Dapur Umum, Perang Melawan Kelaparan Korban Gempa Cianjur
Berteman dingin subuh dan panas api kompor, petugas dapur umum berperang melawan rasa lapar para penyintas gempa. Bapak-bapak berambut cepak dan badan tegap itu meruntuhkan mitos bahwa dapur hanya urusan perempuan.
Ibarat pertempuran, penanganan setelah gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, juga membutuhkan pasukan. Salah satu lini terpenting adalah petugas di dapur umum dan logistik. Berteman dingin subuh dan panas api kompor, mereka seakan berperang melawan rasa lapar para penyintas gempa.
Setelah setengah jam bermotor di medan jalan yang naik turun dan terjebak macet, Sambas (25) akhirnya tiba di dapur umum di Pendopo Tumaritis, Selasa (29/11/2022). Posko itu milik Batalyon Perbekalan Angkutan (Yonbekang) 1 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.
”Pak, boleh minta logistik?” tanya warga Cisalak, Kecamatan Cugenang itu kepada Sersan Kepala Jeri Jemi Polii, komandan tim dapur umum.
Sambas menunjukkan kertas berisi permohonan bantuan yang ditandatangani aparat pemerintah setempat plus stempel. Mereka berharap mendapatkan tenda, makanan ringan, sembako, selimut, hingga obat-obatan.
”Makanan di posko sudah sedikit. Padahal, ada 260 warga yang mengungsi. Untuk masak saja, kami sempat beli minyak. Kata teman, di sini ada logistik. Makanya, saya ke sini,” ujarnya.
Kami harus memastikan warga dulu kenyang baru kami makan dan tidur.
Tanpa berlama-lama, Jeri mengambil dua dus mi instan, gula pasir, minyak goreng, hingga beras 5 kilogram. Ia juga menawarkan nasi bungkus. Namun, Sambas tidak ingin lebih banyak merepotkan Jeri dan tim. ”Logistik ini saja sudah alhamdulillah, sangat membantu,” ucapnya.
Baca juga: Luasnya Penyebaran Pengungsi, Tantangan bagi Tenaga Kesehatan
Gempa bermagnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022) telah merusak 88.022 rumah dan mengakibatkan 327 warga tewas. Sebanyak 13 dilaporkan masih dalam pencarian. Selain itu, 108.720 jiwa tercatat mengungsi. Sambas adalah salah satunya.
Selepas Sambas pergi, datang lagi dua warga yang meminta nasi bungkus. Petugas pun memberinya nasi, telur goreng, mi, dan air minum. Hidup sejak pukul 03.00, denyut dapur itu terasa hampir sepanjang hari.
”Setengah 3 pagi, kompor itu rasanya sudah memanggil,” ucap Jeri sambil tersenyum.
Ia bersama 12 anggotanya yang semuanya pria bangun dan bersiap memasak. Bapak-bapak berambut cepak dan badan tegap itu meruntuhkan mitos bahwa dapur hanya urusan perempuan.
Mereka lalu menata belanga, wajan persegi ukuran 60 sentimeter x 40 sentimeter, menyalakan tungku, hingga mengiris bawang merah. Mereka memasak setidaknya 25 kg beras dan puluhan butir telur untuk 750 porsi setiap hari. Prosesnya membutuhkan setidaknya dua jam setiap pagi dan siang.
Baca juga: Memanusiakan Jenazah Korban Gempa Cianjur
Setiap pagi, siang, dan sore, perwakilan penyintas datang mengambil makanan. Petugas juga mengirim paket nasi langsung ke pengungsian. Tidak jarang, mereka tidur hanya dua atau tiga jam karena harus bangun lagi untuk memasak. Gempa susulan juga beberapa kali mengancam.
”Kami harus memastikan warga dulu kenyang baru kami makan dan tidur,” ucap Jeri yang pernah memasak untuk korban gempa di beberapa daerah, seperti Yogyakarta tahun 2006. Bagi anggota TNI sejak 1998 ini, tidur di atas velbed yang keras dan beratapkan tenda sudah lumrah.
