Manfaatkan Mikrohidro, Desa Terpencil di Probolinggo Bisa Menikmati Listrik
Warga Desa Plaosan, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pernah mengalami masa-masa gelap tanpa listrik, hingga uang banyak pun tak ada gunanya. Kini, mereka memiliki listrik mikrohidro.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Menikmati listrik, sebelumnya, serupa barang langka bagi warga Desa Plaosan, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Kalau jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, duit segepok pun tak akan ada harganya. Tak bisa dipakai untuk beraktivitas. Suasana desa gelap gulita, tak ada aktivitas, dan orang lebih memilih tinggal di dalam rumah.
Demikian situasi di desa tertinggi di wilayah Probolinggo tersebut, sebelum tahun 2019. Desa Plaosan terletak di kaki Gunung Argopuro dan berjarak sekitar 25 kilometer (km) dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton. Ya, desa yang letaknya hanya sepelemparan galah dari pusat pembangkitan listrik Jawa-Bali tersebut memang pernah mengalami situasi menyedihkan tanpa listrik.
Menyedihkan, karena mereka akan kesulitan saat ada ibu hamil hendak melahirkan di malam hari. Bahkan, anak-anak sekolah tak bisa belajar karena tak ada terang listrik saat malam. ”Punya uang banyak pun tak akan ada artinya. Sebab, tidak ada yang berani keluar rumah karena situasi sangat gelap,” kata Kepala Desa Plaosan Tosan, Rabu (26/10/2022).
Desa Plaosan adalah desa tertinggi di Kabupaten Probolinggo. Sebab, tidak ada desa lagi di atas Desa Plaosan. Desa ini letaknya di kaki Gunung Argopuro. Untuk mencapainya, warga ataupun pengunjung harus menempuh perjalanan melintasi hutan dengan melalui jalur makadam (jalan berbatu) dan sesekali harus menempuh rute berkelok serta naik turun. Tidak sekadar jalur berbatu, tetapi lebih ekstrem lagi adalah jalan setapak dengan kiri kanan jurang sehingga, saat berpapasan dengan kendaraan lain, salah satunya harus mengalah.
Dengan kondisi jalan seperti itu, masuk akal jika malam hari mereka memilih tidak ke mana-mana karena gelap. Tak ada penerang yang bisa menjamin perjalanan mereka akan aman dan selamat sampai tujuan.
Desa Plaosan dihuni 987 keluarga, yang tersebar di 12 dusun. Status desa tersebut tertinggal. Warga desanya rata-rata bekerja sebagia buruh tani dan peternak. Upah buruh tani di sana adalah Rp 35.000 sehari. Pendidikan warga di sana, sebelumnya, rata-rata tidak tamat SD.
”Hingga kini juga masih ada dusun yang belum teraliri listrik karena, selain lokasinya susah dijangkau, warganya juga tidak punya uang untuk patungan membuat instalasi mikrohidro seperti warga lain. Mereka yang masih belum teraliri listrik itu tinggal di Dusun Sosokan,” kata Tosan menambahkan.
Sebenarnya ada sekelompok warga mengusahakan listrik sendiri. Mereka patungan membuat instalasi listrik mikrohidro sederhana. Setiap keluarga patungan uang Rp 3 juta agar instalasi itu terwujud. Setidaknya ada 30 listrik mikrohidro sederhana buatan warga.
”Dengan membangun listrik dari kincir air, warga bisa merasakan listrik. Sayangnya, listrik warga ini tidak stabil sehingga seringnya justru merusak perabot elektronik milik warga. Mikrohidro buatan warga tidak sebaik buatan PE-POMI,” tutur Samin (33), warga Desa Plaosan yang pernah merasakan listrik mikrohidro ala warga desa.
Tapi sejak tahun 2019, PE-POMI memberikan bantuan dan membangun instalasi mikrohidro ini. Bangunannya bagus dan sistemnya canggih. Listrik dihasilkan pun stabil dan tidak merusak. Akhirnya, saya bisa merasakan listrik dengan tenang.
Samin bercerita bahwa TV miliknya hampir tiap bulan rusak dan harus ganti. ”Karena seringnya rusak, TV sampai saat ini tidak saya ganti. Sayang uangnya. Lebih baik untuk kebutuhan lain. Ha-h-ha,” kata Samin.
