Pendataan Rumah Rusak Terdampak Gempa Cianjur Mulai Berjalan
Rumah warga Cianjur yang rusak akibat gempa mulai didata untuk menentukan apakah warga bisa mendapat bantuan pembangunan rumah atau relokasi. Namun, sebagian warga menolak relokasi dan memilih untuk bertahan di kampung.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terus mendata kondisi rumah warga yang rusak akibat gempa, Senin (21/11/2022). Pendataan itu untuk menentukan apakah warga bisa mendapat bantuan pembangunan rumah atau relokasi. Namun, sebagian penyintas gempa memilih untuk bertahan di kampung mereka.
Sejak beberapa hari terakhir, pemerintah mulai mendata rumah warga terdampak gempa. Pendataan masih berlanjut sampai hari ini, seperti yang dilakukan di Desa Sukawangi, Kecamatan Warungkondang. Desa itu terdampak gempa cukup serius dengan 85 persen rumah rusak, dari ringan hingga berat, dan sekitar 5.000 warga mengungsi.
”Alhamdulillah, pemerintah menugaskan sukarelawan untuk mendata rumah rusak tiga hari ini. Lihat dari petugas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sudah beres mendata,” kata Kepala Desa Sukawangi, Dedi Suharyadi, Selasa (29/11/2022).
Pemerintah Desa Sukawangi juga berinisiatif untuk mendata ulang kondisi rumah warga agar lebih akurat. Desa Sukawangi menurunkan sukarelawan RT dan Karang Taruna untuk melakukan pendataan. ”Saya khawatir rumah rusak ringan enggak terdata. Jadi, kami dari desa siapkan data sendiri. Takut ada kecemburuan, masak ada rumah yang tidak didata padahal rusak,” ujarnya.
Untuk pendataan tersebut, sukarelawan meminta data Kartu Keluarga, nomor telepon pemilik, dan memotret kondisi rumah. Data itu kemudian diolah oleh petugas desa di posko bantuan terpusat.
Terkait rencana pemerintah pusat dan daerah menyediakan dana bantuan untuk pembangunan ulang dan relokasi tempat tinggal bagi warga dengan rumah rusak berat, Dedi mengatakan, hal itu diserahkan kepada masing-masing warga.
”Saya menghaturkan terima kasih kalau pemerintah memikirkan relokasi untuk rumah yang hancur dan enggak bisa diisi. Kalau rumah permanen ambruk, lalu dikasih Rp 50 juta sama pemerintah, saya rasa enggak cukup. Kalau pemerintah siapkan relokasi, Alhamdulillah. Antara mau tidaknya gimana warga aja," tuturnya.
Kalau rumah permanen ambruk, lalu dikasih Rp 50 juta sama pemerintah, saya rasa enggak cukup (Dedi Suharyadi)
Bupati Cianjur Herman Suherman, Senin (28/11/2022), mengatakan, sekitar 3.500 rumah rusak telah terdata. Bagi warga yang rumahnya rusak berat, pemerintah menawarkan beberapa pilihan.
Warga yang memilih menyewa tempat tinggal sementara sebelum direlokasi, bisa meminta bantuan tunai senilai Rp 500.000 per keluarga per bulan yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sementara itu, warga yang memilih untuk membangun rumahnya bisa mendapat uang tunai berkisar Rp 10 juta-Rp 50 juta. Nilai bantuan disesuaikan tingkat kerusakan rumah.
Pemerintah juga menyiapkan lokasi relokasi di tiga tempat. Lokasi itu ada di lahan seluas 2,5 hektar di Desa Sirnagalih di Kecamatan Cilaku, 10 hektar lahan di Desa Cipendawa di Kecamatan Pacet, dan 4 hektar lahan di Kecamatan Mande. Relokasi diprioritaskan untuk warga Desa Cijedil, Desa Mangunkerta, dan Desa Sarampad di Kecamatan Cugenang.
Fitri Anjani (22), warga Desa Sarampad, tidak berminat untuk direlokasi ke tempat lain meski rumahnya dan rumah warga kampung lainnya rusak sedang hingga berat.
”Enggak siap pindah. Enggak setuju meskipun rumah rusak atau gimana. Enggak bisa pindah secara cepat, butuh waktu untuk memikirkan pindah ke tempat baru,” ujar ibu satu anak itu.
Warga Desa Cijedil, Yudi, juga mengaku tidak ingin direlokasi dari kampung kelahirannya. Ia ingin tetap tinggal di desa itu, tetapi pindah ke lahan yang lebih aman.
”Daerah rumah saya tanahnya memang seperti terasering, buat fondasi saja perlu pasang tiang 10 meter ke dalam. Kalau harus pindah, jangan jauh-jauh,” ucap pria yang sebelumnya bekerja sebagai penjaga sekolah itu.