, memastikan saksi dari Aremania bisa dipanggil dan hadir guna memberikan kesaksian.
”Terkait berkas yang sudah P-21 (lengkap) kami tidak bisa apa-apa karena itu murni kewenangan jaksa. Yang bisa kami lakukan adalah mengawal dan memantau persidangan,” ujarnya.
Menurut Anjar, mengawal sidang penting karena Aremania akan memberikan keterangan kunci terkait tembakan gas air mata ke arah tribune. Yang selama ini beredar, pihaknya menduga alibi yang dikemukakan petugas dan tersangka menyatakan tidak ada penembakan gas ke arah tribune.
”Sampai hari ini, saya pegang empat saksi korban yang ada di berkas perkara itu. Tentunya kami pastikan mereka dipanggil dan hadir guna membuka fakta yang sebenarnya,” ucapnya.
Kedua, mengawal sidang dilakukan untuk memastikan keterangan dari petugas, utamanya para penembak gas air mata. Jika keterangan yang mereka sampaikan bertentangan dengan saksi, video, dan fakta lain, hal itu bakal menjadi perkara baru. Hal itu seperti memberikan keterangan palsu dengan ancaman 7 tahun penjara.
”Ketiga, kami juga ingin memastikan fakta-fakta baru di persidangan. Itu nanti akan kami follow up. Jika benar ada pihak-pihak lain yang bertanggung jawab, harus dikembangkan,” ucapnya.
Disinggung kemungkinan ada tersangka baru dari persidangan, Anjar menyatakan, hal itu bisa terjadi. Namun, semua harus dimulai dengan penyidikan baru.
Dia menyebut, eksekutor penembak gas air mata sampai saat ini juga belum menjalani proses hukum dengan alasan Pasal 51 KUHP. Mereka tidak bisa dipidana karena sedang menjalankan perintah jabatan.
Selain proses hukum yang tengah berlangsung, Tim Gabungan Aremania juga menempuh langkah lain. Mereka melaporkan dugaan pelanggaran kode etik perihal penggunaan gas air mata dalam insiden itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.
Pihak terlapor, mulai dari petugas penembak gas air mata, mantan Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat, hingga mantan Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta.
Beberapa hari lalu, penyidik Divpropam Polri pun sudah turun memeriksa sejumlah saksi korban tragedi Kanjuruhan di Polres Malang Kota.
”Mantan Kapolres Malang kami laporkan karena dia tidak berupaya mencegah sehingga peristiwa ini terjadi meski sebelum laga ada pengarahan pengamanan. Sementara mantan Kapolda Jatim terkait rilis yang menyatakan tembakan gas air mata sudah sesuai prosedur. Artinya, dia membenarkan,” ucapnya.
Sementara itu, menanggapi berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap, Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Imam Hidayat kembali meminta Presiden segera membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang guna membentuk tim penyidik independen untuk mengusut Tragedi Kanjuruhan.
Dia menilai, ada beberapa alasan perlunya dibentuk tim penyidik independen, yakni polisi diduga memprioritaskan pengusutan tindak pidana pengeroyokan dan melawan petugas dengan membuat laporan model A atas Tragedi Kanjuruhan.
Selain itu, pengenaan pasal dalam kasus Kanjuruhan, yakni Pasal 359 dan 360 KUHP yang lebih mengarah ke kelalaian, juga tidak obyektif. Penyidikan tragedi Kanjuruhan juga dinilai tidak transparan dan obyektif.
Terdapat dualisme laporan, yakni model A (Pasal 359 dan 360 KUHP) yang sebentar lagi masuk meja hijau dan model B (Pasal 338 sub 340 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP) yang pihaknya laporkan.
”Mempertimbangkan kondisi di atas, mendesak dibentuk tim penyidik independen untuk mengusut tragedi Kanjuruhan secara transparan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jatim Fathur Rohman mengatakan, setelah dinyatakan lengkap, penyidik tidak hanya melimpahkan kelima tersangka, tetapi juga sejumlah barang bukti.
Sementara terkait berkas mantan Direktur Utama PT LIB yang dikembalikan ke penyidik karena tidak terpenuhi unsur pasal yang disangkakan sehingga belum layak dilimpahkan ke tahap penuntutan.
Menurut Fathur, jaksa punya waktu 20 hari untuk menyusun dakwaan dan melimpahkan perkara itu ke pengadilan. Ada 17 jaksa penuntut umum yang ditunjuk menangani perkara ini. Mereka gabungan dari Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang.