Pemodal Operasi Sumur Minyak Ilegal yang Terbakar di Aceh Timur Jadi Tersangka
Sebuah sumur tua peninggalan masa kolonial Belanda di Desa Seuneubok Lapang, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur, terbakar. Satu pekerja tewas terbakar, sedangkan dua lainnya kritis.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS - Penyidik Kepolisian Resor Aceh Timur, Aceh, menetapkan BD (36) sebagai tersangka dalam kasus kebakaran sumur minyak di Aceh Timur. BD diduga penyandang dana atau pemodal untuk eksploitasi sumur minyak tanpa izin itu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Timur Ajun Komisaris Miftahuda Dizha Fezuono, Minggu (16/10/2022), menuturkan, pascaperistiwa kebakaran pada Rabu (12/10/2022) malam, polisi langsung melakukan penyidikan. Dari keterangan para saksi dan berdasarkan alat bukti, penyidik menetapkan BD, pemodal, sebagai tersangka.
”Dia berperan sebagai salah satu pemodal sekaligus pekerja dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi (yang terbakar),” kata Dizha.
Setelah penetapan BD sebagai tersangka, penyidikan tetap berlanjut. Dizha mengatakan sangat mungkin tersangka akan bertambah.
Sementara itu, sebuah sumur tua peninggalan masa kolonial Belanda di Desa Seuneubok Lapang, Kecamatan Peureulak Timur, terbakar pada Rabu malam. Satu pekerja tewas terbakar, sedangkan dua lainnya kritis. Pada saat pekerja sedang memasang peralatan, gas menyembur dan menyambar api di tungku masak di dalam gubuk pekerja.
Eksploitasi sumur tua yang dilakukan para pekerja itu tidak memiliki izin atau ilegal. Mereka melanggar Pasal 52 jo Pasal 40 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan mengenai minyak dan gas bumi.
Penyidik menyita mesin kompresor 5HP, satu gulung tali derek, satu unit mesin derek, dan tandon air.
Pengeboran dan eksploitasi sumur minyak secara tradisional di Aceh Timur marak. Sebagian merupakan sumur tua peninggalan Belanda, tetapi tidak sedikit sumur baru yang dibor oleh warga.
Sumur minyak bertebaran di permukiman warga seperti di kebun dan pekarangan rumah. Pengeboran dan eksploitasi sumur minyak secara tradisional tanpa standar keamanan telah menyebabkan kebakaran.
Data yang dihimpun Kompas sejak 2013 hingga 2022 terjadi sebanyak sembilan kali kebakaran sumur minyak ilegal di Aceh Timur. Sebanyak 24 orang tewas dan 65 orang mengalami luka bakar. Beberapa di antaranya mengalami kecacatan dampak dari kebakaran.
Peristiwa kebakaran paling besar terjadi pada Maret 2018. Sebanyak 20 orang tewas, termasuk perempuan dan anak-anak yang bukan pekerja di sumur ilegal itu. Pasca-kebakaran itu aktivitas tambang minyak ilegal tersebut sempat berhenti, tetapi kini kembali marak.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Mahdinur menyebutkan, aktivitas eksploitasi sumur minyak milik rakyat di Aceh Timur tidak ada izin atau ilegal. Ia mengatakan, para pihak harus bersama-sama menghentikan aktivitas tambang di sana hingga ada regulasi.
Menurut Mahdinur, pemerintah telah melakukan pendekatan persuasif meminta warga agar menghentikan tambang tidak berizin itu selain melanggar hukum juga berpotensi memicu bencana. Bencana paling sering terjadi adalah kebakaran karena proses tambang tidak memenuhi standar keselamatan.
”Kami melakukan sosialisasi, sedangkan penegakan hukum dilakukan oleh kepolisian,” kata Mahdinur.
Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sedang menyusun Qanun/Perda Pertambangan Rakyat. Keberadaan sumur migas di Aceh Timur yang selama ini dikelola oleh rakyat secara ilegal dapat dilegalkan melalui qanun tersebut. Namun, tak ada ada kejelasan kapan qanun itu akan rampung sebab tidak masuk dalam qanun prioritas.
Sebelumnya Camat Rantau Peureulak Mukhtaruddin mengatakan, tambang minyak tidak berizin itu telah menjadi tempat bergantung hidup banyak warga. Menutup secara sepihak dikhawatirkan dapat memicu konflik sosial. Pemerintah perlu menyiapkan solusi yang bijak agar pengelolaan tetap dapat dilakukan dan warga terselamatkan.