Angkutan umum tidak hanya sekadar cara bepergian di metropolitan Jabodetabek, namun juga bisa menjadi sebuah sarana berbuat kebaikan.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA PRATAMA PUTRA, MARGARETHA PUTERI ROSALINA
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Bus Transjakarta melintas di Jembatan Layang Roxy, Jakarta Pusat Senin (18/1/2021). Moda transportasi massal ini menjadi penopang utama transportasi publik bagi warga Jakarta. Transjakarta kini telah beroperasi selama 17 tahun sejak armada Transjakarta pertama kali beroperasi di Koridor 1 Blok M-Kota pada 15 Januari 2004.
Di tepi Jalan Pajajaran Tangerang Selatan, tepat di seberang Universitas Pamulang, Endang (73) menghentikan angkot jurusan Muncul-Ciputat. Tangan kirinya berpegang erat pada pegangan pintu sementara kaki kanannya bergerak menaiki angkot sebagai tumpuan. Sambil mengucap ‘Bismillah’, pensiunan bankir itu perlahan masuk ke dalam mobil berkelir putih tersebut.
Memilih tempat duduk di belakang, Endang sesekali mengobrol dengan sopir. Siang itu, ia pun mengajak bicara penumpang lainnya untuk sekadar menyapa. Hal inilah salah satu yang membuat Endang merasa senang naik angkutan umum.
“Kalau kita nikmati, naik angkot itu nyaman-nyaman saja dan enggak berat,” kata nenek dua cucu itu.
Perjalanan dari rumahnya di kawasan Pamulang menuju Blok M Jakarta Selatan, mengharuskannya berpindah empat kali angkutan umum. Dari angkot Muncul-Ciputat, angkot Ciputat-Pondok Labu, kemudian angkot Pasar Minggu-Lebak Bulus, dan berakhir dengan naik bus Transjakarta 1E. Waktu yang ditempuh pun sekitar 1,5 jam.
Siang itu, napas Endang tersengal-sengal setelah berjalan sekitar 500 meter dari halte 1E menuju ruang kreatif muda-mudi M Bloc Space. Dia pun sempat kesulitan saat menaiki bus Transjakarta dengan pijakan yang lebih tinggi.
Meski demikian, dia tidak kapok naik angkutan umum dan masih akan melakukannya jika badannya masih fit.
MARGARETHA PUTERI ROSALINA
Endang (73) ditemui sedang menaiki angkot jurusan Muncul-Ciputat pada Kamis (27/01/2022). Endang mempunyai kebiasaan naik angkutan umum untuk bermobilitas di Jabodetabek.Angkutan umum konfensional menjadi favoritnya supaya bisa bersosialisasi dan berbuat kebaikan pada sesama.
“Kalau naik taksi, Grab atau Gocar, saya kan cuma bayar taksi. Tapi kalau naik angkot atau bus, saya bisa berbuat banyak kebaikan,” jelasnya. Siang itu Endang memberi uang pada seorang perempuan tua yang duduk dengan kepala merunduk dekat trotoar di halte Transjakarta Cipete.
Dorongan
Dorongan warga kota seperti Endang untuk naik angkutan umum menurut studi berjudul Pscychological Factors Motivating the Intention to Utilize Mass Transport Vehicles sudah masuk dalam kategori faktor subyektif. Endang gemar naik angkutan umum tersebut lebih karena berpandangan bisa berbuat banyak kebaikan pada sesama saat naik moda umum.
Faktor subyektif lain menurut penelitian Juneman (2015) itu berhubungan dengan kepribadian seperti sikap dan gaya hidup masing-masing orang.
m puteri rosalina
Endang (73) berdiri di depan papan penunjuk moda angkutan umum di bawah halte CSW, Jakarta Selatan pada Kamis (27/1/2022). Pensiunan bankir ini memiliki hobi untuk berkeliling Jakarta menggunakan angkutan umum.
Meski demikian, faktor obyektif seperti jangkauan layanan, biaya perjalanan, waktu tunggu, jadwal perjalananan, ketersediaan parkir, dan kenyamanan telah menarik Bowo (41), warga Jakarta untuk setia menggunakan angkutan umum sejak 2018.
