Ingin Perluas Jangkauan Pasar, UMKM Produk Perikanan Sulut Minta Bantuan DPR
Para pengusaha kecil pengolah hasil perikanan di Manado meminta perhatian lebih dari DPR dan pemerintah pusat. Bantuan alat pengolahan dan kemudahan perizinan ekspor menjadi permohonan utama.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para pengusaha kecil pengolah hasil perikanan di Manado, Sulawesi Utara, meminta perhatian lebih dari DPR dan pemerintah pusat dalam bentuk bantuan usaha serta kemudahan perizinan. Mereka juga mengharapkan pameran di tingkat nasional demi membuka peluang ekspansi pemasaran.
Hal ini mengemuka dalam kunjungan kerja reses Komisi IV DPR RI, Selasa (11/10/2022), di Manado. Belasan anggota legislatif mengunjungi sebuah unit pengolahan ikan (UPI), yaitu UD Trikora, yang memproduksi beragam jenis abon dari ikan cakalang dan roa.
Harapan para pengusaha diserukan mula-mula oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulut Tienneke Adam. Menurut dia, ada 583 kelompok usaha kecil pengolah produk perikanan di 15 kabupaten/kota di Sulut. Di samping itu, ada pula 101 UPI yang ia sebut sudah cukup mandiri.
”UPI yang besar bisa jalan sendiri tanpa kami lihat (bantu), tetapi (unit usaha) yang kecil-kecil harus kami bantu, apalagi mereka cukup banyak. Mereka juga tidak bisa kita remehkan. Sebab, justru mereka yang mengangkat percepatan pertumbuhan ekonomi Sulut,” katanya.
UD Trikora termasuk yang mendapatkan perhatian intensif dari pemerintah. Pada tahun 2016, industri rumahan itu mendapatkan bantuan mesin pendingin (freezer) dengan dana APBN. ”Tetapi, gara-gara Covid-19, tidak ada lagi anggaran kegiatan dan bantuan. Mudah-mudahan ini bisa ditingkatkan lagi,” ujar Tienneke, berharap kepada para anggota DPR.
Pimpinan UD Trikora, Yulinda Lengkey, menyatakan, kemampuan produksi unit usaha rumahan yang ia nakhodai itu menurun drastis saat ini, yaitu 200-250 kilogram (kg) abon per bulan. Sebelum pandemi, antara 700 kg dan1 ton abon dapat dihasilkan setiap bulan dengan omzet sekitar Rp 100 juta.
UD Trikora pun mampu merambah pasar ekspor. Berkat bimbingan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut, sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) telah didapatkan sebagai syarat utama eskpor, tetapi prosesnya tidaklah mudah.
”Kami harus berbenah dari aspek perizinan sampai modal infrastruktur. Bisa dilihat sendiri, tempat kami masih berdinding tripleks dan lantainya masih tegel. Itu mungkin mudah untuk perusahaan skala besar karena punya modal besar,” ujarnya.
Menurut Yulinda, UD Trikora perlu mengganti bahan lantai dengan epoksi sehingga tidak ada lagi celah nat di lantai, juga tidak licin akibat minyak. Tembok perlu diganti bahan lain dengan cat lilin dan atap perlu ditinggikan hingga berjarak 3 meter dari lantai. Dana yang dibutuhkan bisa mencapai ratusan juta rupiah.
”Kami sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah, bisa dalam bentuk hibah atau pinjaman. Sudah saatnya pemerintah membantu juga usaha yang sudah berjalan, bukan hanya yang baru, sehingga kami bisa meningkatkan daya saing,” katanya.
Sementara itu, Rey Maya Veronika, Ketua Kelompok Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Poklahsar) Miyuki, berharap pemerintah membantu ekspansi usaha yang dijalankannya bersama 10 ibu di sekitar tempat tinggalnya. Saat ini, omzet kelompoknya telah mencapai Rp 25 juta sebulan dari penjualan, antara lain sambal dan abon cakalang, serta roa.
”Saat ini penjualan kami secara online sudah cukup semarak. Tetapi, alangkah baiknya kalau kami dapat kesempatan pameran di luar Manado agar kami bisa ekspansi pemasaran produk kami, bahkan sampai ke luar negeri,” ujarnya.
Menanggapi ini, Ketua Komisi IV DPR Sudin meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyediakan bantuan bagi UD Trikora dan Poklahsar Miyuki sebelum pergantian tahun. Namun, bantuan tak cukup hanya diberikan kepada dua unit usaha tersebut, tetapi ke 15 kabupaten/kota di Sulut.
”Saya harap bantuan bisa dieksekusi tahun ini. Kami juga akan mengadakan pameran di Jakarta. Setahun biasanya bisa dua kali, jadi produknya bisa dibawa, ditampilkan, dan dijual. Nanti akan kami sediakan stand (gerai) untuk produk olahan hasil perikanan dari Sulut,” kata Sudin.
Menanggapi permintaan ini, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Ishartini menyatakan, pengembangan usaha kecil, terutama yang melibatkan pekerja perempuan, adalah prioritas. Namun, ia mengakui belum banyak bantuan yang bisa diberikan KKP.
Ia pun menjanjikan peningkatan bantuan pada tahun 2023 mendatang dalam bentuk pemberian peralatan pengolahan dan pemasaran. ”Sudah ada anggarannya, tetapi saya tidak bawa data berapa pastinya. Sulut termasuk prioritas kami, karena UMKM di sini banyak,” katanya.
Kendati begitu, akses permodalan tetap terbuka melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP). ”Kami juga akan bantu pemenuhan syarat sertifikat HACCP dengan bantuan tim dari BKIPM (Badan Karantina Perikanan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan),” ujar Ishartini.
Sementara itu, Kepala Dinas UMKM dan Koperasi Sulut Ronald Sorongan berharap kementerian dan lembaga terkait yang bertugas memberikan izin ekspor bisa berinovasi. Ini dapat diwujudkan dengan membuat pusat perizinan terpadu atau perizinan keliling secara berkala agar mudah dijangkau pengusaha.