Daftar Panjang Kriminalisasi Masyarakat Adat Kawasan Danau Toba
Dugaan kriminalisasi masyarakat adat berlanjut di kawasan Danau Toba yang bersinggungan dengan konsesi PT Toba Pulp Lestari. Tercatat 39 orang dipenjara dua dekade terakhir. Semua berawal dari mempertahankan tanah adat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
Dugaan kriminalisasi masyarakat adat masih terus berlanjut di kawasan Danau Toba di area yang bersinggungan dengan area konsesi hutan tanaman industri PT Toba Pulp Lestari. Tercatat 93 warga masyarakat adat diproses hukum dan 39 orang dipenjara dalam dua dekade terakhir. Semua kasus berawal dari mempertahankan tanah adat.
Kasus terbaru, warga masyarakat adat bernama Dirman Rajagukguk dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar di Pengadilan Negeri Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Oktober lalu. Petani itu dijerat dengan pasal perusakan hutan setelah menanam jagung dan kopi di tanah yang dia anggap hak ulayat, tetapi tumpang tindih dengan area konsesi.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Tongam Panggabean, Jumat (25/11/2022), mengatakan, kasus tersebut menambah daftar panjang korban kriminalisasi masyarakat adat di kawasan Danau Toba. ”Pola kriminalisasi tetap sama. Korbannya adalah masyarakat adat yang mempertahankan tanah ulayatnya dan yang menolak keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL),” kata Tongam.
Dugaan kriminalisasi yang dialami masyarakat, lanjutnya, sangat jelas terlihat dari beberapa indikasi, yakni adanya diskriminasi hukum yang terlihat dari keberpihakan kepada perusahaan, penggunaan pasal pidana berlebihan dan tidak tepat, serta adanya upaya paksa dan kekerasan dalam proses hukum.
Dalam kasus Dirman, misalnya, digunakan Pasal 92 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Padahal, pasal tersebut mengatur larangan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin yang dilakukan secara terorganisasi.
”Kami meyakini, tindakan kekerasan, kriminalisasi, dan diskriminasi hukum terhadap masyarakat adat dan lokal telah terjadi secara sporadis dengan jumlah yang lebih banyak di wilayah yang bersinggungan dengan konsesi TPL,” kata Tongam.
Bakumsu mencatat, 93 orang menjadi korban langsung kriminalisasi dan kekerasan di kawasan Danau Toba. Sebanyak 40 orang diproses hukum hingga ke pengadilan dengan 39 orang dinyatakan terbukti bersalah dan satu orang bebas murni.
Kami sudah kehilangan rasa takut. Apa pun akan kami lakukan demi mempertahankan tanah leluhur kami.
Thomson Ambarita (44), warga Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, pernah dijatuhi vonis 9 bulan penjara setelah dijerat dengan kasus penganiayaan. Kasus bermula ketika terjadi bentrok antara warga dan pegawai TPL pada September 2019.
”Kami melaporkan kasus penganiayaan warga oleh pegawai TPL ke Polres Simalungun. Namun, ketika saya diperiksa sebagai saksi atas laporan itu, justru saya yang langsung dijebloskan ke penjara atas tuduhan penganiayaan pegawai TPL,” kata Thomson.
Thomson kini sudah bebas dan bersama masyarakat adat tetap mempertahankan hak ulayat mereka yang tumpang tindih dengan area konsesi. Saat ini masyarakat menguasai 70 hektar lahan yang sempat diambil alih sebagai area konsesi. ”Setiap hari kami menghadapi potensi bentrok. Namun, kami sudah kehilangan rasa takut. Apa pun akan kami lakukan demi mempertahankan tanah leluhur kami,” katanya.
Ketika dihubungi Kompas, Dedy Armaya dari Humas PT TPL mengatakan, istilah kriminalisasi sangat tidak tepat untuk berbagai kasus yang dihadapi masyarakat di sekitar area konsesi mereka. Hal itu karena semua kasus diproses secara hukum hingga ke pengadilan. ”TPL menyerahkan seutuhnya semua kasus pada proses hukum. Yang menjatuhkan vonis, kan, pengadilan,” ujarnya.
Dedy mengatakan, TPL menghormati semua norma hukum dan hak-hak masyarakat adat di sekitar area konsesi perusahaan. ”Kami sangat menghormati adat istiadat yang berlaku di satu daerah. Akan tetapi, pelaksanaan hukum yang berlaku di negara juga tidak bisa dilupakan,” katanya.
Dedy menambahkan, TPL juga melaksanakan sejumlah program untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat. Mereka juga menggandeng pemerintah dan berbagai aliansi masyarakat untuk pembangunan daerah di sekitar Danau Toba.