Sejumlah perajin di Kota Magelang, Jawa Tengah, berkreasi dengan memanfaatkan limbah kayu. Meski hanya memanfaatkan kayu sisa, mereka berhasil membuat produk-produk unik yang memikat konsumen.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·6 menit baca
Sejumlah perajin di Kota Magelang, Jawa Tengah, berkreasi dengan memanfaatkan limbah kayu. Meski hanya memanfaatkan kayu sisa, mereka berhasil membuat produk-produk unik yang memikat konsumen. Beberapa perajin itu pun terpilih mengikuti program Pawone Kriya yang merupakan rangkaian lomba lari Borobudur Marathon.
Heriyanto (52) sibuk menata aneka mangkuk berbahan kayu di rak yang ada di ruang tamu rumahnya, Senin (17/10/2022) sore. Ada mangkuk ramen dengan satu pegangan, mangkuk sup, serta lumpang atau mangkuk kecil untuk menumbuk rempah bahan jamu. Selain itu, ada juga sendok, garpu, dan sumpit yang semuanya terbuat dari kayu.
Produk lain berbahan kayu juga tampak, misalnya cangkir, talenan, pigura, serta aneka hiasan dinding. Semua barang itu merupakan produk dari usaha kerajinan kayu Pinilih Craft milik Heriyanto. Usaha tersebut didirikan Heriyanto sejak Mei 2018 di Kota Magelang.
Sebelum mendirikan Pinilih Craft, Heriyanto bergabung dengan komunitas penggemar barang kerajinan kayu. Anggota komunitas tersebut juga sering membuat kerajinan kayu sendiri. Pergaulan dengan teman-temannya di komunitas itulah yang menginspirasi Heriyanto untuk mendirikan Pinilih Craft.
”Awalnya saya banyak bergaul dengan teman-teman yang hobi kerajinan kayu. Akhirnya saya coba bikin usaha kerajinan kayu sendiri,” kata Heriyanto yang tinggal di Kelurahan Kramat Utara, Kota Magelang.
Untuk membuat beragam produk itu, Heriyanto dibantu tiga karyawannya memanfaatkan limbah kayu sisa produk furnitur. Produk-produk Pinilih Craft juga menggunakan pecahan kulit telur ayam sebagai hiasan. Kulit telur ayam yang diolah sebagai hiasan itu merupakan sisa dari usaha kue milik tetangga Heriyanto.
”Tetangga saya punya usaha pembuatan kue dan menggunakan banyak telur. Biasanya kulit telurnya dibuang begitu saja lalu saya coba olah untuk hiasan. Dalam sebulan, ada sekitar 10 kilogram kulit telur yang saya pakai untuk kerajinan ini,” tutur Heriyanto yang juga pernah menekuni pekerjaan sebagai konsultan bangunan di Semarang.
Keunikan lainnya, sejumlah produk Pinilih Craft ternyata memiliki kualitas food grade sehingga aman digunakan untuk peralatan makan. Salah satu cara agar produk-produk itu memenuhi standar food grade adalah dengan menambahkan lapisan beeswax atau lilin lebah.
”Kelebihan alat makan dari kayu ini adalah tahan pecah dan antibocor. Untuk perawatan, bisa dicuci pakai sabun seperti biasa lalu diangin-anginkan sampai kering. Kalau sudah kering, baru disimpan di lemari. Yang penting jangan direndam air terlalu lama karena nanti lapisannya bisa lepas,” tutur Heriyanto.
Kelebihan alat makan dari kayu ini adalah tahan pecah dan antibocor. (Heriyanto)
Heriyanto menjelaskan, produk-produk Pinilih Craft dijual dengan harga bervariasi, dari Rp 15.000 sampai Rp 250.000 per item. Produk-produk tersebut dijual secara offline di sejumlah lokasi, misalnya galeri penjualan di Badan Pertanahan Negara Kota Magelang dan Bandara Internasional Yogyakarta.
Selain itu, Heriyanto juga memasarkan produknya secara online melalui akun Instagram @pinilihcraft. Penjualan produk Pinilih Craft pun telah merambah ke sejumlah kota, misalnya Jakarta, Bandung, Semarang, Kebumen, dan Balikpapan. Dalam sebulan, omzet dari usaha tersebut bisa mencapai Rp 7,5 juta-Rp 8 juta.
Jam kayu
Selain Pinilih Craft, masih ada sejumlah usaha kerajinan di Kota Magelang yang mengolah limbah kayu menjadi produk unik. Salah satunya adalah Jerawood Craft yang didirikan oleh Alterga Edi Tri Anggoro (33). Pria yang akrab dipanggil Erga itu memanfaatkan limbah kayu dari Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung untuk diolah menjadi jam tangan dan speaker atau pelantang suara.
