Saatnya Kuliner Magelang Naik Kelas
Sejumlah pelaku usaha kuliner di Kabupaten Magelang mendapat kesempatan berharga mengikuti program Pawone Kuliner Borobudur Marathon 2022. Dalam program itu, mereka mendapat pendampingan dalam berbagai aspek.
Di tengah ketatnya persaingan, sejumlah pelaku usaha kuliner di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mendapat kesempatan berharga mengikuti program Pawone Kuliner Borobudur Marathon 2022. Dalam program itu, mereka mendapat pendampingan dalam berbagai aspek agar usahanya bisa naik kelas.
Sejak tahun 2018, Arga Sulis (40) dan Septi Pancasila (43) membuka usaha kuliner Bebek Mangap Delivery. Menyajikan sejumlah menu olahan bebek, pasangan suami istri itu hanya melayani pembelian secara online atau daring dengan pengiriman melalui kurir. Hal itu dilakukan untuk memangkas biaya sewa tempat dan gaji karyawan.
“Sekarang memang trennya lewat online dan delivery (pengiriman). Apalagi kalau hujan-hujan begini, orang akan malas keluar cari makan,” tutur Arga yang membuka usaha di rumahnya di Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Meski tak memiliki latar belakang pendidikan bidang kuliner, Arga dan Septi memang hobi memasak sejak dulu. Sebelum membuka usaha Bebek Mangap Delivery, keduanya pernah membuka kedai kopi dan rumah makan ayam kremes. Namun, karena sejumlah alasan, mereka kemudian beralih ke usaha kuliner daring.
Menu andalan Bebek Mangap Delivery adalah bebek goreng yang dibalur dengan bumbu hitam pedas. Ada juga menu bebek sambel kosek. Dengan harga Rp 30.000 per porsi, Arga dan Septi rata-rata mendapat pesanan sekitar 40 porsi bebek per hari.
“Disebut bebek mangap karena pedasnya membuat mulut mangap-mangap (menganga),” kata Septi sambil tersenyum.
Pada tahun 2020, Septi dan Arga berinovasi membuat menu baru, yakni soto bebek. Selain untuk menambah varian menu, terobosan ini juga dibuat untuk menjawab tantangan atau peluang pasar.
Baca juga: Daya Lenting UMKM Kota Magelang Bangkit dari Krisis
“Selama ini kan menu kami itu goreng-gorengan atau bakar-bakaran. Namun jika pas lagi dingin atau hujan itu orang ternyata mencari yang hangat. Makanya kami bikin soto bebek. Sebenarnya pernah mencoba sop bebek, tapi peminatnya kurang,” papar Arga. Dengan harga Rp 15.000 per porsi, Arga dan Septi bisa menjual 20 porsi soto bebek per hari.
Selama beberapa waktu terakhir, Arga dan Septi juga mengikuti program Pawone Kuliner yang merupakan rangkaian lomba lari Borobudur Marathon 2022. Dalam Pawone Kuliner angkatan kedua yang digelar tahun ini, ada 13 pelaku usaha kuliner di Magelang yang ikut serta.
Melalui program itu, mereka mendapat pendampingan dari berbagai aspek. Dari sisi produk, ada pendampingan terkait kebersihan, pengelolaan yang ramah lingkungan, tampilan makanan, hingga varian rasa. Mereka juga mendapat pelatihan mengenai aspek keuangan, misalnya terkait pendanaan usaha, pengelolaan uang, dan optimalisasi pendapatan.
Ada juga pendampingan dalam hal promosi, misalnya bagaimana membuat cerita produk, mengembangkan citra merek, serta meningkatkan pengenalan produk. Selain itu, produk kuliner mereka juga akan ditampilkan dalam ajang Borobudur Marathon.
Disebut bebek mangap karena pedasnya membuat mulut mangap-mangap (menganga)
Arga menuturkan, saat mengikuti program Pawone Kuliner, dirinya menerima sejumlah saran terkait racikan soto bebek yang bakal disajikan dalam Borobudur Marathon 2022. Salah satunya, soto tersebut disarankan tidak menggunakan daging bebek bagian paha bawah.
“Para pelari ini kan sangat memperhatikan asupan makanannya. Padahal, bagian paha bawah bebek ini cenderung banyak minyaknya, jadi tidak dipakai,” tuturnya.
Selain itu, Arga dan Septi diminta menghitung ulang harga pokok penjualan makanannya. Mereka juga disarankan memakai kemasan ramah lingkungan serta memperbaiki tampilan soto bebek buatannya. “Dari sisi tampilan, diharapkan bisa Instagramable, misalnya ada hiasan tomat, kentang, juga daun seledri,” kata Arga.