”Kalau saya tidur di kasur empuk dan ber-AC (penyejuk ruangan), enggak mungkin saya bangun jam 3 subuh,” ucap bapak tiga anak ini.
Seminggu memasak untuk penyintas, ia dan tim tak bosan. Selain memutar musik, kadang mereka bergurau. Misalnya, ”Inilah chef Juna, Junaidi.”
Perangi kelaparan
Baginya, memenuhi kebutuhan makanan warga sama saja membantu diri dan keluarga sendiri. Itu sebabnya, ia bahagia melihat warga menyantap masakannya. Jika penanganan gempa ibarat pertempuran, personel dapur umum ini sedang berperang melawan kelaparan penyintasnya.
”Dalam perang, logistik saja tidak dapat memenangi pertempuran. Tapi, pertempuran tidak mungkin dimenangi tanpa logistik,” ungkapnya.
Selusin prajurit Yonbekang 1 Kostrad juga berjuang melawan perut kosong penyintas di Kampung Cileungsi, Kecamatan Cugenang. Mereka membikin hampir 1.000 porsi makanan. Menunya beragam. Kadang ikan, ayam, tempe, serta sayur-mayur.
Mereka bergiliran menyalurkan makanan kepada warga menggunakan sepeda motor. Pekerjaan itu tidak selalu diganjar senyum dari para penerima. Sesekali mereka mendapatkan penolakan oleh warga yang bisa memasak sendiri makanannya.
Sersan Satu Aswadi (38) punya pengalaman soal itu sejak sembilan hari bertugas di Cianjur. ”Itu salah satu suka dukanya,” kata prajurit yang pernah membantu penanganan gempa Palu pada 2018.
Duka lainnya adalah masalah kesehatan yang sesekali muncul. Masuk angin, batuk, dan flu menghampiri mereka meski telah dibekali suplemen. Lingkungan tugas yang lebih dingin tempat mereka berdinas sehari-hari juga mengharuskan penyesuaian.
Bagaimanapun, mereka tetap harus melaksanakan tugas tepat waktu. ”Kita enggak bisa tarsok (entar besok),” ucap Aswadi yang punggungnya kemerahan karena kerokan.
Pada tahap berikutnya, DKK akan tetap menyalurkan bantuan dari pembaca sambil terus menyesuaikan kebutuhan warga. Kami berharap, bantuan ini bermanfaat dan meringankan beban penyintas.
Di lokasi bencana, mereka juga tetap berusaha berbaur dengan warga. Seperti mengajak warga memasak makanan di dapur darurat. Cara itu diharapkan menyemangati dan menghibur penyintas.
”Yang kena gempa ini kan saudara-saudara kita juga. Tulus dan ikhlaslah intinya. Ibadah juga. Nikmati saja. Memang kalau bosen, bosen. Tapi enjoy saja. Ini tugas juga, tugas kemanusiaan,” pungkasnya.
Usaha Jeri, Aswadi, dan sukarelawan di dapur umum gempa Cianjur juga didukung sejumlah pihak yang memasok logistik. Salah satunya, Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK).
Ketua Yayasan DKK Antonius Tomy Trinugroho mengatakan, DKK mengelola donasi pembaca harian Kompas bekerja sama dengan Kostrad untuk pengadaan logistik sejumlah dapur umum. Bantuan tahap awal untuk penyintas itu berupa beras, telur, hingga minyak goreng.
”Pada tahap berikutnya, DKK akan tetap menyalurkan bantuan dari pembaca sambil terus menyesuaikan kebutuhan warga. Kami berharap, bantuan ini bermanfaat dan meringankan beban penyintas,” ujar Tomy.
Lewat racikan rasa, dapur umum ikut menopang hidup penyintas dan orang lain yang terlibat dalam penanganan bencana. Semuanya menunjukkan semua karya baik tidak akan pernah sia-sia membantu sesama.
Baca juga: Pendataan Rumah Rusak Terdampak Gempa Cianjur Mulai Berjalan