Dalam Dua Minggu, Petambang Batubara Ilegal Keruk 5 Hektar Lahan di Kaltim
Polisi menetapkan dua tersangka yang menjadi penanggung jawab tambang ilegal di Kutai Kartanegara, Kaltim. Polisi diminta mengusut kasus ini dan memutus mata rantai tambang ilegal yang marak di Kaltim.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Petambang batubara tak berizin atau ilegal mengeruk lahan seluas 5 hektar di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Petambang menjalankan aksinya selama dua minggu dan sudah memiliki jaringan untuk menjual batubara. Polisi masih menyelidiki rantai bisnis tambang ilegal ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Komisaris Besar Indra Lutrianto Amstono mengatakan, lokasi tambang ilegal tersebut berada di Desa Jonggon, Kecamatan Loa Kulu. Pada Sabtu (3/12/2022), polisi mendatangi lokasi yang tengah ditambang.
Dari rangkaian pemeriksaan dokumen oleh polisi, petambang tak memiliki izin untuk menambang. Di sana, kata Indra, terdapat jalan hauling, tiga ekskavator, enam unit truk, dan tumpukan batubara sekitar 5.000 metrik ton.
”Kami mengamankan 14 pekerja yang sedang beraktivitas. Setelah kami periksa, kami menetapkan dua tersangka, yakni AP sebagai pengawas lapangan dan ES sebagai pemodal,” ujar Indra, saat dihubungi pada Selasa (6/12/2022).
Dari pemeriksaan awal, diketahui para petambang itu menyewa sebuah tongkang. Setelah menambang, batubara mereka kirim menggunakan tongkang tersebut ke pengepul.
Polisi masih memeriksa pemilik tongkang ini untuk mengetahui rantai bisnis batubara ilegal yang dijalankan para tersangka. Dari sana, polisi juga bisa menelusuri siapa saja yang menjadi penadah hasil penambangan batubara ilegal tersebut.
Dihubungi terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Samarinda Fathul Huda Wiyashadi menuntut kepolisian segera mengusut banyaknya tambang ilegal di Kalimantan Timur. LBH Samarinda, yang kerap mendampingi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, sudah banyak melaporkan dugaan tambang ilegal sejak 2018.
Jatam Kaltim mencatat, sedikitnya ada 151 tambang ilegal di Kaltim. Kendati demikian, sampai saat ini hanya tiga kasus yang dalam proses hukum. Laporan kasus dari Jatam Kaltim dan LBH Samarinda pun belum ada yang tuntas prosesnya.
Menurut Fathul, aktivitas tambang batubara ilegal dilakukan oleh jaringan yang saling menyokong. Selain petambang dan pemodal, biasanya ada pengamanan yang melibatkan aparat penegak hukum. Selain itu, maraknya tambang ilegal didukung dengan adanya penampung atau pembeli batubara yang ditambang secara ilegal.
Persoalan sistemik itu, kata Fathul, perlu diselesaikan pemerintah secara tuntas. Belum lama ini, publik digegerkan dengan video Ismail Bolong, mantan anggota polisi di Polresta Samarinda, yang mengaku menjadi beking tambang. Ismail menyebut menyetor sejumlah uang ke beberapa anggota polisi, baik di Kaltim maupun Mabes Polri.
Fathul menilai, ini momentum bagi pemerintah dan kepolisian untuk mengusut dugaan beking tambang ilegal di Kaltim. Sebab, selama ini tambang ilegal kerap mencaplok lahan warga tanpa ganti rugi. Selain itu, tambang ilegal juga meninggalkan lubang tambang menganga sehingga menimbulkan bencana, seperti banjir atau tanah longsor di sekitarnya.
Dilihat lebih luas, kata Fathul, maraknya tambang ilegal membuat negara banyak dirugikan lantaran uang pajak dari hasil penambangan tak masuk ke negara. ”Presiden Joko Widodo dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo perlu turun tangan. Jangan sampai publik dan negara dirugikan,” ujarnya.