Regulasi Belum Jelas, Tambang Minyak Ilegal di Musi Banyuasin Terus Bertambah
Aktivitas tambang minyak ilegal di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, terus bertambah. Terhitung di wilayah itu terdapat 7.734 sumur yang masih beroperasi. Diperlukan payung hukum dan regulasi yang tegas.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
RHAMA PURNA JATI
Tempat penyulingan minyak ilegal di Desa Keban I, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (14/10/2021).
PALEMBANG, KOMPAS — Aktivitas tambang minyak ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, terus bertambah. Terdapat 7.734 sumur yang masih beroperasi di daerah itu. Diperlukan payung hukum dan regulasi yang tegas agar aktivitas ini bisa dihentikan.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Toni Harmanto, di Palembang, Senin (12/9/2022), mengatakan, setelah melakukan pemetaan bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumatera Bagian Selatan diketahui jumlah sumur tambang minyak ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin mencapai 7.734 sumur. Sumur-sumur itu tersebar di beberapa kecamatan.
Data ini meningkat dibandingkan dengan pemetaan pada Oktober 2021. Saat itu, Polda Sumsel mencatat terdapat 5.482 sumur minyak ilegal yang tersebar di delapan kecamatan, yaitu Babat Toman, Sanga Desa, Batanghari Leko, Lawang Wetan, Tungkal Jaya, Plakat Tinggi, Keluang, dan Bayung Lencir (Kompas, 26/10/2021).
Padahal, sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengurangi aktivitas tambang minyak ilegal tersebut, seperti menertibkan sekitar 1.000 sumur minyak ilegal di Musi Banyuasin. Namun, aktivitas penambangan liar terus saja berlangsung, bahkan menjamur. Kondisi itu diduga didorong motivasi karena pendapatan yang besar.
RHAMA PURNA JATI
Tempat penyulingan minyak ilegal di Desa Keban I, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel, Kamis (14/10/2021).
Toni menjelaskan, untuk membuat sebuah sumur ilegal dengan cara tradisional, modal yang dibutuhkan hanya sekitar Rp 30 juta. Modal itu bisa kembali hanya dalam waktu satu bulan.
Hal ini didukung masih adanya pasar yang menampung hasil tambang mereka; tidak hanya untuk kebutuhan dalam provinsi, tetapi juga dipasarkan ke Pulau Jawa. Toni mengakui, sebagian besar aktivitas mereka tidak terpantau aparat lantaran jumlah personel kurang memadai.
Karena itu, pengawasan tidak bisa dilakukan oleh pihak kepolisian semata, tetapi juga pemangku kepentingan, utamanya pemerintah selaku pembuat regulasi. ”Tugas kami tidak mungkin mengawasi sumur tersebut setiap hari. Butuh peran semua pihak, termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat,” ucap Toni.
Jika ada oknum kepolisian yang bermain di dalam aktivitas ini, sanksinya adalah dipecat.
Di sisi lain, Toni menegaskan kepada jajarannya untuk tidak bermain di aktivitas tambang minyak ilegal. ”Jika ada oknum kepolisian yang bermain di dalam aktivitas ini, sanksinya adalah dipecat,” ujarnya.
Namun, dia berharap ada regulasi yang tegas terkait hal ini. Misalnya, terkait kewenangan pengawasan yang harus diperjelas sehingga penindakan di lapangan bisa lebih menyeluruh. ”Karena itu, kami selalu mengumpulkan semua pihak untuk memberikan masukan yang komprehensif guna mencari jalan keluar,” ucapnya.
Kepala SKK Migas Perwakilan Sumbagsel Anggono Mahendrawan menuturkan, aktivitas tambang minyak ilegal memberikan dampak negatif yang sangat besar. Tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga bisa menghambat investasi.
RHAMA PURNA JATI
Aktivitas tambang minyak ilegal di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel, Selasa (27/4/2021).
Aktivitas tambang ilegal berjalan tanpa aturan dan pengamanan yang sesuai prosedur. Itulah sebabnya biaya operasionalnya sangat kecil, yakni hanya Rp 30 juta-Rp 100 juta per sumur. Hasil minyak yang diperoleh juga tidak banyak, yakni hanya 1-2 barel per sumur per hari.
Pola kerja ini jauh dari prosedur tambang minyak legal yang harus mengikuti sejumlah prosedur pengamanan, termasuk analisis dampak lingkungan. ”Karena itu, tambang ini tidak dilirik investor lantaran tidak memenuhi angka keekonomian karena hasil minyaknya yang kecil,” ucap Anggono.
Karena tidak disokong dengan tingkat keamanan yang memadai, risiko kecelakaan pun mengintai. Kecelakaan terakhir adalah meledaknya tiga sumur minyak ilegal di Desa Keban I, Kecamatan Sanga Desa, Musi Banyuasin, Oktober 2021. ”Butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa memadamkan api pascaledakan,” ujar Anggono.
Dirinya pun tidak bisa berbuat banyak karena lokasi sumur berada di dalam konsesi perusahaan perkebunan atau kawasan hutan. ”Bahkan, beberapa sumur ada di area lahan milik warga. Tentu kami (SKK Migas) tidak bisa mengintervensi lebih jauh,” ucapnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Toni Harmanto dan Kepala BPH Migas Erika Retnowati melihat kendaraan yang digunakan untuk mengangkut minyak oplosan, di Markas Polda Sumsel, Palembang, Selasa (22/3/2022).
Penjabat Bupati Musi Banyuasin (Muba) Apriyadi mengatakan, potensi minyak dari tambang ilegal cukup besar. Dari sekitar 7.000 sumur minyak ilegal bisa dihasilkan sekitar 5.000 barel per hari.
Aktivitas itu juga menyebabkan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin merugi akibat hilangnya potensi pajak. Diperkirakan setiap tahun para petambang mendapatkan Rp 1,5 triliun dari penjualan minyak dengan asumsi produksi 5.000 barel per hari dengan harga 60 dollar AS per barel.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo kepada Pemkab Muba agar disusun aturan yang tetap melibatkan masyarakat dalam mengelolanya. ”Namun, minyak mentah tetap dikembalikan kepada pemerintah melalui SKK Migas kemudian lanjut ke Pertamina, tetapi kewenangan tersebut belum ada,” ujarnya.
Apriyadi menegaskan, Pemkab Muba ingin bersama-sama TNI dan Polri untuk menertibkan, bahkan menindak secara tegas, agar penambangan minyak ilegal ini tidak terus bertambah di Muba. ”Permasalahannya, regulasinya ini belum ada. Kami ingin ada peraturan menteri ESDM yang bisa menguatkan untuk penegakan hukum,” ujarnya.