LRT Palembang Masih Sisakan Celah Ketimpangan Biaya Operasional dan Pendapatan
Kereta api ringan Palembang dinilai membebani negara. Sejumlah upaya dilakukan untuk meningkatkan keterisian.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kereta api ringan Palembang di Sumatera Selatan dinilai menyisakan celah ketimpangan antara biaya operasional dan pendapatan. Sejumlah upaya masih dilakukan untuk meningkatkan keterisian penumpang, termasuk meningkatkan pendapatan dari sektor selain tiket.
Penilaian itu disampaikan sejumlah anggota Komisi V DPR saat datang ke Palembang dan melihat pemaparan dari Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan (Light Rail Transit/LRT) Sumatera Selatan Dedik Tri Istiantara, Kamis (10/11/2022). Dalam paparan itu, tertera subsidi perintis yang digelontorkan pemerintah pada tahun 2022 mencapai Rp 199,94 miliar.
Akan tetapi, pendapatan yang diperoleh baru mencapai Rp 14,79 miliar. Dengan begitu, kontribusi pendapatan LRT terhadap keseluruhan biaya operasional hanya sekitar 7,4 persen.
Padahal, sejak dioperasikan untuk angkutan atlet Asian Games pada 2018, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai subsidi perintis. Dari Rp 86,94 miliar tahun 2018 hingga Rp 236,16 miliar pada 2020.
Melihat itu, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Sudewo, menilai, Kementerian Perhubungan seharusnya melakukan studi menyeluruh untuk memangkas ketimpangan. ”Dari hasil studi, segera dikeluarkan rekomendasi untuk membuat terobosan agar operasional LRT tidak lagi membebani anggaran negara,” ucap Sadewo.
Jika memang sudah dilakukan terobosan tetapi tetap saja LRT Palembang masih membebani negara, Sadewo berpendapat agar operasionalisasi LRT dihentikan. Menurut dia, masih banyak sektor lain yang lebih mendesak untuk diberi subsidi.
Karena itu, koordinasi antapihak harus diperkuat mengingat operasionalisasi LRT Palembang bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga otoritas bandara dan juga pemerintah daerah.
Sadewo mencontohkan, Kereta Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang dinilai tidak optimal akibat tingkat okupansinya hanya sekitar 20 persen. Kondisi ini terjadi karena otoritas bandara yang memperluas lahan parkir sehingga memberi ruang bagi penumpang untuk menggunakan kendaraan pribadi.
”Seharusnya lahan parkir dipersempit agar penumpang beralih ke kereta bandara,” ucap Sadewo.
Sementara itu, Dedik memaparkan, pihaknya sudah melakukan beragam cara untuk meningkatkan keterisian LRT Sumsel. Salah satunya, mengembangkan angkutan pengumpan (feeder) di beberapa rute. ”Saat ini sudah terlaksana tiga rute. Sampai akhir tahun diharapkan sudah ada tujuh rute yang akan dioperasikan,” ucap Dedik.
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil kajian bersama Universitas Sriwijaya, untuk mendongkrak keterisian LRT, ucap Dedik, perlu ada re-routing dengan 17 rute feeder untuk menopang operasionalisasi LRT. Rekomendasi tersebut terbukti sudah membuahkan hasil.
Keberadaan angkutan feeder dinilai mampu mendongkrak keterisian LRT hingga 29 persen. Sebelum angkutan feeder dioperasikan, rata-rata jumlah penumpang harian mencapai 7.239 penumpang. Setelah feeder dioperasikan, Juli-November 2022, rata-rata penumpang harian sebanyak 9.363 orang.
Tingkat keterisian penumpang LRT Palembang juga terus bertambah. Sampai 6 November 2022, jumlah penumpang LRT Palembang mencapai 2,4 juta orang. Angka ini meningkat 56 persen pada tahun 2021 yang berjumlah 1,5 juta penumpang.
Selain berupaya meningkatkan okupansi, lanjut Dedik, pihaknya juga sudah memanfaatkan pendapatan lewat menyewakan ruang berupa tiang dan parapet untuk media promosi. ”Saat ini masih dalam proses lelang. Harapannya, pada 2023, pemasang iklan sudah bisa ditentukan,” ucapnya.
Direktur Prasarana Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan Harno Trimadi menambahkan, keberadaan subsidi perintis memang untuk mengenalkan moda transportasi kereta api perkotaan. ”Hampir di semua kota di dunia pasti memberikan subsidi seperti ini untuk mendongkrak keterisian,” ucapnya.
Karena itu, jika hanya mengandalkan penjualan tiket, tentu sangat sulit untuk mendapatkan keuntungan. Jika ingin mendapatkan angka keseimbangan, dengan harga tiket yang dipatok Rp 30.000 per orang, tentu akan menyulitkan penumpang.
Ke depan, Harno yakin, LRT Palembang akan memperoleh keseimbangan. Harno menjelaskan, umur ekonomis proyek kereta api biasanya mencapai 80 tahun dan baru akan mencapai keseimbangan pada tahun ke-10.
”LRT Palembang baru berjalan empat tahun. Harapannya enam tahun mendatang sudah mencapai titik keseimbangan,” ucap Harno.
Sejumlah pelajar sedang mencoba angkutan pengumpan kereta api ringan (LRT) Palembang, Sabtu (11/6/2022). Angkutan ini akan dioperasikan secara resmi pada 1 Juli 2022.
Pelaksana Harian Asisten II Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Sekretariat Daerah Sumsel Darma Budhy mengatakan, untuk meningkatkan jumlah keterisian, beragam dukungan dari pemerintah daerah sudah diberikan. Hal itu seperti mewajibkan para aparatur sipil negara menggunakan LRT pulang-pergi untuk bekerja.
”Kami akan mulai mencanangkan program satu bulan tanpa kendaraan dinas dan beralih menggunakan LRT,” ujarnya.
Selain itu, akan disediakan ruang parkir untuk mempermudah penumpang menyimpan kendaraan. Untuk tahap awal, ada tiga titik parkir yang disediakan. Kebijakan lain adalah mengintegrasikan moda transportasi perkotaan yang terhubung dengan LRT mulai dari penggunakan angkutan umum, bus, hingga bus air.
Darma juga berharap agar angkutan feeder bisa digratiskan kembali untuk mengungkit antusiasme penumpang. ”Saat ini angkutan feeder dipatok tarif Rp 4.000 per orang. Mungkin untuk menggantinya bisa menggunakan dana subsidi dari APBD provinsi dan kota,” ucapnya. Dia berharap kolaborasi antarpihak terus diperkuat agar manfaat LRT Palembang dapat dirasakan oleh masyarakat, utamanya mengurangi kemacetan.