Dawet dan Siomay
Pelaku usaha kuliner lain yang juga mengikuti program Pawone Kuliner adalah Mustofa (52). Dia merupakan pemilik usaha Dawet Ireng Ketan Hijau Nak Robil. Mustofa merintis usahanya sejak 2010 setelah melihat tayangan kuliner di televisi tentang dawet hitam atau dawet ireng khas Purworejo, Jawa Tengah.
Saat itu, menurut Mustofa, belum ada yang menjual dawet ireng di Magelang sehingga dia pun tertantang untuk mencoba. “Lalu saya mencoba membuat dawet ireng, tapi hampir sebulan awal itu gagal terus,” kata Mustofa yang tinggal di Desa Pasurhuan, Kecamatan Mertoyudan, Magelang.
Setelah mencoba berkali-kali, Mustofa akhirnya berhasil membuat dawet ireng. Mulanya, ia menjual dawet ireng itu dengan berkeliling desa menggunakan sepeda. Namun, karena belum banyak warga yang mengenal, dawet ireng buatannya dinilai aneh. Bahkan, waktu itu, sebagian orang takut untuk membeli.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, orang pun mulai mengenal dan menyukai dawet ireng buatan Mustofa. Kekhasan dawet ireng buatannya adalah teksturnya yang kenyal karena menggunakan tepung aren atau tepung onggok.
Baca juga: Kreasi Kriya dari Limbah Kayu di Kota Magelang
Untuk pemanis, Mustofa memakai gula jawa asli, sedangkan santannya diberi daun pandan sehingga lebih segar dan wangi. Selain itu, dia juga menambahkan susu dan ketan hijau dalam racikan dawet irengnya.
Kini, Mustofa membuka tiga kios dawet ireng di lokasi berbeda. “Tiga tempat itu dijaga oleh ibu-ibu rumah tangga tetangga saya. Saya kan sudah enggak kuat jualan keliling. Sekalian untuk berbagi rezeki juga dengan sesama,” tutur Mustofa. Dari kios itu, Mustofa bisa menjual hingga 400 porsi dawet ireng dengan harga Rp 4.000 per gelas.
Saat mengikuti program Pawone Kuliner, Mustofa disarankan untuk mengganti sedotan plastik yang dipakainya dengan sedotan kertas atau bahan lain yang ramah lingkungan. Adapun dari segi rasa, produk dawet tersebut sudah cukup pas dan layak untuk disajikan di ajang Borobudur Marathon.
Pemilik usaha Siomay Beong, Mudalifah (39), juga mengikuti program Pawone Kuliner. Sesuai namanya, siomai tersebut menggunakan bahan dari ikan beong (Hemibagrus nemurus) yang banyak ditemukan di Sungai Progo, salah satu sungai yang melintasi wilayah Magelang.
“Siomai kan biasanya dari ikan tenggiri, saya ingin buat dari ikan yang asli Magelang. Memang carinya susah dan harganya lumayan tinggi, tapi ini khas,” tutur Mudalifah.
Mudalifah membuka usaha kuliner Siomay Beong sejak dua bulan terakhir setelah sebelumnya bekerja di sejumlah rumah makan. Dalam penjualan sehari-hari, siomai tersebut bisa laku sekitar 20 porsi per hari dengan harga Rp 17.000 per porsi.
Saat mengikuti program Pawone Kuliner, Mudalifah mendapat sejumlah saran terkait produknya. Salah satunya adalah untuk mengurangi ukuran siomai dan tahu yang disajikan. Kentang dalam sajian siomai itu juga diminta untuk dihilangkan agar sajian tersebut tidak menjadi terlalu berat.
Corporate Executive Chef Plataran Indonesia, Iqbal Batubara, yang menjadi salah satu mentor di program Pawone Kuliner, mengatakan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan dan penyajian produk kuliner. Pertama, makanan yang disajikan harus sehat dan bersih. Kedua, porsi makanan mesti pas dan rasanya enak. Ketiga, biaya produksi harus dihitung cermat agar tak rugi.
Iqbal menambahkan, khusus untuk produk kuliner yang bakal disajikan di Borobudur Marathon, kandungan kalori dan karbohidrat dalam makanan harus diperhatikan agar bisa menunjang energi para pelari. Selain itu, makanan tersebut tidak boleh terlalu pedas dan tidak terlalu manis.
Selain itu, para peserta Pawon Kuliner juga mesti menjaga kebersihan peralatan, memilih bahan yang baik dan segar, serta menjaga kebersihan tubuh sebelum memasak. “Mereka adalah pelaku usaha kuliner yang terpilih. Diharapkan setelah mendapatkan mentoring (pendampingan), mereka bisa makin mandiri,” tutur Iqbal.