Pemkot Bandung Mulai Salurkan Bantuan Sosial untuk 15.280 Keluarga
Belasan ribu keluarga penerima manfaat bakal mendapatkan bantuan langsung tunai dari Pemkot Bandung. Bantuan ini diharapkan bisa menjadi modal produktif untuk warga yang membutuhkan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Belasan ribu keluarga menerima bantuan langsung tunai (BLT) dari Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, dengan total nilai Rp 7 miliar. Bantuan itu ditujukan untuk warga terdampak inflasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM), tapi belum mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat.
Wali Kota Bandung Yana Mulyana menjelaskan, pihaknya menggelontorkan dana Rp 7 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung untuk 15.280 keluarga penerima manfaat (KPM). Setiap penerima BLT itu mendapatkan uang tunai Rp 450.000 untuk bulan Oktober, November, dan Desember 2022.
”Dari 112.000 keluarga di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang terdampak kenaikan harga BBM, 98.000 KPM sudah mendapat bantuan dari pemerintah pusat. Namun, ada sekitar 15.000 keluarga lainnya yang belum dapat sehingga kami berikan bantuan untuk mereka,” ujar Yana di Bandung, Selasa (29/11/2022).
Menurut Yana, penyaluran bantuan tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat di tengah ancaman resesi global. Karena itu, dia berharap bantuan sosial yang diberikan itu bisa digunakan untuk hal yang produktif, misalnya modal usaha.
Selain BLT, sejumlah warga juga mendapatkan bantuan sandang dan pangan bagi warga lanjut usia dan penyandang disabilitas. Kepala Dinas Sosial Kota Bandung Soni Bakhtiyar menuturkan, sebanyak 280 KPM mendapatkan bantuan tersebut bersamaan dengan BLT BBM.
”Bantuan untuk lansia, anak, dan bantuan untuk penyandang disabilitas ini untuk 280 KPM berupa alat bantu maupun kebutuhan sandang dan pangan. Penyaluran bantuan ini berlangsung dari 29 November-2 Desember 2022 dengan target 100 persen dari tiga hari ini,” papar Soni.
Eti (64), warga Kelurahan Padjadjaran yang mendapatkan bantuan, berharap bisa mempergunakan dana tersebut dengan maksimal. Dia mendapatkan uang tunai Rp 1,5 juta dari BLT, bantuan pangan nontunai (BPNT), dan bantuan untuk lansia.
Selama pandemi, Eti berhenti berjualan nasi kuning karena kesulitan ekonomi. Dia juga kehilangan suami dan anak laki-lakinya yang meninggal saat pandemi sehingga mengurangi motivasi untuk berjualan.
”Saya tinggal sendiri, tapi ada anak yang ikut mengurus. Saya sudah setahun tidak jualan nasi kuning. Dulu karena pandemi tidak ada yang keluar, jadi yang beli nasi kuning tidak ada,” ujar.
Namun, saat masyarakat mulai beraktivitas di luar ruangan, Eti belum memiliki modal untuk berjualan nasi kuning kembali. Karena itu, bantuan dari pemerintah ini bakal dia gunakan untuk membeli bahan-bahan untuk berjualan sehingga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Kemarin saya tidak sempat dapat bantuan BBM dari pemerintah pusat. Jadi waktu dapat bantuan ini, saya bersyukur dan akan pergunakan ini untuk modal berjualan nasi kuning,” ujarnya.