Taksi Gelap Gerus 60 Persen Pasar Angkutan Resmi di Sumsel
Pasar angkutan umum resmi terkikis jauh akibat keberadaan angkutan tidak resmi, terutama taksi gelap. Kondisi ini meresahkan karena taksi gelap tidak memiliki standar keselamatan yang mumpuni.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pasar angkutan umum resmi, khususnya yang melayani rute antarkota dalam provinsi atau AKDP di Sumatera Selatan, tergerus drastis akibat keberadaan angkutan tidak resmi, terutama taksi gelap. Taksi gelap disebutkan kini menguasai 60 persen pasar angkutan AKDP di provinsi itu. Kondisi ini meresahkan karena taksi gelap tidak memiliki standar keselamatan untuk mengangkut orang.
Hal ini mengemuka dalam pengukuhan pengurus Organda Sumatera Selatan periode 2022-2027 di Palembang, Jumat (9/12/2022). Gubernur Sumsel Herman Deru menyatakan, saat ini pelayanan taksi gelap lebih diminati dibanding mobil angkutan resmi.
Hal ini terlihat dari banyaknya travel yang membuka jasa angkutan tanpa melalui jalur resmi yang diterapkan pemerintah. ”Di satu sisi, taksi gelap memang dibutuhkan masyarakat. Di sisi lain, kondisi ini membahayakan masyarakat karena kendaraan yang mereka gunakan tidak terstandar,” ujarnya.
Maraknya taksi gelap berpengaruh pada berkurangnya pasar bagi bus AKDP dan angkutan resmi lainnya. ”Sekarang banyak warga yang menggunakan travel gelap dibanding AKDP yang telah resmi. Kita bisa lihat banyak angkutan yang tidak terstandar,” ucap Herman.
Kondisi ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan angkutan resmi untuk benar-benar memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat agar mau berbalik menggunakan angkutan penumpang resmi. ”Jangan hanya menarik iuran anggota saja. Segera lakukan inventarisasi angkutan agar didapati data yang benar mengenai kondisi transportasi di Sumsel,” ucap Herman.
Menurut dia, saat ini eksistensi Organda dipertanyakan. Masih banyak angkutan penumpang resmi yang tidak terstandar beroperasi di jalan. Sama halnya seperti truk kelebihan dimensi dan muatan (over dimension overload) yang masih beroperasi. Selain karena jembatan timbang yang tidak lagi digunakan, pengawasan juga kurang.
Setidaknya sekitar 60 persen pangsa pasar sudah dikuasai travel gelap, sisanya baru menggunakan angkutan resmi.
Masih beroperasinya angkutan barang dan penumpang yang tidak terstandar, ujar Herman, tentu akan membahayakan penumpang. Selain itu, pemerintah juga dirugikan karena harus mengeluarkan anggaran guna memperbaiki jalan akibat melintasnya truk yang kelebihan muatan. ”Organda jangan hanya sibuk ketika Lebaran tiba, tetapi harus bekerja sesuai dengan fungsinya agar keselamatan masyarakat dapat terjaga,” ucap Herman.
Ketua Organda Sumsel Ismail Hamid mengakui keberadaan taksi gelap telah merampas pasar angkutan penumpang resmi. ”Setidaknya sekitar 60 persen pangsa pasar sudah dikuasai travel gelap, sisanya baru menggunakan angkutan resmi,” ujarnya.
Menurut dia, maraknya travel gelap di Sumsel tidak lepas dari banyaknya pasar yang belum digarap oleh angkutan resmi. ”Selain itu, menggunakan jalur resmi dianggap tidak menguntungkan sehingga banyak orang membuka bisnis angkutan gelap," ucapnya.
Karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan menginventarisasi perusahaan travel resmi dan melacak taksi gelap yang masih beroperasi, tentu dengan melibatkan instansi terkait seperti pihak kepolisian dan dinas perhubungan di tingkat kabupaten/kota.
Ahmad, pengemudi taksi gelap jalur Palembang-Tulung Selapan, mengatakan, dalam menjalankan bisnis ini mereka membentuk kelompok antarsesama pengemudi travel dengan rute yang sama. ”Biasanya dalam satu kelompok ada 10-20 pengemudi,” ucapnya.
Para pengemudi pun saling bantu dalam mencari pelanggan. Pelanggan mereka tidak lain adalah karyawan atau penduduk yang memang sering bepergian dari Palembang menuju Tulung Selapan. ”Kami tidak menggunakan agen travel karena potongannya cukup besar, mencapai 20 persen dari tarif,” ucap Ahmad.
Di sisi lain, Firmansyah, pengusaha angkutan AKDP jalur Palembang-Ogan Ilir, menuturkan, akibat taksi gelap, jumlah penumpangnya menurun hingga 50 persen. Memang ada banyak hal yang masih harus dibenahi oleh bus AKDP, terutama menyangkut kenyamanan armada. Hanya saja, dirinya tidak memiliki cukup dana untuk memperbaiki bus.
Karena itu, dirinya berharap ada bantuan dari pemerintah, terutama subsidi, agar dia bisa meningkatkan standar pelayanan angkutan. ”Hal ini terus kami suarakan, tapi belum ada tindakan konkret dari pemerintah," ucapnya.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sumsel Erika Buchari menyebut, saat ini yang paling penting adalah memperkuat posisi Organda sebagai penengah antara pemerintah dan pengusaha angkutan. "Selama ini, Organda seakan diabaikan. Padahal, peran mereka cukup krusial,” ujarnya.
Penguatan posisi ini penting karena ke depan banyak kebijakan pemerintah yang tentu membutuhkan pertimbangan dari para penyedia jasa angkutan. ”Konsolidasi internal dan inventarisasi harus sejalan seiring guna membenahi permasalahan angkutan yang masih mendera," ucapnya.