Bowo, yang juga pengelola Instagram @darihalte_kehalte, menyebutkan ketersediaan sarana prasarana transportasi umum di Jakarta yang sudah memadai menjadi salah satu alasannya menggunakan kendaraan umum hingga saat ini
Jangkauan layanan angkutan umum yang memadai juga menjadi alasan utama kesetiaan Nafia (15) dan Tia (15), murid SMA di Bekasi Jawa Barat untuk menggunakan angkot. Kondisi angkot Bekasi yang ala kadarnya dan tak terurus, tidak mangalihkan mereka ke moda transportasi yang lebih modern seperti Trans Patriot Bekasi ataupun ojek daring.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Pengguna tengah mengkases aplikasi TROB untuk memesan angkot daring berbasis aplikasi, Rabu (8/5/2019) sore, di Kota Bekasi, Jawa Barat.
"Bus Trans Patriot enggak sampai depan sekolah bahkan. Selain itu, nunggunya lama. Kalau angkot, gampang dapatnya walaupun kadang ngetem-nya lama," tutur Tia saat ditemui di atas angkot K10.
Kesetiaan mereka terhadap angkot konvensional menunjukkan bagaimana angkutan massal yang modern tidak dapat menjadi opsi nyata bermobilitas tanpa luasnya cakupan layanan dan jumlah unit yang memadai.
satrio p wisanggeni
Laman akun @darihalte_kehalte pada media sosial Instagram, seperti yang terlihat pada Rabu (2/2/2022) di Jakarta. Akun yang salahsatunya dikelola oleh Bowo (41) ini mengajak pengguna angkutan umum untuk menjelajahi Jabodetabek melalui kuliner.
Stres
Naik angkutan umum tentu saja lebih lama dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor. Namun, menurut Bowo, mengendarai kendaraan pribadi memiliki risiko kecelakaan jauh lebih tinggi dibandingkan transportasi umum. "Belum lagi stres yang ditimbulkan dari situasi kondisi berkendara di jalan," kata Bowo.
Pengalaman yang sama juga diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Depok Anton, dan Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubunan Kota Bekasi Erwin. Mereka memilih menggunakan kereta komuter jika harus rapat ke Jakarta. “Lebih cepat, waktunya pasti, dan tidak stres nyetir ke Jakarta,” sebut Erwin.
ALBERTUS KRISNA
Kabid Angkutan Dinas Perhubungan Kota Bekasi Erwin saat ditemui Kompas di Kantor Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Kamis (20/01/2022).
Bahagia
Tak heran jika Endang lebih memilih naik angkutan umum ketimbang taksi ataupun mobil pribadi. Pengalaman di perjalanan bertemu banyak orang membuatnya semakin bahagia dari hari ke hari. “Apalagi aku bisa berbagi dan membuat orang tertawa,” katanya.
Kenikmatan menggunakan angkutan umum kini sedikit terganggu oleh pandemi Covid-19. Pada beberapa moda angkutan umum, penumpang dilarang untuk mengobrol atau berbicara melalui telepon. Begitu juga dengan tingginya ancaman penularan saat moda angkutan umum penuh.
Belum lagi ada pertimbangan faktor keselamatan bagi warga kota yang berusia lanjut usia seperti Endang. Kebiasaannya untuk selalu naik angkutan umum ini cukup mengkhawatirkan anak- anaknya. “Saya sebenarnya disediakan mobil dan sopir oleh anak-anak saya. Tapi saya memilih untuk naik angkutan umum. Saya enggak mau merepotkan orang," tuturnya.
Meski kadang teman-temannya menertawakan hobinya naik angkutan umum kemana pun, Endang mengatakan akan tetap setia menggunakan transportasi publik dibanding harus menggunakan mobil pribadi. “Naik kendaraan umum membuat bahagia yang orang lain belum tentu bisa rasakan,” ujarnya usai mengakhiri perjalanannya dari Pamulang ke Blok M.