Padahal, Samin dan sekelompok warga saat itu patungan uang untuk membangun instalasi mikrohidro tersebut secara mandiri. Sayangnya, menurut Samin, warga tidak memiliki ilmu dan teknik bagus untuk membangun dan mengelola mikrohidro tradisional itu. Akhirnya, mereka harus terima saat komponen mikrohidro buatan mereka rutin mengalami kerusakan dan menyebabkan kerusakan barang elektronik.
”Tapi sejak tahun 2019, PE-POMI memberikan bantuan dan membangun instalasi mikrohidro ini. Bangunannya bagus dan sistemnya canggih. Listrik dihasilkan pun stabil dan tidak merusak. Akhirnya, saya bisa merasakan listrik dengan tenang,” katanya.
Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Paiton Energy-PT Paiton Operation and Maintenance Indonesia (PE-POMI) berkapasitas 7 KW itu terletak di Air Terjun Kali Pedati. PLTMH dibangun di Desa Plaosan yang lokasi geografisnya memang sulit dijangkau aliran listrik dari PT PLN (Persero) karena kondisi alam berbukit-bukit. Instalasi PLTMH tersebut dikenal sebagai Rumah Belajar Energi Desa Plaosan.
Chief Financial Officer PT Paiton Energy Bayu Widyanto mengatakan, PLTMH tak hanya berfungsi sebagai penyedia tenaga listrik, tetapi juga berfungsi sebagai percontohan solusi energi baru terbarukan di Kabupaten Probolinggo. Dari PLTMH tersebut diharapkan masyarakat dan PE-POMI bisa meningkatkan layanan PLTMH berikutnya di tempat lain.
”Tentunya perusahaan berharap PLTMH ini dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat di desa terpencil, sekaligus sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Kami juga berharap program ini tetap berlanjut dan dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, dengan terus menyebarkan ilmu terkait pemanfaatan sumber daya air menjadi energi listrik,” papar Bayu.
Saat ini, PLTMH dikelola oleh kelompok dengan anggota 14 keluarga. Namun, dari jumlah tersebut, pemanfaat listriknya bisa mencapai 30 keluarga (karena disalurkan ke tetangga lain yang membutuhkan). Masing-masing keluarga mendapatkan listrik dengan daya 500 watt. Kini, pendidikan warga desa pun meningkat, menjadi rata-rata lulus SMA.
”Bagi daerah terpencil, kehadiran energi terbarukan seperti PLTMH sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan sekitarnya,” kata Head of External Relations PT Paiton Energy Bambang Jiwantoro.
Saat ini, di malam hari, warga desa sudah bisa menjalankan usaha untuk menambah pendapatan, misalnya membuat kue. Bahkan, ke depan, direncanakan akan ada usaha ternak ayam yang akan memanfaatkan PLTMH itu.
Shinhan, Ketua Pengelola PLTMH Desa Plaosan, mengatakan, program Rumah Belajar Energi di Desa Plaosan dapat meningkatkan kesejahteraan warga sekitar serta menambah kesadaran masyarakat untuk penggunaan listrik. ”Program ini menjadi sarana edukasi masyarakat dalam menciptakan pelestarian lingkungan,” ujarnya.
Human Resources Manager POMI Rochman Hidayat mengatakan, manfaat yang dirasakan saat ini dengan adanya program Rumah Belajar Energi di Desa Plaosan adalah listrik yang dihasilkan lebih stabil, daerah dengan akses terbatas kini sudah teraliri dengan listrik dari pembangunan PLTMH.
”Fasilitas PLTMH Desa Plaosan memiliki daya 7.000 watt yang dibagi untuk 14 keluarga, dengan total daya per keluarga sebesar 500 watt,” kata Rochman Hidayat.
Adapun PLTMH tersebut merupakan salah satu dari beberapa program Corporate Social Responsibility (CSR) Paiton Energy. Fokus CSR perusahaan tersebut ada tiga, yaitu mendukung keberlanjutan Perusahaan (pembangkit), keberlanjutan sosial ekonomi, serta keberlanjutan energi dan lingkungan.