Serapan APBD Kota Surabaya Didominasi Usaha Mikro Kecil dan Produk Dalam Negeri
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya sepanjang 2022 lebih banyak dinikmati oleh pelaku usaha mikro kecil yang memproduksi barang lokal.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya sepanjang 2022 didominasi sektor usaha mikro kecil dan produk dalam negeri. Penyerapan dari sektor UMK memosisikan Kota Surabaya sebagai yang terbesar se-Indonesia.
Berdasarkan catatan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Surabaya untuk usaha mikro kecil (UMK) per 25 November 2022 mencapai Rp 1,2 triliun. Adapun belanja untuk produk dalam negeri (PDN) tembus Rp 1,7 triliun. Artinya, kedua sektor menyerap sekitar Rp 2,9 triliun dari APBD 2022 sebesar Rp 10,3 triliun.
Data tersebut diungkap oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dengan demikian, kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya, Rabu (30/11/2022), keberpihakan Pemerintah Kota Surabaya terhadap peningkatan ekonomi warga, terutama pelaku UMK, kian besar. Berbagai cara dilakukan Pemkot Surabaya, agar roda bisnis pelaku usaha di kota dengan jumlah penduduk 3,1 juta jiwa ini terus bergerak.
Program itu antara lain menggelar pasar murah di tingkat kelurahan, menggelar pameran di sejumlah lokasi, dan terus memperbanyak kesempatan bagi pelaku usaha memasarkan produknya, termasuk menumbuhkan jiwa wirausaha, terutama pada masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Jakarta, Selasa (29/11/2022), hadir Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Kepala LKPP Hendrar Prihadi, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan M Yusuf Ateh, dan perwakilan kementerian/lembaga serta pemerintah daerah se-Indonesia.
Menurut Eri Cahyadi, Pemkot Surabaya telah dan terus mengoptimalkan belanja untuk UMKM dan produk dalam negeri. Cara ini sebagai bentuk keberpihakan pada ekonomi rakyat. ”APBD jangan lagi hanya dinikmati pabrikan besar. Harus semakin banyak ke UMKM sehingga kesejahteraan warga Surabaya kian membaik,” ujarnya.
Belanja Pemkot ke UMKM tidak hanya terkait makanan dan minuman, tetapi juga produk busana, alas kaki, bahkan kerajinan berbahan baku alami.
”Optimalisasi belanja untuk UMKM dan PDN ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, bahwa APBD harus didedikasikan untuk rakyat, untuk stimulan ekonomi rakyat, karena ini semua, kan, uang dari rakyat,” imbuh Wali Kota.
Melibatkan MBR
Eri lantas membeberkan sejumlah inovasi Pemkot Surabaya dalam mendorong pelibatan UMK serta meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Produk itu antara lain paving yang melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang kemudian dibeli Pemkot Surabaya melalui APBD. Program pavingisasi menyentuh seluruh penjuru kampung atau rukun tetangga di Surabaya.
Realitasnya, jika diberi kepercayaan, UMKM terbukti bisa. Buktinya, paving produksi MBR, yang sebelumnya mereka dilatih, telah lulus uji oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. APBD yang mengalir kepada rakyat di bawah menjadi instrumen mempercepat pemulihan ekonomi warga ”Kota Pahlawan”.
Eri menambahkan, Pemkot Surabaya juga menggeber berbagai program yang melibatkan UMKM penjahit dan perajin di kampung-kampung. Pemkot Surabaya memesan ratusan ribu seragam dan sepatu untuk dibagikan gratis kepada pelajar SD dan SMP dari keluarga kurang mampu.
Cara yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya, menurut mantan Kepala Bappeko Surabaya ini, seperti sekali mendayung tiga pulau terlampaui. ”Jadi, yang dilakukan selama ini adalah pemberdayaan UMKM, memastikan semua pelajar bisa bersekolah dengan nyaman karena punya seragam dan sepatu baru, sekaligus meringankan beban orangtua karena tidak perlu membeli seragam dan sepatu baru,” ujarnya.
Eri juga memastikan APBD Surabaya didedikasikan untuk produk dalam negeri. ”Intinya, dipilih produk dengan komponen dalam negeri yang besar. Jangan sampai APBD justru untuk beli barang impor, kecuali memang yang belum bisa produksi dalam negeri,” katanya. Bahkan kembali ditegaskan, jika masih ada kepala dinas yang gemar membeli produk impor, padahal ada produksi dalam negerinya, yang bersangkutan akan langsung dicopot.
Disebutkan, pada 2023, APBD Surabaya akan mengalokasikan belanja Rp 3 triliun untuk sektor UMKM. ”Ayo, UMKM memanfaatkan. Ini uang rakyat, kok. Bukan uang Wali Kota. Harus kembali ke rakyat, ke UMKM. Maka persiapkan diri. Lengkapi dengan legalitas. Nanti bisa nikmati kue APBD Surabaya,” tuturnya.
Selain melalui instrumen belanja APBD, lanjut Eri, pemberdayaan UMKM juga dilakukan dengan Rumah Padat Karya yang tersebar di sejumlah kelurahan di Surabaya. Aset-aset Pemkot Surabaya yang idle alias menganggur disulap menjadi Rumah Padat Karya untuk memberdayakan MBR.
Ada untuk kafe, barbershop, laundry, cuci motor, produksi kue, destinasi wisata, lahan pertanian-perikanan, dan sebagainya. Program ini telah menyerap ribuan warga MBR.
Menanggapi program Pemkot Surabaya, Wiwit Manfaati, pelaku UMKM Witrove, menyebutkan, Pemkot selama ini memang selalu membeli produk UMKM untuk berbagai keperluan ataupun kegiatan.
”Belanja Pemkot ke UMKM tidak hanya terkait makanan dan minuman, tetapi juga produk busana, alas kaki, bahkan kerajinan berbahan baku alami, termasuk produk kami yang terbuat dari eceng gondok,” katanya.