Sebelum mendirikan Jerawood Craft, Erga bekerja sebagai website developer di Bogor, Jawa Barat. Namun, dia dan keluarganya kemudian memutuskan pulang ke Magelang. Erga lalu mendirikan Jerawood Craft pada tahun 2019. Kemampuan Erga di bidang komputer dan teknologi turut mendukung usahanya dalam memproduksi kriya dari limbah kayu itu.
Untuk memudahkan pembuatan produknya, Erga merakit sebuah alat bernama computer numerical control (CNC) atau alat ukir terkomputerisasi. Dengan adanya alat tersebut, pembuatan produk-produk Jerawood Craft bisa dilakukan secara cepat dan akurat dibandingkan proses produksi manual.
”Jam tangan itu kan ukurannya kecil. Kalau tidak presisi, nanti kompenen lainnya, seperti kaca dan mesin, tidak bisa dipasang,” kata Erga.
Keunikan jam tangan kayu produksi Jerawood Craft terletak pada motif alamiah dari guratan kayu serta strap atau tali jam yang terbuat dari limbah kulit sapi. Sebagian strap jam tangan tersebut juga berhiaskan motif batik Lasem.
Salah satu produk jam tangan unggulan dari Jerawood Craft diberi nama Mantyasih. ”Desain produk itu punya beberapa unsur khas Kota Magelang, misalnya segitiga pada jarum jam menunjukkan Gunung Tidar di Magelang,” tutur Erga.
Dengan dibantu tiga karyawan, Erga bisa memproduksi 200 item produk per bulan. Harga jual jam tangan kayu produksi Jerawood Craft cukup bervariasi, dari Rp 250.000 hingga Rp 1 juta. Adapun omzet usaha tersebut per bulan berkisar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta.
Erga menggunakan akun Instagram @jerawood.id untuk mempromosikan produk-produknya. Selain itu, sebagian produk Jerawood Craft juga dijual di area Bandara Internasional Yogyakarta. ”Pembelinya dari beberapa wilayah di Indonesia. Untuk pasar luar negeri, seperti Jepang dan Singapura, masih proses penjajakan,” katanya.
Upaya mengolah limbah kayu juga dilakukan pasangan suami istri Dedi Haryanto (40) dan Heni Susanti (32). Melalui usaha Safa Woodcraft, keduanya memproduksi jam dinding berbahan kayu mulai tahun 2015.
”Tahun 2010, awalnya saya dan suami bisnis kayu gelondongan, lalu furnitur dari Jepara. Tapi karena butuh tempat yang luas, kami kemudian beralih ke kerajinan kayu pada tahun 2015,” tutur Heni.
Keunikan dari produk Safa Woodcraft adalah desainnya yang bisa dikustomisasi. Pembeli bisa memesan gambar atau tulisan tertentu sesuai keinginannya. Bahkan, dengan memanfaatkan scroll saw atau gergaji ukir, Dedi bisa melukis wajah orang di jam dinding buatannya.
Untuk merampungkan jam dinding berbahan kayu itu, Dedi membutuhkan waktu 4-5 hari. Jam dinding produk Safa Woodcraft itu dijual dengan harga Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per buah. ”Yang beli ada dari beberapa kota, misalnya Bali, Padang, dan Batam. Jam ini juga pernah dibawa dan dibeli orang ke Boston, Amerika Serikat,” ujar Heni.
Pawone Kriya
Pinilih Craft, Jerawood Craft, dan Safa Woodcraft sama-sama terpilih untuk ikut serta dalam program Pawone Kriya Borobudur Marathon tahun 2022. Pawone Kriya merupakan salah satu program yang menjadi rangkaian lomba lari Borobudur Marathon yang digelar atas kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan harian Kompas.
Total ada sembilan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bidang kriya yang terpilih menjadi peserta Pawone Kriya. UMKM-UMKM yang terpilih itu diberi kesempatan untuk menjual produknya dalam acara Bank Jateng Friendship Run yang digelar di sejumlah kota sebagai rangkaian Borobudur Marathon. Mereka juga diberi kesempatan menampilkan produknya dalam perhelatan Borobudur Marathon pada 12-13 November 2022 di Magelang.
Event Manager Harian Kompas Sri Aswito Zainul mengatakan, program Pawone Kriya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Kota Magelang. Melalui program itu, para pelaku usaha di Kota Magelang diharapkan bisa merasakan dampak positif dari penyelenggaraan Borobudur Marathon.
”Kami ingin menjadikan Borobudur Marathon sebagai kendaraan untuk menggerakkan ekonomi. Masyarakat Magelang kan tidak boleh hanya menjadi penonton, tetapi harus terlibat aktif,” ujar Aswito.